14 : Kak (?)

65 13 0
                                    

✨ Happy Reading ✨






📖📖📖📖







Malam itu, Kavin memandangi kalender yang Ia letakkan di samping bantalnya. Hampir 1 bulan penuh, masing masing tanggal nya telah dicoret dengan spidol merah. Ia menghela nafas. Ini menyakitkan. Kavin bersumpah. Semakin hari rasa sakit yang menggerogoti nya terkadang semakin tak bisa Ia kendalikan dan Ia tahan.

Malam ini, Kavin tengah membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya. Membungkus tubuhnya dengan selimut tebal untuk menghangatkan dirinya. Setelah meminum pil obat yang menurut nya tidak memberi efek apapun bagi tubuhnya lagi. Ia memeluk dua bingkai foto secara bersamaan dalam selimut.

Satu bingkai dengan foto nya bersama sang Ibunda yang sekarang entah bagaimana kabarnya. Satu bingkai lagi foto nya bersama Alena saat beberapa hari lalu adiknya itu memenangkan Lomba Bernyanyi yang diadakan sekolahan.

Air matanya mengalir deras. Menahan rasa sakit sekaligus sesak yang datang secara bersamaan. Ia tahu waktunya tak akan lama lagi.

Bunda, Bunda pasti senang kan kalau aku pergi..

Kavin menyeringai tipis setelah bergumam dalam hati. Memori memori pahit itu masih tertanam jelas dan terus berputar dalam otaknya. Pahit memang. Tapi, mau bagaimana lagi?


Flashback on.

"Bunda.. I want to tell you something.." Ucap Kavin ragu.

"Katakan saja.." Tanpa terlihat layar Laptop nya, sang Ibunda menyahut. Sembari membenarkan posisi kacamata nya yang sedikit melorot.

"Bunda.. Aku sakit.."

"Istirahat lah. Minum obat. Ambil obatnya sendiri di atas lemari. Kalau tak kunjung membaik, Bunda suruh Bibi antar kamu ke dokter.." Jawab sang Ibunda. Dengan tangannya yang masih lihat mengetik keyboard laptop. Juga kedua maniknya yang terfokuskan pada layar.

"Sakit nya tidak bisa disembuhkan, Bun. Aku sudah ke dokter.."

"Baguslah.. Kalau kamu sudah ke dokter.."

Kavin menghela nafas berat.

"Dokter bilang. Jika aku terlambat mengambil tindakan, maka sisa waktu ku hanya tersisa 1 bulan, Bun.."

Mendengar itu, Sang Ibunya menghentikan aktivitas nya. Kemudian menoleh dan menatap lekat wajah Kavin yang baru Ia sadari sangat pucat.

Hey.. Kenapa anaknya kurus sekali?

"Then..  Go home to Indonesia. Meet your father. And don't put too much weight on my mind here."

Sakit. Itu yang Kavin rasakan. Rasanya seperti ada jutaan anak panah yang menikam hati kecilnya dalam sekejap.

Namun, entah kenapa tenggorokan nya terasa tercekat. Hanya dua kata yang bisa Ia keluarkan dari mulutnya.

"Baik, Bunda.."

Flashback off.







One MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang