Eps 3: Sleepover

137 17 0
                                    

"Oke, semua penjual dari penjuru pulau ini sudah memiliki waktu mereka dari pukul 8 pagi hingga 4 sore untuk mengantarkan paket-paketnya ke Post Office. Sekarang kita tinggal mendatanya. Seharusnya hanya ada sekitar 147 paket." Derren komat-kamit memberikan kami perintah. Dan segera kami laksanakan dengan baik. Bos kami memang serius dalam melaksanakan pekerjaan, tapi bila di luar jam kerja, ia sangat ramah.

Aku dan Tony mengecek sekitar 50 paket, dari nama, merk barang, dan nama bisnis. Semuanya sudah lengkap berada di Post Office. Untuk mengecek membutuhkan waktu setidaknya 1 jam atau lebih. Setelahnya kami semua beristirahat di ruang istirahat, beberapa sudah pulang. Sedangkan aku dan Tony masih berada di ruang istirahat, duduk di sofa panjang yang empuk. Aku meneguk air putih dari gelas biru milikku. Aku menyadari pinggiran gelasnya kotor, sudah berapa bulan aku tidak mencucinya? Jadi aku beranjak untuk mencucinya di wastafel ruang istirahat. Sesekali aku perhatikan Tony yang sedari tadi melamun. Entah apa yang dia ratapi, mungkin nasib malangnya.

Setelah selesai mencuci gelas, aku taruh gelasnya di rak peralatan makan dan membiarkannya kering. Aku duduk lagi di sofa dari seberang Tony. Sedari tadi mata coklat mudanya tidak lepas dari atap-atap ruangan. Bahkan tidak menyadari bahwa aku ada di ruangan yang sama dengannya. Lalu aku menggebrak meja kayu itu, BRAK! Seketika Tony terkesiap dan menatapku dengan dahi yang mengerut.

"Apa?" Tanyanya dengan nada suara yang sedikit kesal.

"Sepertinya aku tahu apa yang kamu pikirkan." Ujarku sembari menyeringai. Tony mengangkat sebelah alisnya, seolah meminta jawaban. "Kau memikirkan tentang Derren, 'kan?" Tebakku, sedikit berbisik.

Wajah Tony seketika memerah dan ekspresinya melembut lagi. Lalu tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila. Ini baru pertama kalinya setelah sekian lama aku melihat sahabatku jatuh cinta lagi. Hubungan romantisnya yang terakhir kali berakhir dengan damai. Namun itu berakhir 1 tahun yang lalu, dengan seorang pria juga. Aku mengerti apa yang ia sedang rasakan sekarang. Banyak kupu-kupu beterbangan dalam perutnya. Kalau saja patah hati, mereka akan segera terbang keluar.

"Lebih baik kita bicarakan ini di tempat lain." Aku mengusulkan. Tony mengangguk saja, masih tersenyum-senyum dan menatap ke segala arah tanpa tujuan. Aku menghela napas melihat tingkahnya, jangan sampai bos mata empat itu menyakitinya. Takkan kubiarkan.

Baiklah, jadi Tony memiliki sesuatu yang ia ingin bicarakan. Aku juga sebenarnya memiliki dua hal yang ingin kubicarakan. Dan tidak mungkin untuk membicarakannya di publik. Apa ada tempat lain dimana kita bisa membicarakannya selain lewat makan malam di Kafe Halo? Aku memutar otakku, seharusnya ada cara agar kita bisa makan dan membicarakannya di tempat privat. Lalu tempat privat itu harus bisa diakses kapan saja dan tidak memiliki batas waktu untuk tutup...

"Bagaimana kalau menginap di rumahku?" Tanyaku dengan penuh semangat. Dulu kami juga pernah menginap di rumah satu sama lain saat masih tinggal di kota besar. Tapi saat itu kami masih duduk di kelas 1 SMA, masa-masa dimana aku masih memiliki rambut panjang yang melebihi bahu.

Tony yang sedari tadi tenggelam dalam fantasinya sendiri, seketika langsung menatapku tepat di mata. "Ide yang bagus!"

Tepat setelah Tony mengatakan itu, pintu ruang istirahat terbuka. Dan Derren dengan wajah ramahnya menongol ke dalam. Ia membenarkan posisi kacamata yang sedikit miring. Rambutnya berantakan, mungkin stres. Setiap kali Derren stres, pasti ia akan mengacak-acak rambut hitamnya. Tanpa kami duga, ia masuk dan menatap kami berdua dengan senyuman.

"Ooh, jadi kalian akan pulang ke rumah yang sama malam ini?" Tanya Derren.

Aku mengangguk. "Ya, kami akan menginap di rumahku dan kamu tak bisa ikut, bos." Ucapku dengan nada mengejek.

Derren tiba-tiba duduk di sebelah Tony. Membuat Tony terkesiap di posisi duduknya, bergerak sangat kaku seperti boneka kayu. Aku dapat melihat kegugupannya segera. Selama ini aku mengamati Derren, dia seperti tidak pernah menunjukkan perasaan romantis sedikitpun kepada Tony. Entah bagaimana hubungan mereka akan berlanjut.

Backstreet RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang