Eps 10: Horror

65 12 0
                                    

Setelah beberapa menit kemudian akhirnya ada notifikasi pesanan online masuk. Tanpa melihat alamat, aku langsung menekan tombol terima. Karena sedari tadi kesempatanku selalu diserobot oleh kurir lain, oleh karena itu kurir yang tertinggal di Post Office hanyalah aku. Sedangkan Tony akan berada di dalam kantor Derren sedikit lebih lama. Sialan kau bos bermata empat.

Saat aku hendak melangkah ke luar dari Post Office, tiba-tiba seseorang menahan tanganku. Membuatku menoleh untuk melihat siapa yang melakukannya. Ternyata dia adalah salah satu pegawai yang mengurus bagian pendataan paket.

"Fore, aku titipkan ini padamu." Ucapnya, dia menyerahkan sebuah amplop kepadaku.

Aku menatapnya dengan bingung.

"Oh ini adalah salah satu barang yang diimpor. Alamatnya tertulis di situ." Jelasnya lagi.

"Oke." Aku menerima surat itu dari tangannya dan segera keluar dari Post Office. Aku memutuskan untuk mengirim surat ini sebentar saja, lagipula pesanan onlinenya bisa menunggu sebentar, 'kan?

Aku menaiki motor dan segera pergi menuju alamat yang dituju. Setelah sampai, aku turun dari motor. Ternyata penerimanya tinggal di sebuah rumah susun. Tercantum nomer 39 di amplop surat. Aku mengasumsikan itu nomer yang ada di pintu rumah susunnya. Akhirnya aku menaiki tangga rumah susun sampai ke lantai 3. Rumah susunnya berada di paling ujung. Dan dari ujung tangga aku dapat melihat ada seorang nenek-nenek yang duduk di depan rumah nomer 39 tersebut. Nenek itu duduk di kursi goyang dan ada sekitar 14 kucing yang duduk bersamanya. Menikmati cahaya matahari pagi yang menyirami tubuh mereka.

Aku juga teringat bahwa yang aku antarkan adalah sebuah surat. Awalnya aku berpikir itu aneh karena hampir tidak ada orang di pulau ini akan bertukar surat dengan yang berada di seberang lautan. Kecuali dengan surat-surat atau dokumen penting, aku pernah mengirimnya tiga atau empat kali. Tapi setelah melihat penerima suratnya merupakan seorang nenek tua yang memiliki banyak kucing, aku berpikir itu wajar-wajar saja kalau beliau masih bertukar surat.

Aku mendekati nenek tersebut dan mengaktifkan suara kurirku. "Permisi, kiriman surat untuk Mrs. Daisy."

Beliau melihat ke arahku dengan ekspresi wajah yang sedikit bingung. Namun wajahnya segera terhias dengan senyuman. "Terima kasih nona muda. Biasanya yang mengirimkan surat padaku adalah seorang pria cantik. Kemana dia?"

Pria cantik.. kurasa aku tahu siapa yang nenek ini bicarakan. "Dia sedang sibuk sekarang ini. Jadi aku yang menggantikannya."

"Oh begitu, sayang sekali. Dia bilang akhir-akhir ini dia sedang dalam hubungan dengan seorang pria yang rumit. Aku ingin sekali membantunya walau hanya melalui nasihat. Dan terkadang aku selalu berbagi cerita dengannya." Beliau mengelus kucing oranye yang sedang berada di pangkuannya. "Ah, tapi sudahlah. Cepat pergi lakukan pekerjaanmu. Aku tak mau menahanmu lebih lama di sini."

Aku mengangguk dan segera pergi dari rumah susun. Selama menuruni setiap anak tangga, aku terus memikirkan perkataan nenek itu. Ternyata Tony berteman dengan seorang wanita tua dan dia tidak memberitahuku. Aku merasa sedikit kecewa mengetahui bahwa aku harus mendengar tentang sahabatku dari mulut orang lain. Tapi di saat yang bersamaan aku sendiri tidak memberitahu Tony tentang hubunganku dengan Sian dan Nied yang sebenarnya. Mungkin ini adil. Walaupun aku tetap memiliki pikiran bahwa aku bukan sahabat yang baik, dan karena itulah Tony memilih untuk mencurahkan isi hatinya dengan orang lain.

Baiklah, itu memang haknya sendiri untuk berbicara dengan siapapun. Aku tak boleh bersifat kekanak-kanakan. Kami bukan lagi anak SMP yang tidak mudah bergaul.

Untuk sekarang aku akan fokus dengan pesanan online. Setelah menaiki motor, aku mengecek apa yang dipesan. Kebab Zafir, dan alamat pemesannya merupakan alamat rumah Sian dan Nied. Aku menepuk jidatku pelan. Apa ini takdir?

Backstreet RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang