DI ANTARA lengang jalanan kota, sebuah taksi membawa dua penumpang bersama lajunya.
Di dalam sana, keduanya duduk bersisian dengan tenang, saling menautkan tangan erat, dan semakin erat tiap kali mata sepasang bertemu dengan sepasang yang lain; kemudian senyuman menjadi persembahan hangat mereka untuk satu sama lain.
Ketika Rose terpana dengan keindahan Belanda sehingga kerap kali menuang pandang ke luar jendela, Jaehyun hanya terpaku pada keindahan perempuan di sampingnya.
Kemudian, Jaehyun menemukan rasanya terhadap perempuan ini yang nyaris nol persen perlahan mulai kembali terisi.
Penginapan di dekat asramanya, Jaehyun pilihkan sebagai tempat untuk Rose bermalam, agar mudah ia jangkau jika sewaktu-waktu Rose membutuhkannya. Koper dibawakan Jaehyun ke dalam sana sembari terus menggandeng tangan kekasihnya sepanjang melangkahkan kaki.
Menyibak gorden ruangan sehingga benderang cahaya dari luar menembus kaca lebar di hadapan. Lalu, kepada perempuan yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, Jaehyun isyaratkan agar mendekat,
"Itu asramaku."
Tangan Jaehyun menunjuk sebuah bangunan yang nampak dari tempat mereka berdiri sekarang.
Rose tersenyum. "Terlihat nyaman. Perempuan tidak boleh masuk ke sana, bukan?"
Jaehyun turut tersenyum pula, mengangguk. "Itu khusus laki-laki. Perempuan ada bangunannya sendiri."
Rose tersenyum lagi. "Aku lega."
Akan tetapi, Jaehyun tidak lagi.
Tidak tersenyum, tidak pula tidak lega sebab tersadar; sehingga satu-satunya hal yang ia lakukan hanya memandang perempuan di sampingnya, memandang sisa-sisa senyuman di sana dengan tatap berisi kerinduan yang nyatanya masih tersisa banyak di selubung dada.
Maka, ketika menyadari itu, Jaehyun segera meraih jemari agar sang pemilik menoleh padanya, agar mudah baginya mengecup dan merasakan manisnya sebuah bibir, setelah sekian lama, dan setelah ia sempat beberapa kali mencicipi manis bibir perempuan yang bukan perempuannya.
Lalu, seluruh jiwa raga Jaehyun sepakat bahwa, untuk persoalan mana yang paling manis, Rose masih menjadi juaranya.
Sebagaimana gerakan tangannya dalam mengusap surai panjang yang tergerai indah , selembut itu pula cara Jaehyun bicara,
"Aku ambil sepedaku dulu di Bandara, ya. Kamu istirahat saja dulu di sini. Aku tidak akan lama."
Lantas, ketika beberapa langkah sudah berhasil diurai Jaehyun untuk meninggalkan, kemudian sebuah jemari menggenggam ujung jaketnya dan wajah cantik itu menerbitkan raut penuh pinta,
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADE IN E MINOR [END]
Fanfictionmemangnya, apa gunanya, sebagai manusia yang mengaku mencinta, ketika kekasihnya terluka, ia hanya sibuk menonton dan bertepuk tangan? [SERENADE IN E MINOR] by linasworld