SEBAGAI mahasiswa yang telah selesai menempuh studinya, telah resmi menyandang titel dokter spesialis jiwa, dan hanya tinggal menunggu saat di mana ia diwisuda,
tepat sehari setelah menyelesaikan ujian akhir berikut dinyatakan lulus dengan nilai nyaris sempurna,
Jaehyun tinggalkan Belanda.
Sudah menjadi keinginan laki-laki itu sedari lama, menemui perempuan yang membuatnya berjuang siang-malam mati-matian berjuang menamatkan seluruh rangkaian perkuliahan agar bisa pulang ke kotanya dengan segera,
menamatkan pula segala jenis penantian, membayar seluruh tumpukan kerinduan.
Maka, ketika tiba di kotanya, tempat berikutnya yang menyimpan keberadaan laki-laki itu setelah bandara dan sebuah taksi adalah rumah ini,
rumah yang Jaehyun masuki tanpa permisi, sehingga wajar apabila kedatangannya tidak disambut sang penghuni.
Tidak seperti kala terakhir kali kemari, Jaehyun tidak menemukan perempuannya ketiduran di sofa karena lelah menunggunya, tidak pula menemukan hidangan makan malam lezat menggugah selera, tidak ada pelukan, atau kehangatan dalam bentuk apa pun.
Ingin hati memberikan kejutan besar, kepulangan ini disengajakan Jaehyun tanpa kabar.
Maka, sekali lagi, adalah wajar apabila yang ia temukan ketika berada di sana hanya kehampaan, kekosongan, kenihilan, kedinginan,
"Oh?! Jung Jaehyun! Kamu pulang? Ini benar-benar kamu? Kapan kamu sam ... huek!!!"
keterkejutan lantaran perempuannya pulang lewat tengah malam, dengan bau alkohol menguar-nguar dari badan, dan ...
"Ini sepatu hak-nya."
... kecemburuan lantaran perempuannya tak pulang sendirian, melainkan diantar dan dipapah seorang laki-laki yang tak asing di mata Jaehyun sekalipun sebelum ini, ia hanya sekali menemukan.
Dari tangan orang yang sama, Jaehyun ambil tubuh kekasihnya dan sepasang sepatu hak milik kekasihnya pula.
Tak ada bicara. Dari awal sampai akhir keberadaan laki-laki itu di sana yang tak seberapa lama, Jaehyun hanya terus menatap tak suka, menatap yang seolah-olah dengan itu, Jaehyun memintanya untuk pergi sekarang juga.
"Rose aku pamit pul ...." tangan yang hendak menyentuh lengan perempuan dalam rengkuhannya sekarang, Jaehyun tepis kasar, "... lang."
Tak ada suguhan. Tak ada perbincangan. Bahkan, pamitnya saja tak diberi tanggapan.
Sepeninggal laki-laki itu, Rose meninggalkan pelukan Jaehyun, berjalan dengan kepayahan mencari toilet untuk membuang muntah-nya. Sementara, Jaehyun di dekat pintu sana, cukup lama berdiri dalam sepi untuk kemudian melangkahkan kedua kaki.
Toilet dikunjungi. Perempuan yang terduduk di dekat kloset diraih, dibantunya berdiri, didorong pelan ke bawah pancuran air yang menyala sehingga basah saja sudah tubuh lunglai berbalut gaun minim bahan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADE IN E MINOR [END]
Fanfictionmemangnya, apa gunanya, sebagai manusia yang mengaku mencinta, ketika kekasihnya terluka, ia hanya sibuk menonton dan bertepuk tangan? [SERENADE IN E MINOR] by linasworld