MORFIN telah mengisi tabung suntikan dalam genggaman tangan kanan. Jarum suntik mengudara, siaga menembus epidermis tangan kiri, menginjeksikan cairan adiktif itu ke vena dan arteri.
Namun, tidak ada.
"Apa kamu sudah gila?!"
Tidak ada hal lain yang terjadi selain sosok perempuan di ujung sana yang berlarian menuju laki-laki yang berdiri di dekat meja dapur itu. Lalu alat suntik terjatuh malang di atas lantai setelah berhasil dirampas dari genggaman dan dilempar ke sudut ruang.
"Setelah semua yang aku lakukan untukmu, kamu dengan mudahnya mengatakan ingin jatuh ke lubang yang sama denganku?! Di mana pikiranmu, Jaehyun?!"
Benar, bahwa Jaehyun sudah hilang akal. Mendadak lupa segala hal. Mungkin juga gila, hampir.
Tak mengindahkan perkataan tegas perempuannya. Tak bicara apa-apa. Hanya memilih mengayunkan kaki. Sudut ruang, didekati.
"JAEHYUN! SADARLAH!"
Dan, itu cukup untuk memantik sebuah teriakan.
Di hadapan Jaehyun, kini telah berdiri perempuan yang tengah berusaha membentengi laki-laki itu dari benda yang hendak dijangkaunya, menahan dengan kedua tangan, sedikit dengan pelukan.
"Kumohon, jangan lakukan ini! Polisi sebentar lagi tiba. Kamu pergilah saja!"
Dua pasang mata manusia di sana, sama mendungnya.
"Kamu tidak boleh tertangkap bersamaku! Tidak boleh terlibat denganku!"
Mereka saling menatap.
"Kamu harus hidup dengan baik, Jaehyun!"
Dan, Jaehyun ialah pemenang untuk urusan tangis siapa yang lebih dulu tumpah. Jaehyun juga ialah pemenang untuk urusan berteriak lantang dalam diam, menyuarakan betapa ia enggan meninggalkan, dan betapa ia ingin terus berada di sisi perempuan ini.
Sebab, mustahil sekali, ia akan baik-baik saja tanpa perempuan ini di hidupnya. Sama sekali, tidak ada bayangan tentang apa itu 'hidup dengan baik'.
Maka, Jaehyun harap Rose memamahi, meski tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya kini.
"Cepat pergi dari sini, Jaehyun! Pergi sekarang, sebelum terlambat!"
Namun, sayang, tangan perempuan itu masih saja berusaha mendorong. Mulut itu terus meminta Jaehyun agar hengkang.
Jaehyun terdorong.
Setidaknya sampai mereka berdua berdiri di depan ambang pintu dapur; sampai Jaehyun berhasil mengumpulkan kembali dayanya yang sempat terasa seolah menghilang begitu saja; sampai punggungnya kembali tegap, kakinya kembali kuat menapak.
Jemarinya menggurung dua pergelangan tangan kecil dalam genggaman erat,
dan bibirnya membisik penat, "Tidak, Rose."
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADE IN E MINOR [END]
Fanficmemangnya, apa gunanya, sebagai manusia yang mengaku mencinta, ketika kekasihnya terluka, ia hanya sibuk menonton dan bertepuk tangan? [SERENADE IN E MINOR] by linasworld