terkadang aku ingin seperti hujan
yang tak menghiraukan waktu untuk tumpah
memeluk rindu pada tanah basah
namun, pilar-pilar jarak bagaikan gerimis yang menggenang
menenggelamkan secuil rasa yang bertumpu dalam doa
sedang kita terjebak dalam pusaran
bahwa hidup selalu memilih banyak persimpangan
terhanyut di perlintasan rindu disisa-sisa hujan
(Lukisan Hujan)Aku berdiri menatap keluar jauh mematut wajah jalanan yang baru saja tersapu hujan bulan Desember dari balik bilik kerjaku. Mataku tiba-tiba menangkap sebuah mobil yang masuk ke area parkir butik kecilku. Sebuah mobil yang akrab dalam pandanganku dulu, kini terparkir rapi di halaman butikku. Seorang gadis yang sudah kuhapal langkahnya membuka pintu butik, mengucap salam.
"Assalamu'alaikum cantik..." Lida melambaikan tangannya dengan senyum secerah mentari menyapaku.
Aku menjawab salamnya dan mempersilakan masuk, namun pandanganku beralih pada sosok perempuan anggun berbalut jilbab yang menutupi dadanya. Perempuan paruh baya yang kutaksir seumuran dengan Umikku berjalan ke arah kami. Lida kemudian berbisik di telingaku.
"Salim dulu, meskipun gagal jadi mertua...," kemudian Lida terkikik di sampingku.
Jantungku meloncat tak karuan, kala kusambut dan kucium punggung tangannya. Beliau tersenyum, wajahnya sungguh mirip dengan Mas Rofif kala menatapku hangat.
"Sehat Nduk?" tanya beliau seolah kami sudah akrab sebelumnya.
*Nduk : Nak (khusus utk anak perempuan) namun konteks yang memanggil bisa merubah makna, sbg pengganti kata panggilan seperti "dek/sayang"
"Alhamdulillah, sehat bu Nyai..." jawabku kikuk.
"Budhe Maemunah ini mau lihat-lihat gamis, Na. Katanya nyari toko yang cocok jadi aku bawa ke tempatmu, siapa tau cocok." Lida berhasil mencairkan suasana yang awalnya beku, karena aku bingung harus bersikap seperti apa.
"Oh Njih, monggo bu Nyai untuk dapat dipirsani dulu, siapa tau ada yang sesuai...," kataku menemaninya berkeliling. Menunjukkan beberapa model gamis dan jilbab yang ada di butikku.
*dipirsani : di lihat-lihat (bahasa halus utk orang lebih tua)
"Da, kamu ambilkan kerudungku yang ada di mobil ya. Mau tak cocokin warnanya," pintanya kepada Lida.
"Oh njih budhe, siap!" kata Lida yang kemudian berlalu dari hadapan kami.
"Namamu siapa Nduk?" aku terperangah mendengar pertanyaannya.
"Saya Kayna, Bu...," jawabku.
"Kayna...," Beliau mengeja namaku.
"Njih, Bu...," jawabku lagi.
"Kok rasanya ndak asing yo? Nama panjangmu sinten Nduk?"
*sinten : siapa
"Kayna Nuraida, Bu...," jawabku.
"Kayna Nuraida?" beliau terperangah, aku menjadi bingung untuk bersikap seperti apa. Aku hanya mengangguk.
"Kamu kenal dengan putra saya? Rofif Afrian Maulana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMILIK HATI KAYNA
RomanceKayna Nurayda hanyalah seorang gadis biasa yang terjerat cinta seorang gus dari sebuah pesantren besar di kotanya. Perjalanan cinta selama empat tahun menemui badainya. Ia di jodohkan oleh Abinya dengan orang asing, disaat Kayna sedang berjuang untu...