29. kesempatan

91 12 0
                                    

Garta melamun menatap kakinya sendiri. Kakinya saat ini basah tergenang air sungai. Lelaki itu hanya diam tak bergeming untuk beberapa saat. Sampai sebuah batu melesat membentuk sebuah tangga air di permukaan. Lamunannya pun buyar.

Januar tersenyum lebar, kembali mencari batu di tepian. Cowok itu selalu menemukan hal menarik.

" Jangan ketengah, ntar kalo kelelep gue nggak mau tolongin." Kata Januar pada Garta.

Saat ini tak hanya dirinya dan Januar, ada Eno dan Arjuna di pinggiran sana tengah asik merokok. Mereka pergi ke sungai untuk menemani Juna mencari inspirasi. Entahlah Garta tak terlalu mengerti, ia hanya tau ini untuk tugas kuliah Juna. Tak masalah yang penting Garta tak sendiri.

Ia berjalan ke tepian, menikmati bebatuan di dasar sungai dangkal menyapa telapak kakinya. Seumur hidup ini baru kedua kalinya ia pergi ke sungai. Pertama kalinya saat Kevin depresi dan nekat loncat dari jembatan. Tapi nyatanya jembatan itu tak lebih dari dua meter tingginya. Kevin hanya patah tulang saat itu, anak itu punya masa remaja yang kelewat labil. Siapa yang akan percaya Kevin mati semudah ini?

" Gue ketemu Echan." Kata Garta membuka pembicaraan.

Lelaki itu duduk di samping Eno, ia bisa melihat dengan jelas raut penuh harap mereka. Tapi masalahnya terlalu rumit. Garta mana mungkin membawa Chandra kembali.

" Terus terus!" Arjuna menuntut sambil meletakkan ponselnya di atas bebatuan.

" Gue di pukul."

" Gue kalo jadi Echan pasti bakal pukul Lo juga kok hahahaha. " Kata Eno tersenyum cerah.

Kata Juna, Eno memang mengalami sedikit kerusakan otak karena cip sialan itu. Lelaki bertubuh bongsor itu mengalami kemunduran berfikir yang menyebabkannya sedikit berbeda. Tapi mereka tak merasa terganggu, karena meskipun begitu setidaknya Eno tidak kehilangan ingatannya.

" Udah sampe situ doang?" Tanya Januar ikut bergabung.

" Dia deket sama Willy."

Januar menjatuhkan batu yang ia genggam. Sebagai tangan kanan Kares, Janu jelas tau betul siapa Willy dan bagaimana Garta mengenalnya. Berbeda dengan Eno dan Juna yang masih kebingungan, cowok itu bahkan sampai tak merespon panggilan Garta. Ini terlalu plot twist.

" Willy siapa?" Tanya Juna tak kunjung mendapatkan kelanjutan.

" Korbannya Kares. Waktu itu gue dateng mau memperjelas perasaan gue sendiri aja. Gue juga kangen anaknya, tapi Echan ada disana. Dia bahkan di panggil ayah sama Adin."

" Kok bisa? Echan orang sibuk, ketemu Willy dimana?" Tanya Januar penasaran.

"Gue nggak tau soal itu tapi semua jadi susah setelah Willy tau hubungan gue, Chandra, sama Kares. Dia minta waktu sendiri dan usir kita. Sampai sekarang gue nggak berani kesana lagi. Chandra jelas nggak suka gue disana." Garta tertunduk lesu.

Bagi Januar, pengalaman Garta melindungi Willy tak hanya sebatas mengenalnya saja. Tapi lebih dari itu. Setelah Kares mengetahui ia memiliki seorang anak perempuan, lelaki itu sangat ingin merawatnya. Tapi jangankan kembali pada Willy, melihatnya saja sudah membuatnya merasa bersalah. Dari sudut pandang Januar, Garta memang banyak terluka saat itu.

.
.

" Gar gue punya kerjaan buat Lo." Kata Kares pada suatu malam di apartemen Garta.

Garta hampir kehilangan kesadarannya karena terlalu banyak minum. Toleransinya terhadap alkohol cukup baik hingga ia masih sedikit menerima ucapan Kares malam itu. Januar juga disana, berbeda dengan Garta atau Kares yang minum-minum lelaki itu sibuk mempelajari sesuatu di laptopnya.

Garta bergumam merasa tertarik dengan ucapan Kares sebelumnya. Karena jika Kares menawarkan pekerjaan secara langsung itu artinya uangnya bukan recehan.

Kares menunjukkan sebuah foto seorang perempuan pada Garta. Lelaki itu spontan tersenyum sedikit terkekeh melihatnya.

" Kenapa? Lo suka sama cewek ini? Mau gue bungkusin buat Lo?" Tanyanya sedikit ngelantur instan mendapatkan gaplokan di tengkuknya.

" Dia yang lahirin anak gue." Kata Kares begitu dingin.

" Wooo, tenang bro tenang. Gue kan nggak tau. Jadi Lo mau gue ngapain?"

Kares terdiam, ia bersandar pada sandaran sofa. Menerawang ke langit-langit ruang tengah apartemen Garta. Ia terlihat begitu bimbang, tangannya terus memutar gelas hingga Januar mulai terganggu dengan suara es batu yang saling bertubrukan. Lelaki itu berdecak, menutup laptopnya dan ikut duduk di sofa. Menerima tawaran rokok dari Garta sambil menebak-nebak apa isi kepala Kares saat ini.

" Anaknya cantik." Kata Kares tiba-tiba.

" Lo mau rujuk?" Tanya Januar menebak-nebak.

" Dia mana mau sama gue. Nikah aja belum pernah." Kata Kares tertawa renyah sudah cukup menjelaskan hubungan tak baik antara dirinya dan gadis dalam foto.

Garta maupun Janu tak mampu bersuara malam itu. Ada sedikit kesedihan di tawa Kares. Ini pertama kalinya mereka melihat Kares merasa menyesal.

" Gue bajingan, gue tau. Tapi anak gue nggak tau, pengennya ya balik buat jadi ayah yang baik. Tapi emaknya kalau liat gue bisa mati." Katanya lagi.

Garta sedikit merasa bersalah.

" Lo mau gue jagain dia?" Kares mengangguk.

" Lo serius nyuruh anak temperamen ini?" Tanya Januar tak percaya.

Ia menatap Januar dan Garta bergantian.

" Tadinya gue mau suruh Eno aja. Dia lebih ramah anak daripada Garta atau mau suruh Lo yang udah biasa sama anak-anak. Tapi setelah gue pikir-pikir, anak gue harus kenal sosok yang mirip sama bapaknya."

" Secara nggak langsung Lo bilang gue bajingan." Kata Garta tertawa.

" Gue kasih tiga digit per bulan, kalo Lo bisa jaga mereka sampai Willy benar-benar maafin gue." Kata Kares membuat Garta menegakkan badannya.

" Enak nih. Ada adegan berantemnya nggak? " Kares terdiam tampak berfikir.

Januar bergerak membetulkan kacamatanya. Ini terus melorot jika ia gugup. Janu hanya takut Garta membunuh ibu dan anak itu jika bosan dengan pekerjaannya.

" Harusnya ada, gue rusak masa depannya. Dia di usir dari keluarga, utang sana sini buat hidup selama ini dan kerjanya cuma tukang kue. Hampir tiap hari si tagih utang, jadi pasti ada." Kata Kares tersenyum di sambut pelukan oleh Garta.

Januar saat itu berfikir Kares memang benar, Garta itu dirinya. Kesepakatan malam itu menjadi awal dari perjalanan panjang Garta melindungi Willy hingga menyukai gadis itu dan membenci Kares yang merusaknya.

.
.
" Biar gantian gue yang coba ketemu Chandra." Kata Januar menawarkan diri.

Tak ingin Garta kelepasan dan kembali merugi demi cinta. Apa lagi jelas Chandra yang akan menang.

" Gimana caranya? Setiap hari Lo sibuk di rumah sakit jiwa. Atau kita harus buat Chandra masuk Rsj juga?" Eno menanggapi Januar.

" Gue bakal urus sendiri. Kalian juga usaha buat ketemu Chandra." Kata Januar kembali mencari batu untuk di lempar.

" Minggu depan gue mau nonton konsernya Jirul." Kata Juna setelah melamun menatap kakinya sendiri.

" Terus Lo mau teriak-teriak bawa poster biar di notice?" Juna mengangguk menanggapi pertanyaan Eno.

" Mungkin kalo bang Chandra emang susah banget karena lukanya juga nggak main-main. Tapi Jirul masih ada kesempatan. Jadi bakal gue usahain nggak masalah harus teriak-teriak bawa poster di antara penggemarnya yang lain." Kata Juna tersenyum menatap Eno.

Kata bunda, Arjuna harus usahakan semuanya sendiri. Jadi Juna belum mau menyerah sampai saat ini saja.

.
.
.
.
.
.
.
Bersumbang ~

Maaf jarang up, maklum anak kelas 3

Problem ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang