11. rawan tantrum

275 32 0
                                    

.
.
.
.
hugs to my readers!!!

hugs to my readers!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Happy reading!!!
.
.
.
.

Menghabiskan waktu dengan Jirul dan temannya membuat Jo sadar ia tak cukup waktu dengan kedua adiknya. Pekerjaannya semakin banyak, sedangkan masalah pokok yang seharusnya ia selesaikan belum pasti. Hilman bilang kedua anaknya sudah menyetujuinya. Echan akan bekerja sama dengan Papanya, dan teman-temannya akan di alihkan untuk bekerja di agensi.

Jo tak terlalu paham spesifiknya.

Sehari setelah Jirul, Echan datang sendirian. Anak itu meminta maaf dengan penuh drama. Bahkan juga meminta maaf tentang action figur miliknya. Jo tak tau ini bisa di anggap selesai atau belum.

Yang pasti ia harus terus mengawasi dan mengarahkan Hilman. Sebenarnya disini bukan soal masalah Echan dan Jirul yang sulit di atur atau salah pergaulan. Ini juga salah Hilman yang tak bisa memahami kedua putranya dan membimbingnya.

Di depan layar komputer, lagi-lagi lelaki usia 40 tahun itu menguap. Semalam Kala demam tinggi sehingga ia begadang dengan Windi. Sialnya hari ini ia harus bekerja sehingga Windi terpaksa membawa Kala ke sekolah. Jo tak tau nasib anaknya sekarang bagaimana, ia juga sudah mencoba menitipkan pada Jirul.

Tapi kata Windi di sekolah Jirul tak sebaik itu. Jujur saja Jo semakin khawatir, bahkan hanya dengan memikirkannya saja.

"Bang, aransemen musik yang Lo kirim barusan ga masuk di telinga gue. Ga bisa gue benerin ini Lo buatnya gimana si bang?" Hendra membuka pintu studio dengan sedikit kencang.

Penampilan lelaki itu tak kalah berantakan. Sepertinya Hendra sulit beradaptasi di tempat baru. Terbukti dengan beberapa kali salah ruangan, dan sulit tidur di kantor maupun di apartemennya.

" Sabar, gue juga bingung kenapa jadi begitu."

Hendra mengusap wajahnya kasar, frustasinya sudah sampai batas. Mereka mendapat projek untuk sebuah grup musik besar, dengan deadline tiga bulan lagi. Tapi hari ini atasannya sudah meminta progres setidaknya 30%.

" Bang, ngopi dulu yuk. Gue bisa gila kalo begini terus." Hendra menyerah.

Ia tak bisa seperti ini, biasanya ia bekerja dengan santai tidak dalam tekanan dan kekesalan pada Jonathan.

" Gue udah abis ngopi, liat aja sampahnya." Jo menjawab lesu kembali memasang earphonenya.

Hendra kembali menghela nafasnya kasar, melihat bagaiman tiga buah gelas plastik bekas americano di tempat sampah menyadarkannya bahwa Jo juga tak dalam kondisi baik untuk bekerja.

" Istirahat makan siang kek apa kek, ayo." Hendra masih belum menyerah.

" Masih jam 9 Hen."

" Gapapa, udah ayo pergi dulu. Masih tiga bulan deadline-nya." Hendra menarik lengan Jonathan.

Problem ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang