26. tekanan

166 20 0
                                    

.
.
.
.
Happy reading!!
.
.
.

" dunia ini sempit ya." Willy tersenyum seusai mengatakannya.

" iya. Jadi gimana sekarang?" Garta menatapnya begitu lekat.

Chandra hanya bisa melihat dengan emosi tak terbendung. Coba lihat tangan lelaki itu tak kunjung melepaskan genggamannya pada Willy. Ini mulai menyebalkan.

Setelah acara ulang tahun kecil-kecilan, mereka duduk bersama saling bertukar penjelasan. Abangnya juga masih disana, nekat untuk tinggal takut adiknya kelepasan baku hantam.

" itu urusan kalian. Aku nggak mau ikut campur. Jadi, tolong pergi sekarang juga." Kata Willy di luar ekspektasi.

Chandra pikir perempuan itu tak akan marah. Sebab sejak awal mereka duduk ia seperti biasa-biasa saja. Echan tersenyum, sepertinya ia menang kali ini.

" ayo Gar, gue anter." Kata Chandra berdiri dari duduknya.

" kalian semua harus pergi." Willy menginstrupsinya.

" apa? Tapi akukan-"

" pergi Chan. Kasih aku waktu sendiri." Willy memotong protes an Chandra.

Echan masih belum menyerah, ia mencoba mendekat tapi di tahan Jonathan. Garta dan Chandra di dorong keluar oleh Jonathan . Ini semua tak akan berakhir baik jika mereka tak segera keluar . Ia  mengucapkan terimakasih sebelum keluar dari rumah Willy. Wanita itu pasti terguncang.

" bang! Gue mau ngomong dulu."

" dia butuh waktu Chan. Hargai perasaannya."

Garta tertunduk lesu, ia bingung harus bagaimana sekarang. Juna dan Eno terus menekannya dan Januar untuk mencari jalan damai dengan Chandra. Tapi dirinya malah terlibat masalah dengan lelaki itu. Jangan kan membujuk damai untuk Eno dan Januar, sedangkan sekedar bicara saja ia masih takut salah.

Chandra berjalan menjauh, ia memilih segera pulang. Tak peduli dengan Jonathan apa lagi Garta, ia terlanjur marah. Ini kan bukan salah Chandra. Lagi pula ia dan Willy sama-sama korbannya Kares. Meskipun konteksnya beda.

Jo hanya bisa menatap mobil adiknya yang menjauh. Kapan anak itu bisa dewasa?

" apa kabar?" Kata Jo menyapa Garta yang sejak tadi diam.

" baik bang. Kala gimana kabarnya?" Membalas ramah.

" Baik lah baik. Ayo makan, gue yang traktir. Kapan lagi main sama anak muda." Kata Jo merangkul pundak Garta.

Merebut kunci motornya lalu keduanya pergi dari sana.

.
.
.

" menurut mbak Win, mbak Willy marah nggak?" Tanya Jirul menatap punggung iparnya.

Keduanya hanya bisa menebak-nebak. Mereka pulang saat matahari terbenam, dan sampai saat ini pukul 9 malam keduanya belum dapatkan kabar apapun.

"  mungkin bukan marah." Windi meletakkan secangkir coklat panas di depan Jirul.

" terus?"

" ya mana mbak tau?" 

Jirul kembali cemberut.

" besok nggak ada jadwal?" Tanya Windi mencoba membuka kembali percakapan.

" enggak. Jirul free sampe hari Rabu. Besok ayo main bareng-bareng!" Jirul menegakkan badannya.

" lah nggak kuliah?"

" tinggal ngerjain skripsi."

" ya sana kerjain."

" iya kan judul skripsinya Jirul, pengaruh jajan dan main bagi kesehatan mental anak."

Windi hanya bisa menatap iparnya lelah. Ia tau betul anak itu keteteran soal studinya karena debut.

" besok mbak Win sama mas Jo kerja. Kamu jagain Kala aja sana."

Sebuah suara benda menghantam lantai menarik perhatian keduanya. Kala menjatuhkan botol minumnya sebab terlalu terkejut dengan ucapan ibunya.

" mama! Kenapa mama tega melakukan itu kepada kala maa! Kala ini juga membutuhkan mama! Kenapa Kala harus sama kak Ji lagi!" Anak itu memulai sesi tantrumnya.

Windi hanya bisa menghela nafas panjang. Ia lupa Kala begitu dramatis. Jika sudah begini kalau bukan sogokan anak itu tak akan pernah sembuh dari tangisnya.

.
.
.

" bang maaf gue lancang, tapi gue juga bingung kenapa mereka juga di suruh jauh-jauh dari Chandra. Sedangkan yang jelas salah itu cuma gue, Janu, Kares, sama Kevin." Garta tertunduk lesu.

Keduanya memilih mampir di sebuah warung makan sederhana. Sekedar menikmati secangkir kopi dan bak mie favorit Jo. Tapi Garta kelepasan mengatakan semuanya, tanda tanya itu terus mengganggunya jika tak segera di tanyakan ia hanya akan hancur sendirian.

" kalo soal itu sih, yang jelas Hilman ngerasa kalian semua anak bermasalah. Jadi walaupun Eno sama Juna juga nggak bersalah buat Hilman mereka juga salah. Satu-satunya cara kalian buat selesai ya cuma nunggu Hilman keluar, atau buat janji temu sama tu bapak-bapak. Omongin baik-baik."

Jo memang masih tak bisa menerima mereka. Apa yang mereka lakukan di masa lalu benar-benar merusak adik-adiknya. Tapi disisi lain, mereka juga kebingungan. Tersiksa oleh rasa salahnya. Sedangkan tak semua kesalahan ada pada mereka.

" gimana ceritanya kok Lo bisa kenal sama Willy?" Jo bertanya setelah menyeruput kopinya.

" ceritanya panjang. Intinya waktu Kares bilang dia pernah perkosa anak orang gue langsung cari tau semua soal Willy dan Willy beneran hancur karena Kares. Tapi si bajingan itu nggak mau tanggung jawab, gue udah berusaha bujuk buat dia tanggung jawab sama apa yang udah dia lakuin ke perempuan se baik Willy, tapi semua ga ada gunanya. Willy terlanjur takut sama Kares. Bahkan liat mukanya aja dia bisa beneran tremor." Garta men-jeda sebentar ceritanya saat pesanan mereka datang.

" Waktu itu karena gue nggak bisa paksa Kares lagi, terpaksa gue lakuin apa maunya Kares dari awal. Yaa jagain Willy. Meskipun waktu itu gue juga sama bajingan-nya kayak Kares, tapi setidaknya gue bisa bantu orang sebaik Willy. Dan yaudah begini akhirnya." Lanjutnya seakan Jo sudah tau apa yang terjadi setelah itu.

" Lo suka sama Willy?"

" siapa sih yang nggak suka sama cewek sebaik dia?" Garta tersenyum menatap Jo.

" Echan juga suka sama Willy. Bersaing yang sehat, karena Lo masih kriminal di mata Echan. Sedangkan sekarang Lo sama Echan punya titel baru karena kalian sama-sama temen Kares." Jo rasa ini akan seru.

Ia bisa bertaruh pada istrinya jika Echan tak akan menang. Adiknya melawan masa lalu perempuan itu.
.
.
.
.

Willy menghela nafasnya lelah. Ia mengusap kepala Adin yang tengah tertidur pulas. Semua kejutan di hari ini sungguh menyiksa dirinya. Kenyataan tentang buruknya masa lalu Chandra dan Garta benar-benar sulit ia terima.

Kares adalah orang yang paling ia benci. Bersyukur lelaki itu sudah mati, tapi di matanya teman Kares itu sama saja. Perempuan itu menatap lurus pada foto Adin masa balita. Adin memang sangat mirip dengan ayahnya. Willy berani kehilangan semuanya demi anak itu.  Tapi nyatanya ia tak berani kehilangan Chandra.

Bohong kalau ia tak suka lelaki aneh itu. Bohong kalau Willy tak merasa aman di dekat Echan. Bohong kalau Willy bisa marah dengan lelaki yang Adin panggil ayah. Willy mulai bisa membuka hati tapi begitu mengetahui hubungan Echan dengan Kares, Willy ketakutan sendiri.

Pesan beruntun terus ia dapat dari Chandra. Mengapa lelaki sesibuk dan seterkenal Echan mau membuang waktu untuk seorang single mom seperti dirinya?

" udah Chan, aku baik-baik aja. Kamu jangan kesini dulu buat beberapa hari. Aku takut." Perempuan itu mengetiknya dengan sangat lambat.

Willy harap lelaki itu bisa sedikit bersabar menunggunya sembuh.

.
.
.




Problem ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang