18. tulisan takdir

241 28 1
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.

Jirul tersenyum melihat Jihan baru saja melepas apronnya. Malam ini mereka makan di rumah Jihan, dengan ayahnya -Mas Kun-, dan ibunya. Meski sikap Kun sedikit ganjil pada Jirul tapi anak itu merasa di terima disana. Mungkin rasanya seperti rumah.

" Gimana kabar papa?" Tanya Mas Kun setelah lama terdiam.

" Sehat mas, besok lusa sidang akhir. Maaf kalo Papa buat kacau semuanya." Kata Jirul penuh perasaan bersalah, ia tau betul begitu banyak uang yang papa keluarkan demi menyelamatkan anak-anak nakal yang ingin membunuh putranya.

" Gapapa, kalo gue ada di posisi Hilman pasti bakal lakuin hal yang sama. Echan gimana?" Tanya Kun menerima piring yang di berikan istrinya.

" Kak Echan belum mau ngomong. Beberapa hari yang lalu abis bang Garta main, sempet ngamuk lempar-lempar laptopnya. Menurut mas Kun Jirul harus gimana?" Raut Jirul berubah sendu, anak itu menatap Kun penuh harap.

Kun tampak berfikir keras.

" Echan lagi capek Ji, jagain dia baik-baik. Ibarat rumah Lo satu-satunya tiang ter-kokoh yang bisa jadi tumpuan. Bantu Echan sembuh." Kata Kun setelah memejamkan mata seakan menerawang jauh entah kemana.

Dia merasa kakaknya berbeda, tentu saja. Siapa yang akan baik-baik saja saat mengetahui fakta bahwa dua orang sahabatnya di bunuh ayahnya sendiri? Belum lagi kenyataan bahwa ia harus di tinggal oleh orang-orang yang penting di hidupnya. Tentu saja Jirul juga mengalami hal yang sama, tapi kak Echan berbeda.

Kakak sudah berusaha sekuat tenaga menyelamatkan karir papa, tapi ternyata waktu menghancurkannya.

" Ji, semua butuh waktu. Keluargamu lagi di uji. Sekarang, makan dulu yang banyak ya, biar kuat." Ucap ibu Jihan mengusap kepala Jirul.

Jirul tersenyum menerimanya.

Kapan terakhir kali ia di berikan perhatian sedemikian baiknya? Mengenal Jihan, Jirul jadi merasa kembali ke masa kecilnya.

" Gak usah nangis, cengeng amat si cowok gue?" Kata Jihan mencubit lengan Jirul.

Tawa kecil tercipta disana.

" Oh iya, gimana sekolah Lo." Kun memecah keheningan di antara makan malam.

" Aman mas, gue cuma agak suntuk di kamar mulu. Capek liat layar komputer." Kata Jirul menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

Ruangan terasa hangat.

" Tahan dulu Ji, tinggal 5 bulan lagi juga lulus." Jihan menanggapi.

" Abis lulus kamu mau ngapain ?" Pertanyaan ibu Jihan menerbitkan senyum di bibir Jirul.

" Rencananya mau ambil Sastra inggris di Singapura Tante, tapi nggak tega tinggalin kak Echan. Jadi masih cari kampus yang cocok." Kata Jirul setelah berfikir sangat lama.

" Apapun pilihan mu, itu pasti yang terbaik Ji. Kamu malam ini tidur sini kan?"

" Engga Tan,kasian kak Echan kalo cuma sama suster."

Jihan menepuk pelan lengan Jirul.

" Katanya mau nonton Netflix sama gue. Kalo ga jadi nanti mau kapan?" Tanya Jihan tanpa malu di depan orang tuanya.

" Kapan kapan, orang ganteng lagi sibuk sekarang." Kata Jirul mengacak rambut Jihan gemas.

" Tuh yah! Lihat! Jirul tu nakal." Adunya pada Kun.

Problem ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang