penasaran

77 8 0
                                    

Taeyong menatap 4 lukisan milik Karina yang tak jadi ia jual. Lukisan dengan wajah gadis yang ia lihat malam itu dan sudah ia tanyakan pada teman-teman Karina. Namun hasilnya, tak ada satupun yang mengenali gadis itu. Bahkan Winter, teman Karina yang kemana-mana selalu berdua dengan adiknya itu juga tak mengenal siapa gadis itu.

"Aku yakin... Aku tak salah ingat. Dia gadisnya. Tapi... Siapa dia? Dan kenapa dia nampak panik setelah mengenaliku?"

"Apa dia ada hubungannya dengan para preman yang membuat Karina tiada?"

"Tapi para preman itu tak menyebutkan nama orang lain. Bahkan mereka sudah mengakui kalau mereka dibawah pengaruh alkohol saat itu..."

Taeyong terus memperhatikan setiap detail lukisan itu. Bahkan makin ia perhatikan, rasanya setiap lukisan itu nampak aneh. Apalagi lukisan saat gadis itu nampak tertidur.

"Jika mereka saling kenal, berarti mereka sangat dekat sampai Karina bisa melihatnya tidur seperti ini..."

Tak lama, suara pintu terbuka membuatnya berbalik dan sedikit mendapatkan harapan.

"Bagaimana?" Tanyanya pada Doyoung, salah satu teman kepercayaannya yang ia mintai tolong untuk mencari informasi mengenai gadis pada lukisan Karina.

"Aku tak tahu ini informasi yang pas atau tidak. Tapi orang yang aku bawa ini mungkin bisa memberi tahumu..."

Taeyong mengerutkan alis sementara Doyoung mempersilahkan seorang pemuda masuk kedalam ruangan itu.

Kedua pandangan mereka bersiborok, dimana seakan saling menelisik satu sama lain.

"Kau... Siapa?"

"Jaemin... Na Jaemin. Kau Lee Taeyong? Kakak Lee Karina?" Tanya Jaemin to the point' yang membuat alis Taeyong makin berkerut. Apa pemuda ini salah satu teman adiknya? Tapi dia tak ingat Karina pernah berteman dengan anak semuda itu.

"Iya... Kau kenal adikku?" Tanya Taeyong sambil memasukkan tangannya kedalam saku celananya.

"Tidak..." Jawab Jaemin santai yang membuat Taeyong dan Doyoung menatap aneh padanya.

"Tapi kau mencari informasi tentang gadis dalam lukisan adikmu itu,kan?"

"Iya. Kau mengenalnya?" Tanya Taeyong balik yang dibalas anggukkan pelan Jaemin.

"Aku teman kak Ten yang ingin membeli lukisan itu. Aku cukup kaget wajah temanku menjadi obyek lukisan adikmu... Dengan sempurna..." Ucap Jaemin sambil menoleh pada deretan lukisan dibelakang Taeyong.

"Siapa dia?"

"Temanku. Kami cukup...dekat?" Ucap Jaemin menggantung dengan diakhiri kekehan pelannya.

"Maksudmu? Kalian sahabat?"

"Bisa dikatakan begitu. Tapi ada satu hal yang menarik. Seperti sebuah garis lurus yang membuatku penasaran dan ingin menemui mu.." ucap Jaemin kembali menatap Taeyong hingga membuat pria itu mengerutkan alisnya. Dari tatapannya, Taeyong menduga kalau pemuda dihadapannya itu tak sedang main-main.

"Apa?"

"Lia... Dia sempat kecelakaan di sungai, pada hari yang sama saat adikmu meninggal di sungai yang berbeda..."

Doyoung menoleh pada Taeyong yang nampak makin serius mendengarkan Jaemin. Tentu pria itu khawatir karena ia tahu betul Taeyong masih trauma dengan kejadian itu.

"Lalu? Dia selamat,kan?"

"Hhmm... Dia selamat. Meskipun hasil diagnosa dokter ia mengalami amnesia..."

Jaemin menatap Taeyong lebih intens lagi membuat Taeyong tak bersuara karena ingin mendengar kelanjutannya.

"Adikmu... Dia pintar... Terutama di bidang matematika,benar?"

Taeyong mengangguk pelan. Ia tentu tahu karena memang Karina sangat berprestasi sejak sekolah dasar dalam pelajaran itu.

"Lalu, apa hubungannya dengan gadis di lukisan itu? Siapa namanya kau bilang tadi?"

"Lia..."

"Iya, Lia. Apa hubungannya dengan itu semua?" Tanya Taeyong membuat Jaemin kembali menoleh pada lukisan wajah Lia. Terutama lukisan saat Lia tertidur, itu adalah lukisan yang paling menarik untuknya.

"Lia itu...bukan gadis yang pintar sebelumnya. Bahkan bisa dibilang nilainya masuk sebagai nilai terendah di angkatan kami..."

"Tapi sejak dia amnesia, dia menjadi sangat pintar. Aneh. Dia yang dulu pendiam juga sekarang menjadi sangat aktif dan pandai berekspresi. Jauh berbeda dengan yang dulu. Lalu yang paling menarik adalah..."

Keduanya kembali bersitatap dengan Taeyong yang memasang wajah serius dan Jaemin yang menunjukkan senyum tipisnya.

"Dia sering salah menulis nama dan tanggal lahirnya..."






































Lia bosan. Ia bosan di kamar tapi tak diizinkan Seungcheol keluar dari kamar sementara pria itu sudah kembali bekerja karena pelanggan yang membeludak sejak sore.

Tadi siang ia sempat dikunjungi oleh Ryujin dan Chaeryeong yang khawatir padanya. Bahkan kedua gadis itu sempat berpikir Lia kabur dengan Jaemin karena kebetulan sekali pemuda itu juga tak hadir di kelas.

"Bosan...bosan...bosan..."

Masih dengan plaster demam menempel di kening, Lia turun dari ranjang dan berjalan menuju jendela. Membuka tirai yang selalu tertutup dan melihat langit yang sudah mulai gelap. Bukan tanpa alasan tirai jendela itu tak pernah dibuka. Itu karena dibawah adalah cafe dan di depannya ada jalan yang cukup ramai orang berlalu lalang.

Lia memperhatikan langit yang nampak bersih dari awan hari ini membuat sedikit gurat kesedihan di wajahnya saat mengingat sesuatu yang mulai ia sedikit rindukan.

Tangannya terangkat menyentuh kaca jendela hingga kulitnya terkena cahaya lampu dari luar. Pucat. Entah kenapa ia merasa kondisi kulitnya memburuk. Seperti sesuatu yang layu dan kehilangan kehidupannya.

"Aku gak tau apa yang terjadi, kenapa semua sampai sejauh ini. Perasaan asing,tapi membuatku tak ingin pergi. Namun di sisi lain, ada rasa rindu namun mengecewakan..."

Tanpa sengaja saat Lia hendak menutup tirainya lagi, ia melihat seseorang berdiri di seberang jalan yang tengah menengadah, menatap ke arahnya. Tangannya tak sadar menggenggam erat kain tirai saat perasaan campur aduk muncul hingga membuatnya merasa mual dan lemas.

"Karina..."

Matanya membulat saat ia berhasil menangkap gerakan bibir pria tadi hingga ia langsung menutup tirai dengan cepat. Berbalik memegangi dadanya yang terasa bergemuruh dan isi perut yang seakan longsor semua.

"Ke-kenapa? Kenapa dia bisa panggil aku, Karina?"

Gadis itu menggeleng cepat mencoba menepis segala pikiran buruknya, namun rasa percuma. Kepalanya malah menjadi pusing karena kondisinya yang masih belum pulih. Bahkan memburuk dirasa. Meringis, Lia memilih duduk di kursi sofa single yang ada di kamarnya. Menggigit bibir ketakutan seakan dirinya baru saja terpergok melakukan dosa besar.

"Gak... Gak mungkin kak Taeyong sadar. Gak mungkin dia sadar kalau aku Karina yang ada di badan Lia..."








.
.
.










UntukMu [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang