Jerella ; 02

1K 153 66
                                    

Bertubi-tubi kecupan, Jerella rasakan hingga pipinya terasa basah karena Prince. Katanya, itu hadiah yang harus ia dapatkan karena telah juara dalam pertandingan bola siang tadi. Dan ya, meski harus menjadi korbannya, Jerella tak dapat menolak, anggap saja Prince memang deserve untuk ini.

"Prince, ini yang terakhir, oke?"

"Oke-oke. Satu kali lagi."

"Sungguh?"

"Sungguh, aku janji."

"Baiklah."

Jerella menghela nafas pasrah lalu menerima kecupan terakhir darinya. Betul, setelah itu ia tak lagi merasakan serangan apapun. Anak itu terdiam terkelitik sendiri, mungkin dia masih berbunga-bunga karena dapat mengecupi pipi Jerella dengan bebas dan puas.

"Lain kali, akan Bibi batasi ciumannya."

"Mengapa?" Prince memandang polos, tidak menyadari noda di pipi Jerella yang sebenarnya tidak membuatnya tidak senang juga. Jerella tetap suka dengan ulahnya itu. "Apa aku terlalu keras menciumnya? Atau ... Bibi tidak suka aku cium?"

Jerella tersenyum gemas. "Bukan tidak suka. Bibi merasa cukup geli jika sebanyak itu."

"Tapi aku hanya mencium, bukan menggelitik!"

"Tetap saja."

Prince menghela nafas lalu duduk di samping pengasuhnya. "Baiklah, aku mengerti. Jadi apa aku bisa cium Bibi sehari satu kali?"

"Apa?"

"Bibi tidak suka aku cium terlalu banyak, kan? Jadi sehari satu ciuman pasti boleh."

"Apa?" Jerella menggeleng. "Tidak."

"Kenapa tidak?" decak anak itu mendesak.

"Lagipula untuk apa?" Jerella terkekeh.

"Aku akan merasa senang, Bibi. Aku suka pada pipi Bibi yang lucu itu."

"Apa?" Jerella tertawa. "Apanya yang lucu?"

"Aku serius," tegas Prince, ikut gemas. "Pipi Bibi itu semacam mandu kesukaan ayah. Putih, penuh, dan kenyal. Ayah pasti suka."

Jerella tertawa renyah, lalu memegangi sebelah pipinya untuk merasakan apa memang benar seperti itu? Tapi memang, pipinya bukan pipi tirus yang orang-orang miliki. Pipinya akan dengan percaya diri mengembang bila ia tersenyum atau dilihat dari belakang.

"Apa pipi Bibi terlihat sebulat itu?"

"Benar."

Jerella mendesah. "Jangan menghinanya."

"Justru aku suka."

"Benarkah?" Prince mengangguk. "Kau ini ... pintar sekali mengambil hati Bibi."

"Aaakh!"

Prince berteriak karena kedua pipinya dicubit gemas oleh Jerella. Melihatnya yang tampak kesakitan, Jerella pun mengecup penuh kasih sayang kedua pipi anak itu.

"Kamu harus makan dengan banyak, nanti kita bisa punya pipi yang sama."

"Tidak mau."

JerellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang