14

777 114 21
                                    

Alohaaa~

.
.
.

Setelah dirawat inap selama dua hari, Wei Wuxian sudah diperbolehkan pulang sementara Wangji masih harus berada disini setidaknya sampai besok.

Ia memang tidak memiliki luka yang cukup serius seperti Wei Wuxian, namun Wangji cukup banyak kehilangan cairan tubuh ; dehidrasi, yang menyebabkannya harus dirawat lebih lama ketimbang juniornya.

Kalau dipikir lagi, selama Wangji terkurung di rumah itu ia memang hampir tidak pernah melakukan aktivitas berat. Keluarganya selalu menuntutnya untuk belajar, dan hampir tidak pernah membiarkannya berkeliaran terlalu lama di luar ruangan.

Hari-hari yang ia lalui di sana bagaikan sudah di-setting pada mode default. Dirinya selalu terjebak dalam rutinitas yang sama, pada jam yang sama, sampai membuatnya muak. Ketika Wangji bercermin, kadang ia mempertanyakan eksistensinya sebagai manusia.

Apakah manusia memang hidup seperti ini?

Apakah orang-orang di luar sana menjalani kehidupan serupa sepertiku?

Ketika terkurung di antara dinding kokoh beratap megah di kediaman Lan, Wangji selalu merasa jika warna dalam dirinya kian memudar seiring tekanan yang dibebankan padanya bertambah. Ia tidak bisa menunjukan emosinya secara gamblang, mereka seolah telah melucuti sisi kemanusiaan Wangji dengan dalih tradisi turun temurun keluarga Lan sebagai Klan terpandang.

Dan Wangji tidak pernah menyangka jika hari dimana akhirnya ia bisa melarikan diri dari penjara itu akan tiba.

Meski rasanya dirinya harus tertatih-tatih, menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya di dunia yang sama sekali berbeda dengan rumah itu. Membuat tubuhnya terbiasa dengan aktivitas berkeringat yang hampir tidak pernah ia lakukan ketika berada disana.

Dan meski, dengan konsekuensi dimana dirinya harus menanggung rasa bersalah yang akan menghantuinya seumur hidup.

Rasa bersalahnya pada sang kakak yang sudah mengorbankan dirinya demi kebebasan Wangji.

Tok

Tok tok

Tok

Ketukan bernada di pintu kamar inapnya seketika memecah kemelut yang semula bercokol di kepala Wangji.

Tak berapa lama terlihatlah seseorang yang tengah melongokkan kepalanya di celah pintu, seolah memastikan keadaan di dalam ruangan. Saat kedua iris mereka bersibobrok, senyum cerah seketika terbit di bibir yang tengah sibuk mengulum lolipop.

"Yo, ku kira kau sedang menangis karena aku akan pulang duluan."

Wei Wuxian masuk dan langsung menyambar kursi untuk diseret lebih dekat ke arah ranjang Wangji. Pakaian juniornya sudah berganti, tidak lagi mengenakan pakaian rumah sakit yang menandakan bahwa Wei Wuxian sudah akan pulang.

Wangji sendiri tidak menggubris godaan juniornya barusan, melainkan hanya berdecak sembari merotasikan iris emasnya sebagai tanggapan.

"Oh ayolah, tebak siapa yang akan bosan jika aku tidak ada disini?"

Seperti biasa, setiap kali berkunjung kemari ia selalu menaikan kakinya ke atas pangkuan Wangji. Tidak ada maksud tertentu, sih. Hanya saja itu seperti sebuah hiburan menyenangkan setiap kali melihat bagaimana raut wajah Wangji berubah saat Wei Wuxian melakukannya.

Dan seperti sebelumnya juga, Wangji akan menepis kaki Wei Wuxian sambil memelototinya.

"Tebak, siapa yang tidak peduli?"

Boy Meet BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang