23

388 92 21
                                    

Tahan emosi, Jan pada tantrum wkwk

.
.
.

"Aku mengejarnya seperti orang gila. Memanggilnya sekuat tenaga. Aku melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah ku lakukan. Jika diingat lagi sekarang, aku merasa seperti orang paling bodoh di muka bumi."

.
.
.

Binghe berjalan mondar mandir di depan pintu kamar adik bungsunya dengan wajah cemas. Sesekali berhenti dengan tangan terangkat seolah hendak mengetuk pintu tapi kemudian urung dan kembali berjalan kesana kemari.

Kemarin adiknya pulang dengan wajah yang terlihat sembab. Meski Wei Wuxian berusaha menutupinya, nalurinya sebagai seorang kakak tidak bisa dibohongi. Pasti ada sesuatu yang buruk terjadi pada adik bungsunya itu.

Huacheng yang melihat tingkah kakaknya hanya bisa menggeleng maklum. Ia baru selesai membantu Binghe menata piring untuk sarapan mereka lalu menaiki tangga menghampiri kakaknya yang untuk kesekian kalinya berusaha mengetuk pintu kamar itu.

Tok tok tok

"A Cheng!" Binghe terkejut karena Huacheng mendahuluinya. Adik tengahnya itu hanya tersenyum, "A Xian, waktunya sarapan."

Hening tidak ada jawaban.

"Dia tidak menjawab. Bagaimana jika ada sesuatu yang buruk terjadi?" Ujar Binghe yang semakin digerogoti kecemasan.

Tok tok tok

"A Xian?" Huacheng kembali memanggil. Tapi seperti sebelumnya, di dalam sana terdengar sangat sunyi seperti tidak ada kehidupan.

"Kita harus mendobraknya!" Seru Binghe membuat Huacheng terkejut, "tapi-"

"A Cheng, bagaimana jika terjadi sesuatu pada A Xian? Ah aku tidak mau memikirkannya. Awas, aku akan mendobraknya."

Binghe sudah bersiap untuk mendobrak pintu itu. Namun untungnya tak lama terdengar suara kunci diputar dan pintu terbuka, memunculkan sosok Wei Wuxian dengan wajah bantal yang mengindikasikan bahwa si bungsu baru saja bangun. Matanya memicing menatap kedua kakaknya kesal.

"Kenapa berisik sekali? Ini hari libur setidaknya biarkan aku tidur sedikit lebih lama~" Rengek Wei Wuxian kesal yang seketika membuat kedua kakaknya melongo bingung.

Reaksinya tampak sangat normal untuk seukuran orang yang beberapa hari ini bertingkah layaknya dunia runtuh. Kemana perginya wajah sedih dan kuyu Wei Wuxian yang beberapa hari belakangan menghiasi wajahnya?

"A Xian, kau baik-baik saja?" Binghe memastikan.

Kedua alis si bungsu menukik seolah keheranan, "Apa ada sesuatu yang membuatku terlihat tidak baik?"

Binghe dan Huacheng saling pandang.

"Sudahlah, aku mau tidur lagi." Wei Wuxian bersiap kembali masuk, sebelum menutup pintu ia sempat memperhatikan penampilan kakak tertuanya lalu melemparkan sebuah komentar dibarengi seringai mengejek, "Da Ge, singkirkan apron menggelikan itu. Itu sangat tidak cocok dengan tubuh berotot milikmu."

Blam

Pintu tertutup rapat, meninggalkan kedua kakaknya yang terpaku shock.

"A Cheng, kapan terkahir kali adik kita bersikap kurang ajar begitu?"

"Ah, sepertinya sudah cukup lama."

Mereka kembali saling berpandangan. Lalu, seakan terkoneksi oleh satu pemikiran yang sama mereka mengangguk.

"Memang ada yang salah dengannya."

.
.
.

"A Xian, apa kau ada acara Minggu ini?"

Boy Meet BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang