Kesialan menimpa Sasa. Benar sesuai dugaannya, William si tukang palak itu mencegat kedatangan Sasa keesokkan pagi di tengah perjalanan menuju kelas.
"Dor!" katanya sambil tertawa-tawa.
Orang-orang niat jahat selalu sudah ketahuan dari wajah. Mungkin sebagian tidak karena tingkat manipulasi orang beda-beda, tapi mengingat ini adalah William yang notabenenya teman satu kelas Sasa dulu. Tentu gadis itu hapal betul tindak-tanduk pewaris tunggal Mattias yang bertanduk.
"Mau apa lo?" Sasa memasang posisi siaga. Dia memegang tasnya sendiri dengan mata menatap awas.
"Mau ngerampok. Mwoahahaha." William berkacak pinggang. Lagi laki-laki itu menunjukkan wajah tengilnya. "Gue tahu rahasia lo."
"Hah? Rahasia apa?" Sasa menunjukkan wajah bingung, tak paham apa yang china sipit ini katakan.
"Jangan pura-pura lupa deh. Gue kemarin mergokin lo sama Decky lagi anu-anuan kan?"
"Anu-anuan apa? Lo ngomong apa sih, China!"
"Jangan rasis Sumatera." William marah, dia menatap galak pada Sasa. "Jangan bawa-bawa suku, nanti komunitas gue marah."
Sasa hanya menunjukkan wajah sebal pada William. Tak lama, dua cecunguk lain datang menyusul laki-laki itu. Akbar dan Firman, tanpa diundang, tahu-tahu mereka sudah ada di samping kiri-kanan William.
"Lo mau apa?" tanya Sasa sekali lagi.
"Kerjain pr gue, atau gue kasih tahu Stevi kalo lo ada main di belakang dia."
"Main apa?"
"Ahh, udah nggak usah banyak bacot."
William menarik tas Sasa dan menyeret gadis itu menuju parkir lama sekolah yang sudah tidak dipakai. Dia memerintah satu temannya untuk menggeret meja dan meletakkan buku tugasnya di sana. "Kerjain. Harus bener ya, kalau salah, gue cari lo."
"Apaan sih, Wil? Kenapa lo nyuruh-nyuruh gue! Gue nggak mau."
"Hoo, mau melawan sama paduka William?"
"Emang ada apa sih, Wil?" Firman bertanya. Dia yang tidak tahu apa-apa dan hanya mengikuti William sebagai pemimpin geng bergajul sekolah merasa bingung dengan situasi yang terjadi.
Dahulu saat masih berstatus sebagai siswa tahun pertama sekolah. William memang sudah sering menyuruh Sasa mengerjakan tugasnya. Merampas paksa pr gadis itu lalu menyalinnya tanpa persetujuan pemilik.
Saking sama salinan yang William buat, bahkan coretan dan tip-x nya pun laki-laki itu tiru juga. Alhasil dia sering ketahuan dan kena marah oleh guru, tapi William mana peduli. Tetap saja dia menyontek tugas Sasa.
"Bisnis, Man. Bisnis. Lo nggak tahu apa-apa mending diem deh. Sekarang gue udah punya orang yang bakal ngerjain semua tugas gue. Sasa orangnya."
"Kok gue?"
"Lo mau gue bocorin beneran soal lo sama si x dari ruang kelas berduaan. Kalo gue bocorin lo bakal..."
"Jangan Wil." Sasa menyerah, rasa takut dirundung oleh kelompok ratu sekolah itu membangkit trauma besar bagi Sasa. "Iya, deh gue kerjain. Tapi jangan dibilang ya, Wil."
"Oke." William memberi jempol.
"Hah? Sama siapa, Wil? Sasa berduaan di kelas sama siapa? Kasih tahu gue dong."
"Sama cowo, Bar. Serem kan." William mulai membuat fitnah dengan menunjukkan wajah menuduh ketara. "Padahal keliatan kayak orang bener."
"Sama cowo?! Ya ampun, Sa. Gue pikir lo polos-polos gampang ditipu, ternyata centil juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Pretty Like Blood In The Snow
Mystery / ThrillerSasa Bila jatuh cinta pada teman sekelasnya. Seperti kebanyakkan remaja laki-laki yang digambarkan menarik, Yudith memukau pada pandangan pertama. Namun, kisah cinta itu tidak berjalan mulus lantaran Yudith yang terasa berbeda dan aneh. Hingga di su...