Abyan adalah orang yang pertama kali Yudith sambut di cottage pinggiran kota J. Hujan turun rintik-rintik, gemuruh beberapa kali lewat di antara tumpukkan awan untuk menyampaikan pesan, kalau sebentar lagi, mereka akan menurunkan tentara air dalam jumlah fantastis ke bumi.
Hawa dingin perlahan ditiup, membuat buku halus tipis yang tumbuh di belakang leher menjadi meremang.
"Tumben lama? Darimana?"
Tak ada jawaban. Sosok yang mendapat pertanyaan duduk di samping Abyan dan ikut menatap ke depan. Hari ini mereka akan menjemput salah satu anak asuhan Nyonya Donna dari pelanggan tetap mereka.
Penjabat yang menyewa adalah seorang hakim yang sedang menangani kasus penggelapan uang bantuan. Namanya sedang melambung tinggi karena beberapa kali disebut di layar tv.
"Tuan Rasid ya, Yan?"
"Apanya?"
"Yang lagi sama Arini."
Abyan mengangguk. "Iya, dia emang udah langganan sama Arini. Kira-kira dalam tiga bulan ini lah. Dia nggak mau ganti yang lain, katanya Arini yang paling enak."
"Paling enak apa suka?" ucap Yudith. "Dimana-mana lubang mah sama aja, Yan. Nggak ada istilah yang paling enak."
Abyan tersenyum, melirik sedikit pada temannya. Yudith memang begitu, di matanya tidak ada satu pun wanita yang akan terlihat spesial. Dia hanya akan terus memandang kaum wanita sebagai objek pemuas, tidak lebih.
Karenanya, sebanyak apa pun perempuan cantik yang menggoda di distrik hiburan, Yudith tidak akan tergiur. Tatapannya bahkan selalu sama tiap kali terlibat obrolan yang dipaksa karena urusan pekerjaan, selain dari hal mendesak. Yudith akan bersikap dingin dan jarang menggubris peliharaan Nyonya Donna.
"Arini kan juga masih oke banget, meskipun nggak terlalu mengkal lagi. Dua delapan apa ya umurnya, gue lupa. Masih dalam masa-masa performanya lah dalam melayani laki-laki hidung belang kayak Tuan Rasid. Pasti Tuan Rasid suka, tapi suka apa dulu itu yang nggak kita tahu. Bisa jadi dua-duanya."
"Kalau Arini sendiri?"
"Suka juga kalik, Tuan Rasid kan kaya. Orang kalau udah terlibat hubungan badan, biasanya tumbuh benih-benih saling mengagumi satu sama lain. Interaksi menimbulkan cinta, Dith."
"Pfft." Yudit tertawa kecil meremehkan. "Cinta? Gue nggak percaya sama hal begituan. Lubang ya lubang aja. Nggak ada istilah perasaan kayak gitu."
"Lo aja yang belum ngerasain, Dith."
"Emang lo pernah jatuh cinta?"
"Pernah."
"Sama cowo?"
"Lo dong."
"Anjing lo!" Abyan tertawa geli. Laki-laki itu memukul bahu Yudith, sementara sosok di sampingnya menatap dengan ekspresi datar. "Najis. Sana jauh-jauh dari gue."
"Gue kan ganteng juga, Dith."
"Yan, nggak lucu. Nanti gue kesel gue pukul lo."
"Iya, ya. Maaf. Sensi amat sih, Dith. Sabar, Dith. Orang sabar di sayang Tuhan."
Yudith kembali memasang wajah datar, mengobrol dengan Abyan memang hanya akan memancing kemarahan saja.
Laki-laki itu memilih bersandar di kursi sambil menatap pemandangan di depan. Tepat di belakang mereka, cottage yang disewakan untuk Tuan Rasid dan Arini hanya dibataskan oleh tembok beton, membuat suara erangan dua manusia itu terdengar saling bersahutan.
Namun baik Abyan atau Yudith, tak satu pun dari mereka merasa terganggu. Keduanya sama-sama memasang tampang datar.
Tak selang beberapa, sosok yang mereka tunggu keluar juga dari ruangan, lalu menyapa dua rekannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Pretty Like Blood In The Snow
Misterio / SuspensoSasa Bila jatuh cinta pada teman sekelasnya. Seperti kebanyakkan remaja laki-laki yang digambarkan menarik, Yudith memukau pada pandangan pertama. Namun, kisah cinta itu tidak berjalan mulus lantaran Yudith yang terasa berbeda dan aneh. Hingga di su...