9. Para Perundung

89 8 0
                                    

Tak ada lagi kedekatan, sejak kejadian itu Sasa mulai merasa Yudith menciptakan jarak dengan dirinya. Tak ada lagi senyum ramah atau sekedar obrolan basa-basi.

Yudith juga sudah mulai meninggalkan kelas, saat istirahat, dia keluar dengan Abit menuju tempat nongkrong lain. Pagi-pagi buta jika Sasa melintas melewatinya, Yudith tidak menyapa. Dia diam saja seperti batu dan Sasa merasa sedih atas hal itu.

Apa Sasa terlalu menuduh berlebihan? Apa dia sudah membuat Yudith kecewa karena kelakuannya? Mencuri memang tidak baik, apa pun alasan pembenaran di baliknya. Mengambil barang orang lain tanpa izin adalah perbuatan kriminal. Titik tidak pakai koma.

Sasa ingin memperbaiki hubungannya dengan laki-laki jago gambar itu, berhari-hari dia kepikiran, tapi terlalu takut untuk memulai obrolan. Jadi hari-hari berikutnya hanya Sasa lalui dengan memperhatikan Yudith.

Semakin jauh pengamatannya, semakin Yudith tampak menarik untuk di lihat. Apa pun yang dia lakukan terasa memukau di mata Sasa.

Cara dia berjalan, cara dia berbicara dengan yang lain, cara dia menanggapi guyonan Abit dan Akbar. Atau momen saat satu kelas tak ada yang tahu jawaban dari quis yang guru ajukan, Yudith sendiri yang angkat tangan, memukau seisi kelas.

Semua kegiatan itu ternyata normal adanya, tak ada yang aneh. Pikiran Sasa saja kemarin yang menunduhnya berlebihan.

Hari ini, usai jam pelajaran terakhir, Sasa berniat untuk mengajak ngobrol Yudith sebentar. Dia sudah menyiapkan coklat sebagai tanda menyesal dan minta maaf. Sasa ingin dekat dengan Yudith lagi, ingin bercanda, ingin memuji ketampanan laki-laki itu terang-terangan. Dia tak mau ada sekat di antara mereka berdua. Sasa iri melihat gadis lain di kelas bisa berbagi canda dengan laki-laki itu sementara Sasa hanya bisa memandang dari jauh.

Sasa juga ingin. Dia mau dekat-dekat orang pintar macam Yudith. Belajar matematika sendiri membuat kepalanya pusing, gadis itu tidak menemukan tempat bertanya selain pada Yudith seorang saja.

Kenapa dulu Sasa menjauhi Yudith dan mencurigai laki-laki itu? Padahalkan Yudith baik.

Namun, baru saja benda terakhir masuk ke dalam tas. Sosok yang ingin Sasa ajak bertemu tahu-tahu sudah sampai di depan pintu. Cepat betul, apa kaki Yudith memang sejenjang itu sampai dia melangkah satu meter satu meter setiap berjalan.

Sasa tergesa bangkit, mencangklongkan tasnya di bahu lalu mengejar teman sekelasnya. Tapi macam lele lincah, lagi-lagi dia gagal, Yudith tak ditemukan dimana pun. Laki-laki itu hilang seperti kasus korupsi di persidangan.

"Yahh, dimana dia?"

Tak patah arang. Sasa melakukan penelusuran, dia sudah memberitahu Decky kalau hari ini mereka tidak bisa pulang bersama, jadi gadis itu punya banyak waktu untuk bertahan di sekolah menemui Yudith.

Langkahnya menelusuri koridor kelas, mulai dari yang tahun pertama, kedua, sampai ke sekitar kantin, tapi tak ditemukan siapa pun. Sasa memutar kembali menyusur daerah gedung olah raga. Mungkin Yudith ada di sana.

Saat gadis itu baru akan menuju gudang penyimpanan peralatan. Tiba-tiba segerombolan orang menghentikan langkahnya dan membuat Sasa membeku di tempat.

"Stevi?"

"Hai, mau kemana, Manis?"

Mereka berlima, dengan Nisa, si kembar Dea dan Defa, dan juga April. Gadis berbadan besar tinggi macam anggota atlit angkat besi. Sasa yang menangkap sinyal bahaya mundur selangkah, gadis itu memasang posisi siaga dengan teror yang terpasang di wajah cantiknya.

"Kalian mau ngapain?"

"Menurut lo ngapain?" Stevi maju. Selayaknya perundung, gadis itu melipat tangan mengikis jarak untuk mengintimidasi Sasa. "Gue denger lo deket lagi ya sama cowo gue."

Your Pretty Like Blood In The SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang