10. Malaikat Penyelamat

84 7 0
                                    

"Lo kenapa? Woy, Sa!" Yudith menepuk bahu gadis bertubuh kecil itu.

"Tolong selamatin gue, Dith. Gue dikejar orang jahat."

Yudith mengerutkan dahi, sedikit mundur karena penampakkan Sasa seperti orang habis dianiaya. "Tunggu, orang jahat ap--"

Belum selesai Yudith bicara. Suara teriakkan April kembali terdengar. Sasa tanpa aba-aba menggenggam seragam sisi kiri-kanan pinggang laki-laki itu, lalu menyeretnya paksa untuk masuk ke dalam salah satu ruang kelas.

"Sa, wait!"

Bugh!

Tubuh Yudith yang tinggi sampai terayun bersama Sasa yang menempel padanya. Mereka menabrak tembok di samping pintu dan Yudith menikmati sensasi nyeri di bagian punggung.

"Ahh," desahnya.

"Dith, shhtt, diam. Nanti kita ketahuan."

"Lo kenapa sih?"

"Dimana tuh anak?" teriak April--yang Sasa dan Yudith segera menyadari kalau gadis itu ada di luar ruang kelas tempat mereka sembunyi. Suara langkah kaki lain menyusul dan berhenti di dekat April.

"Mana dia, Pril?"

"Nggak tahu gue. Kayaknya dia kabur."

"Coba terus cari ke depan. Sasa pasti nggak akan jauh, dia kan cebol."

Sasa yang ada di balik tembok tersinggung bukan main. Barusan yang mengatainya adalah Dea dan gadis itu bahkan tak lebih tinggi dari Sasa. Sembarangan saja mulut rombengnya mengatai fisik orang lain, tidak sadar diri apa?

Bajingan!

"Heh, sebenarnya ada apa?" bisik Yudith.

"Shhtttt." Sasa meletakkan telunjuk di bibir, lalu celingak-celinguk memindai situasi.

Setelah dirasa cukup aman. Sasa yang memeluk dada Yudith merasakan dorongan di jidatnya. Laki-laki itu menggunakan telunjuk menjauhkan wajah Sasa dari seragam Yudith.

"Bau jamban, tolong menyingkir."

"Ohh, sorry, Dith," ucap Sasa. Dia mundur selangkah.

"Haiss." Yudith menunduk melihat seragamnya sendiri. Sudah menjeplak bekas pipi Sasa berikut dengan air yang entah bekas apa karena baunya luar biasa pesing. "Lo habis bangkit dari lubang wc apa gimana?"

"Gue ..." Sasa mengatur napasnya. Darah di hidung gadis itu kembali mengalir dan mengotori sampai ke dagu. "Duhh, mimisannya masih lanjut lagi."

Yudith menatap Sasa, lalu mencengkram dagunya, memaksa kepala gadis itu agar naik ke atas.

"Bibir lo robek kecil dan di bawah lubang hidung juga luka."

"Tadi gue jatuh."

"Jatuh?" ulang Yudith. "Kenapa bisa jatuh? Terus mereka siapa? Lo kenapa sih, Sa?"

"Mereka ..." Sasa mengerjap, kesulitan untuk memberitahu. Karena gelombang rasa sedih mendadak menghantam dadanya. Sasa takut, badannya sakit, dan dia berkecil hati. Jadi daripada menjawab pertanyaan Yudith, gadis itu memilih menangis. "Hwaa, huhuhu. Ak-aku di-di b-bully, Dith."

"Lo di-bully? Kenapa bisa?"

Sasa menghapus-hapus basah di wajahnya. "Stevi, di-dia," ucapnya sesegukkan, tapi Yudith dengan sabar menunggu kelanjutan gadis itu bicara. "Di-dia ma-ma, hiks, mara-mar-marahin ak-akku, huhuhu, terus ak-aku ...""

"Ahh, udahlah." Habis kesabaran laki-laki jago gambar itu. Dia menutup bibir Sasa dengan tiga jari dan membuat ujungnya menjadi kena darah mimisan. Yudith menghapus menggunakan ujung lengan Sasa dan membuat gadis itu menoleh menatap seragamnya yang kotor.

Your Pretty Like Blood In The SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang