22-23

162 32 22
                                    

Note: Hallo, teman-teman tolong komentar dan votenya ya. Cerita ini dahulu saya bikin berbayar, sekarang gratis. Saya harapkan komentarnya aja, agar ada feedback yang saya peroleh. Saya nggak mau disuruh update aja, tapi temen-temen saya minta komen atau memberi vote tidak mau. Saya agak kurang happy kalau dapat perintah satu arah.

***

Tiga minggu berlalu dan Yudith memandang dalam diam. Sasa benar-benar menjauhinya seperti magnet dua kutub sama. Jika Yudith mendekat, Sasa langsung bergerak menghindar.

Ada saja kesibukannya setiap jam istirahat. Sasa keluar dari kelas dan muncul lagi kalau bel masuk sudah berbunyi.

Pertanda dia baru saja selesai belajar dari ruangan khusus untuk anak olimpiade matematika.

Semua peserta yang tergabung dalam lomba memang mendapatkan pelajaran tambahan. Jam istirahat, dua jam setelah pulang sekolah, dan juga saat weekend.

Kegiatan baru Sasa dalam menyelami matematika dan mendaftar kembali menjadi salah satu peserta olimpiade menguras waktu dan tenaganya. Yudith hampir tak lagi mendapatkan kesempatan untuk berbicara.

Dan tak seperti sebelumnya, Yudith sendiri juga tak tampak mendekati Sasa, meski sebenarnya ada kesempatan untuk berbicara sebentar. Detik-detik saat Sasa menyusun modul khusus dan keluar dari kelas untuk kembali berkumpul dengan para peserta misalnya.

"Nggak mau gabung aja Dith? Biar bisa deketin Sasa lagi." Abit berbicara di samping Yudith, menepuk bahunya dan duduk tepat di depan Yudith. "Gue lihatin lo selalu aja merhatiin Sasa. Lo suka ya sama dia?"

"Nggak juga."

"Nggak juga?" Abit bertanya bingung. Matanya menatap Sasa yang berjalan di depan kelas menuju ke tempat biasa dia menghabiskan waktu. "Gue pikir lo ada perasaan. Secara di kelas lo jarang banget ngobrol sama yang lain."

"Lo tahu game keluaran Pvx yang baru rilis minggu kemarin?"

Abit diam sedetik, lalu mengembang senyum lebar. "Lo mainin game Pvx juga, Dith? Wah, gue baru tahu, kenapa lo nggak bilang?"

"Gue juga baru tahu kalau lo mainin itu. Stiker yang lo pake di mobil, kemarin gue lihat."

"Keren kan!" Abit berkata ceria, lalu memanggil Akbar yang masih duduk di bangkunya di dalam kelas, "Bar, sini deh. Yudith main game Pvx juga."

Dan dimulailah pengalihan obrolan itu menjadi yang lain. Mereka terlibat percakapan menyenangkan, sesekali tertawa saat Abit menceritakan berapa banyak uang yang dia keluarkan untuk membeli skin dan karakter limited edition.

Hari terus berganti, dari minggu menjadi bulan, bahkan sampai ke semester baru.

Tapi perkembangan hubungan antara Sasa dan Yudith tidak menunjukkan perubahan apa pun. Mereka sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing, seolah tak ada yang terjadi, seolah tak pernah ada kedekatan di antara keduanya.

Sasa batal membentuk jawaban dari soal yang dia pecahkan. Tangannya menampung pipi, menatap kembali kalimat soal yang ada di kertas. Lama dia termenung, membolak-balikkan kertas, memainkan pena di antara jemari tangan.

"Semuanya sudah selesai mengerjakan?" Bu Indah yang menjadi pembina olimpiade matematika bertanya pada lima orang yang menjadi calon perwakilan lomba.

"Belum, Bu. Sebentar lagi."

"Agak cepet sedikit, ya. Waktu pengerjaan lomba sembilan puluh menit dengan delapan puluh soal. Enam puluh pilihan ganda, sisanya essay. Tolong kerjakan dengan rapih. Sasa?"

Bu Indah beralih bicara pada yang punya nama.

"Ya, Bu?"

"Nilai kamu yang paling bagus di sini. Sejak kemarin score kamu udah melewati batas score aman, tapi tolong untuk pengerjaan soal essay, yang rapih, ya. Saya masih banyak nemuin coretan kamu di sana. Kerapihan juga akan di nilai."

Your Pretty Like Blood In The SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang