Tidak ada siapa pun di dalam kelas, bahkan hanya beberapa orang saja yang baru datang ke sekolah pagi itu. Pria tua yang bekerja sebagai penjaga baru selesai membuka setiap pintu ruangan, lalu beralih menuju ruang guru untuk membersihkan lantai.
Yudith bersandar, punggungnya menempel di tembok sementara bokong laki-laki itu di atas meja. Dua mata terpejam sambil bersenandung. Sesekali jemari panjangnya mengetuk-ngetuk sesuai nada yang sedang Yudith nyanyikan.
Beberapa menit berlangsung, laki-laki itu menarik senyum tipis. Seseorang yang sudah dia tunggu daritadi mulai terdengar jejak langkahnya dari ujung. Indra pendengaran Yudith yang sensitif bisa menangkap itu semua, ditambah keadaan sepi yang membuat segala hal seperti mendukung.
Ketukkan jemari panjang tak lagi berfokus pada nada, tapi mulai pada hitungan mundur dari sepuluh. "Sembilan, delapan, tujuh, enam, lima ..."
Tap, tap, tap.
Kriieeettt...
"Tiga, dua, satu."
Suara pintu terbuka tepat saat hitungan berakhir, dan sosok yang daritadi dia tunggu, tengah berdiri di ambang pintu dengan ekspresi seperti habis ketahuan maling. Memang sebenarnya dia sedang maling.
Mata Yudith terbuka perlahan, laki-laki itu menegakkan punggung dan menatap ke arah Sasa yang juga sedang melihat ke arahnya.
"Yo," sapa Yudith.
"L-lo udah datang, Dith? Kok pagi banget."
"Hmm?" Yudith memiringkan kepala menatap lucu pada raut lawan bicaranya. "Emang gue setiap hari datang jam segini kok."
"Lo datang jam segini?"
Yudith mengangguk polos. Laki-laki itu loncat dari meja dan mendaratkan dua kaki dengan aman ke lantai. Setelahnya berjalan pelan menuju Sasa.
Sasa yang tahu Yudith mendekat langsung memasang ekspresi siaga. Wajah putihnya makin pias karena Yudith mendekati gadis itu. Dia memakai hoodie dengan bagian tudung menutup puncak kepala, tangannya dimasukkan ke dalam kantung selama perjalanan mengikis jarak.
Dan sampai sekarang ketika mereka sudah saling berhapan. Yudith baru mengeluarkan salah satunya.
"Mana?" tagih laki-laki itu, tangannya di tadah di depan Sasa. Memancing kebingungan sang lawan bicara.
"M-mana apa, Dith?"
"Lo kan yang ambil?"
"Hah? G-gue. A-ambil apa?"
"Kembaliin dong. Gue masih butuh, nanti kalau udah nggak ada lembar yang tersisa lagi baru gue kasih ke lo."
"G-gue nggak ambil buku gambar lo."
Dua alis Yudith terangkat, lalu senyum terbentuk dibibirnya. "Buku gambar?"
Sasa menggigit ujung bibir. Sekarang dia seperti mengaku sendiri barang apa yang sedang Yudith tagih.
"Buku gambar gue emang hilang," lanjutnya. "Bukan lo, ya, yang ambil? Terus siapa dong?"
Sasa merasa degup jantungnya makin berat, gadis itu mundur perlahan, tapi Yudith terus saja maju sambil mengunci pandangan pada matanya.
"Gue kira lo yang ambil."
"B-bukan gue."
"Serius bukan lo?"
"B-beneran bukan gue." Sasa terus menyangkal sambil mundur dan Yudith juga tidak mau kalah untuk menyisakan ruang di antara mereka, jadi dirinya terus mendesak Sasa dan menjaga agar jarak tetap dekat. "Dith. Lo mau ngapain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Pretty Like Blood In The Snow
Mystery / ThrillerSasa Bila jatuh cinta pada teman sekelasnya. Seperti kebanyakkan remaja laki-laki yang digambarkan menarik, Yudith memukau pada pandangan pertama. Namun, kisah cinta itu tidak berjalan mulus lantaran Yudith yang terasa berbeda dan aneh. Hingga di su...