Sembilan Belas

38 7 5
                                    

Tema: "Buatlah tokoh cerita hari ke-3 kalian bertemu dengan tokoh cerita hari ke-15."

Non-Canon

501 kata

Mereka itu bentukannya kepalang mirip dengan kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka itu bentukannya kepalang mirip dengan kami. Hanya saja, aku tidak mengira bakal melihat hantu mirip manusia hidup yang keluar dari tabung kapsul. Tambah lagi, mereka ini tidak berdarah-darah. Hanya memakai pakaian suit ketat berwarna ungu kehitaman segelap langit malam. Bernetra abu-abu. Bibir tipis. Kulit putih khas bule.

"Aku ini bukan hantu," katanya, "dan aku tidak kenal siapa itu hantu dan mereka itu apa. Kami ke sini karena migrasi massal, Bung. Planet kami—Hejnortonztcos—sedang masa krisis dan tiap hari kami kena badai pasir terus!"

"Oh, kau ini hantu alien," akuku. Tanganku bersedekap, "Kau mati di tanahmu di Planet Hartono itu. Nah, mayatmu dikremasi lalu dilempar ke sini pakai tabung apalah itu. Sekedar informasi, aku ini nggak akan mencari siapa pelaku yang membunuhmu, ya. Cukup sudah masalahku di sini, jangan tambah lagi."

Bukannya apa ya, hanya saja, aku ini sudah kepalang sering menemui hantu yang tujuannya ingin minta bantuan. Balas dendam, mencari pelaku yang membunuh mereka, minta bayarkan hutang, sampai-sampai memintaku menjagakan pacar mereka. Sudah muak aku itu. Aku ini cuma remaja putus sekolah, plus tukang gali kubur serabutan—mana mau aku capek-capek membantu hantu yang tidak punya bayaran.

"Kau ini memang tipe alien punya otak burik." Dia menjawab. Rambut merahnya yang panjang jatuh menutupi kening. "Sungguh tidak bisa berpikir."

"Hei!" seruku, "mengaku sajalah! Toh, nggak ada yang rugi, kok. Cuma aku minta kau pergi saja dari kampungku ini. Lepas itu, hidup bahagia kau di mana pun kau ingin diam selagi bukan di sini, hantu alien."

"Dasar manusia," desisnya, "kenapa kalian selalu egois, ya? Aku curiga otakmu ini lebih kecil dari tempurung lututmu."

"Bah." Aku mengerang frustasi. "Begini saja, aku ini sedang tidak mood untuk saling menghina dengan hantu. Dosaku sudah banyak—bukan pamer. Nah, kusarankan kau pergi saja ke tempatmu yang bernama Planet Hartono—"

"Hejnortonztcos—"

"—Henrono—"

"Hejnortonztcos. Lafalkan yang benar. Sekali lagi kau salah sebut, kuubah kakimu jadi sendok nasi."

"Hejnorton—apa tadi? Hertoncos? Pokoknya kau kembali saja ke planet asalmu itu."

Dia tampak berpikir. Netra abu-abu hantu alien itu naik ke atas. "Jadi, kami tidak diterima di sini, ya?"

"Setelah semua penjelasanku tadi, kau tentu tahu maksudnya apa, Kawan. Pulang sajalah kau ke Planet Hartono—"

"Jangan sebut—kau benar-benar menistakan tempat lahirku. Baiklah aku akan pergi saja, dasar otak tempurung lutut."

Sepuluh menit kemudian, setelah dia berembuk dengan sekumpulan kawan-kawannya yang lain, mereka kemudian memasuki kapsul lagi yang langsung mengudara begitu mereka berpamitan. Tabung-tabung kapsul yang berada secara random pun naik ke langit, mengiasi cakrawala di siang terik matahari yang membakar kulit.

Wat da hel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wat da hel. Cerita saya yang hari ke-3 itu bergenre horor, paranormal, gaib-gaiban, hantu-hantuan, indigo dan sejenisnya, dengan tokoh utama punya indra keenam. Dan cerita yang ke-15 itu, bahasannya tentang sekeluarga alien yang migrasi ke bumi. Nah, coba kalian bayangkan aja absurd dan nyelenehnya ini cerita gimana. '-'

//bentar lagi Februari usai, dan DWC semakin mencekik

unveiled: 30 DWC NPC 2024.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang