Tema: "Buatlah cerita yang mengandung 3 kata ini: Biru, Harmonika, Jendela. Minimal 500 kata."
INI APAANNN
557 kata
Aneete ingat tadi malam ketika dia baru saja pindah ke rumah klasik bersama suaminya—mereka meninggalkan sedan di jalan poros sebab ban bocor, hujan sedang lebat dan lokasi tujuan masih sekitar lima ratus meter.
Rumah bergaya victoria itu milik mendiang kakek buyut Annete, lalu kakek buyut dari kakeknya. Hal yang pertama yang pasutri itu rasakan saat memasukinya ialah mereka ingin pulang. Rumah itu barangkali bekas pemerintahan kerajaan Belanda ratusan bahkan ribuan tahun silam yang dibiarkan terbengkalai setelahnya. Jadi, saat Annete pikir mereka harus kembali malam itu juga, rumah ini benar-benar tidak mengizinkan. Jika saja ada arwah gentayangan, maka mereka mencengkram kuat kaki-kaki Aneete dan suaminya. Tambah lagi, hujan sedang deras-derasnya dan mereka tidak punya pilihan lain selain bermalam di sini.
Mereka berdua terpaksa bermalam di sofa buluk, berdebu dan dibubuhi sarang laba-laba di mana-mana. Aneete mungkin bisa saja tidur saat jarum pendek jam berada di angka sati, tetapi Arlan—suaminya—terus berjaga setelahnya, sampai jam lima pagi sebab bunyi gemuruh petir sama sekali menganggu.
Kantung mata keduanya gelap. Aneete bahkan menguap berkali-kali ketika Arlan berusaha membangunkannya. "Sayang," katanya lembut. Arlan mengusap puncak kepala sang isteri. "Sudah pagi. Kita akan pulang, kan?"
Pasutri itu baru saja menikah dan memiliki kesukaan yang selaras terhadap seni. Rencananya, dengan pindah ke sini mereka berdua bakal mendapat inspirasi untuk masing-masing sketsa lukisan yang akan dirampungkan. Namun, ketika melihat dari apa yang baru saja terjadi, tampaknya keputusan mereka akan pulang hari ini seratus persen bulat.
"Ya, ya," katanya sambil mengibaskan tangan. "Aku akan menyusul."
Sekali mengecup kening Aneete, Arlan bergegas pergi. Ya, seharusnya begitu.
Langit biru cerah membentang di atas cakrawala. Pagi menyingsing dan cuacanya sangat kontras dibanding semalam. Pintu terbuka saat Arlan menarik kenop, dan dia meregangkan otot di teras yang luas. Dihirupnya udara pagi yang segar, sesegar air sisa-sisa hujan di atas dedaunan talas di halaman depan.
Saat Arlan berjalan ke samping, ia menemukan sebuah harmonika tua di bawah jendela rumah. Jiwa bermusik pemuda itu bergejolak saat memandangnya. Lekaslah Arlan menghampiri, dan tangannya terulur hendak meraihnya. Akan tetapi—
Aneete berteriak.
"Aneete!" Arlan urung melakukannya dan bergegas masuk ke dalam.
Dia menemukan Aneete di depan lemari rias berkaca. Bahu gadis itu bergetar dengan kedua tungkai bagai marsmelo panggang. Saat Arlan tiba, Aneete segera memeluknya.
"Ada apa, Sayang?" Arlan mengusap kepala sang isteri.
"Harmonika." Aneete berkata dengan nada bergetar. Jawabannya tampak singkat, hal itu membawa satu kening Arlan terangkat. "Rumah ini penuh harmonika ...."
Arlan mendongak, awalnya ia menatap langit-langit, lalu beralih ke kaca cermin. Pantulan yang didapatinya bukanlah sesuatu yang biasa saat bercermin, tetapi sebuah rumah bergaya victoria, lebih gelap, dan lantainya dipenuhi harmonika. Dia lantas berdengap terkejut. Segeralah dia mencengkram pergelangan tangan isterinya dan membawanya keluar dari sana—
Terdengar senandung sumbang dari harmonika yang ditiup seseorang. Bunyinya hilang timbul, fals dan naik turun bagai pernapasan si peniup di penghujung ajal. Pintu itu masih terbuka lebar, tetapi pasutri itu berhenti sebab kaki mereks tak bisa digerakan. Seolah terpaku ke lantai.
Senandung itu terus berbunyi. Semakin lama semakin nyaring dengan kadar suara memekakkan. Arlan dan Aneete masing-masing menutup telinga. Wajah mengerut dan hidung keduanya mengeluarkan darah. Sesaat kemudian, kala kaki bisa digerakkan pintu segera menutup rapat. Bunyi harmonika raib.
ngetik yg penting ❌
yang penting ngetik ✔️
KAMU SEDANG MEMBACA
unveiled: 30 DWC NPC 2024.
RandomSetelah aku bertemu Bibi Zaras malam itu, panti asuhan tempat anak-anak menginap dibakar oleh seseorang-atau sesuatu. Anehnya, 33 penghuninya dinyatakan menghilang tanpa meninggalkan jejak bakar tulang-belulang. Satu-satunya yang utuh di petanahan a...