11

1 1 0
                                    

Aku bisa mendefinisikanmu
Dengan kata apapun itu

Aku bisa mencintaimu
Dengan cara apapun itu

-seseorang disuatu tempat

☆☆☆

Orang-orang bilang, jatuh cinta itu super duper menyenangkan. Apa-apa yang berkaitan dengan dia, aib sekalipun akan tetap membuat terpikat.

Waktu pertama kali degupan halus saat melihat Kanzi muncul, Hanin meyakini hal itu benar. Kayak, mau Kanzi kayang sambil pakai boxer doraemon pun Hanin bakal tetep kesemsem.

Kanzi tuh, baik banget. Hanin masih ingat waktu kelas delapan, cowok itu bela-belain manjat pohon belimbing dibelakang sekolah karna sepatu Hanin nyangkut disana. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ammar. Gara-gara itu juga, Ammar dan Kanzi sempat saling diam selama hampir satu bulan. Waktu itu, satu sekolah berpikir Kanzi suka Hanin. Namun terpatahkan ketika dua hari kemudian Kanzi publish pacaran sama kakak kelas. Hanin masih biasa saja waktu itu. Toh, dia juga menganggap Kanzi teman biasa.

Pernah satu kali Maurin, teman sebangku Hanin waktu SMP, blak-blakan bertanya apakah Kanzi punya perasaan terhadap Hanin karna sikap baiknya yang kelewatan.

"Gue baik kesemua orang kali, Rin. Bukan Hanin doang," Ujar Kanzi yang dibalas Maurin, "Tai lo!"

Kalau saja sekarang gadis itu masih satu sekolah dengan mereka, jelas-jelas Hanin sudah dapat muntahan umpatan karna gak move on-move on, mengingat Maurin mulutnya blong.

Tapi hari ini, teman-teman Hanin patut berbangga. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah mengenal Hanin, cewek itu tak menanyakan Kanzi yang absen tanpa sebab. Untuk pertama kalinya pula Hanin tak tampak lesu seperti hari-hari sebelumnya jika Kanzi tidak hadir.

"Emang bener-bener si Kanzi. Padahal sore ini open turnamen," Ntah sudah berapa kali Roy bersungut sembari mengipasi seragam yang basah keringat.

"Gak ada otak emang Kanzi. Bisa-bisanya dia absen hari penting gini," Muftia menyandarkan tubuh kekursinya saat memberi komentar pedas yang Hanin tanggapi dengan senyuman kecil. "Lo juga tumben gak ngepoin tu anak? Udah move on?"

Hanin mencebik, "Maybe." Belum sepenuhnya sih, tapi gara-gara kejadian kemarin, Hanin mendorong dirinya sendiri untuk berhenti peduli pada Kanzi. Meski begitu pesan permintaan maaf Kanzi sempat ia balas sekedarnya.

"Serius, Nin?" Badan Tea tegak lagi, "Njir, Win!" Dia menepuk Awin yang duduk didepan sibuk memainkan ponsel, "Hanin move on!"

Awin seketika balik badan, "Serius?" Tanyanya tak percaya.

"Baru mau nyoba, Mana ada move on sekelip mata doang, sukanya aja hampir tiga tahunan."

"Iya sih, tapi gue lumayan bangga sama lo hari ini. Gak nanyain Kanzi kemana aja udah progress yang luar biasa, Nin." Awin menyuarakan pujian yang dipendam anak-anak lain.

"Gue juga, Nin. Lo hebat!"

Hanin jadi terharu mendengarnya. Tak ingin munafik, Hanin sejak pagi benar-benar menahan diri untuk tidak bertanya Kanzi kemana. Bahkan mempertahankan kepala untuk tidak menoleh kebangku cowok itu.

Tapi mendengar pujian kedua sahabatnya, Hanin mendadak sadar betapa orang-orang yang tau bahwa dia menyukai Kanzi sekian lama mengharapkan dia berhenti. Berhenti dari setiap hal yang menyangkut pautkan Kanzi seperti yang tiga tahun terakhir dia jalani.

Jadi, memang sudah waktunya, ya?

"Udah lo tanyain dia kemana?" Badai yang sejak masuk kelas Hanin sudah menebar aura buruk bertanya setengah gusar.

MHS Series #1: Just Feel ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang