12

1 1 0
                                    

Judul babnya kayak cerita hidup saya>.<

☆☆☆


"MHS!"

"MHS!"

"MHS!"

"MHS, JAYA! JAYA! JAYA!"

Telinga Hanin berdengung dan pengang. Teriakan suporter sekolah mereka menjadi yang paling berisik dari pada yang lain.

Ini anak MHS kayaknya pada makan toa sebelum datang kesini.

Bising banget woi!!!

"Sepet banget mata gue liat Kanzi bucin begitu."

Dengusan samar Tea mau tak mau membuat Hanin mencari keberadaan Kanzi ditengah lapangan. Dan ya, memang ada Kanzi disana. Bersama pacarnya yang tampak manis dengan seragam pemandu sorak.

"Mereka cocok, ya?" Tutur Hanin. Senyesek apapun dia saat mengucapkan kalimat itu, tak bisa dipungkiri chemistry Kanzi dan Naya memang se menonjol itu.

Jadi, dia harus jujur.

"They are. Tapi ganjel aja digue, Kanzi keliatan banget brengseknya. Sama lo manis, sama pacarnya sayang. Red flag parah,"

Hanin hanya mencebikkan bibir sebagai respon. Lumrahnya, memang seperti itu hubungannya dengan Kanzi. Rasanya, Hanin sudah sadar diri dan mulai merelakan.

Dia, mencoba baik-baik saja.

Dan kejutannya, dia bisa.

"Kayaknya tim kita gak tampil hari ini deh,"
Hanin menoleh kekanan, menemukan Agnes yang tampak berbeda dengan outfit serba biru muda bahkan sampai pita ditengah kepala. "Liat tuh, langsung ganti baju biasa semuanya." Telunjuk cewek itu terarah pada gerombolan tim sekolah mereka yang kini sudah berganti pakaian santai.

"Besok kali. Kan hari ini cuman ikut pembukaan aja," Tea yang berdiri disisi kiri Hanin menjawab.

"Yaah, padahal gue udah effort banget pake ginian mau jadi cheersleader. Gagal deh,"

"Lo mau jadi cheersleader?" Awin terkejut saat Agnes mengangguk cepat, "Gue kira cosplay anime apa gitu, mirip soalnya."

"Anjir lo!"

Hanin ngakak. Dia juga tak menyangka maksud kostum Agnes adalah pemandu sorak. Cakep sih, tapi over gitu lho.

"Gue cakep kan, Nin?" Agnes menodongnya sekarang.

"I–iya, Nes. Cakep banget,"

"Thank you,"

Hanin mengangguk saja. Dia jujur kok, cuma yaaa, gitu.

"Pulang aja deh, gak main juga temen-temen kita."

Belum sempat mengucapkan apapun, tangan Hanin sudah ditarik lebih dulu menuju pintu keluar. Awin memang kurang ajar. Hanin bersenggolan sana sini bahkan hampir terjungkal andai yang dia tabrak tidak gercep meraih pinggangnya.

Adegan ala-ala drama korea. Bedanya, tangan Hanin masih terulur pada Awin yang akhirnya menoleh dengan tatapan terkejut.

"NIN! Ya Allah lo gak papa?"

Gak papa pala lo! Hanin dibantu berdiri tegap oleh seseorang yang tadi menangkap pinggangnya. Dia hampir mengucapkan terima kasih ketika netranya justru menemukan Diga lah yang kini sedang menatapnya dalam-dalam.

Tunggu! Jadi yang bantuin Hanin tadi tuh Diga?!!

Yang tadi pagi Hanin dengan pede menuding cowok itu pdkt padanya?!!

MHS Series #1: Just Feel ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang