Setelah ditambah seminggu lagi, akhirnya hari ini Ara diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Dengan semangat empat-lima, gadis cantik itu sudah mandi dan rapi dari jam 5 pagi. Seandainya Ara lupa dirinya tidak memiliki uang sepeser pun, sudah pasti saat ini Ara telah berada di dalam taksi.
Daniel sampai geleng-geleng kepala melihat keantusiasan putrinya tersebut. Mengingatkannya akan dulu saat kali pertama mengajak Alexi kecil ke Pantai. Bahkan saat itu Alexi kecil tidak bisa tidur karena tak sabar menunggu Matahari muncul. Alhasil, mereka semua bangun kesiangan sebab jatuh tertidur menjelang pagi.
"Are you ready, Princess?" seru Daniel yang baru kembali setelah berdiskusi dengan Dokter Hari.
Bak anak umur 5 tahun, Ara langsung melompat sambil memeluk Boneka beruang pemberian Tante Maya, adik bungsu Daniel, yang dua hari lalu datang menjenguk.
Sementara itu, Sophie nyaris jantungan manakala melihat dengan mata kepala sendiri putrinya itu baru saja melompat dari ranjang pesakitan dan hampir tersungkur saking semangatnya. Beruntung Ara bisa menyeimbangkan tubuhnya sehingga tidak ada drama lain yang dapat menunda kepulangannya.
"Mama, Ayo!" ajak Ara semangat kepada Sophie yang masih memegang dada di tempat semula. Sedangkan gadis itu sendiri sudah melenggang keluar bersama Kirana dan Max selaku asisten pribadi Daniel, yang membawakan barang-barang sang Nona muda.
Daniel hanya mampu mengusap punggung istrinya lembut guna menenangkan wanitanya tersebut sementara matanya masih mengikuti sang putri yang tampak luar biasa senang. Sudah sangat lama sejak terakhir kali Alexi tersenyum lebar seperti sekarang, layaknya tak punya beban.
"Jangan khawatir, Sophie. Putri kita sudah kembali. Lihat, dia bahkan tampak lebih bahagia daripada sebelumnya," Daniel bertutur lembut. Sebisa mungkin tidak menyinggung perasaan Sophie sebagai seorang Ibu.
Karena semenjak Alexi bangun dari koma, Daniel sadar sikap istrinya pun mengalami perubahan drastis. Sophie menjadi cepat marah dan cemas berlebihan hanya karena hal-hal kecil. Contohnya, saat Alexi ingin mengupas sendiri, Sophie langsung melarang karena takut sang putri terluka, dan masih banyak hal lagi.
"Tapi dia hampir saja jatuh tadi,"
"Hampir, Sophie!" Tanpa sadar nada suara Daniel menajam. Bukan maksud Daniel ingin mengintimidasi, tapi Daniel pun sadar, semakin Sophie keras kepala, maka akan semakin buruk ke depannya.
"Hampir, Sophie," ulang Daniel lebih lembut. "tapi kenyataannya, Alexi tidak jatuh. Itu yang terpenting! Apa kamu nggak sadar kalau Alexi sedikit berbeda dari yang dulu? Kamu mau Alexi membenci kamu karena kamu terlalu mengekangnya?"
"Tapi,"
"Tidak ada tapi, Sophie! Aku mengerti kamu begitu karena takut Alexi terluka. Tapi tidak selamanya kita berdua ada bersamanya. Setiap detik adalah berharga. Untuk itu aku tidak ingin kamu membuang-buang waktu hanya untuk dijauhi oleh putri kita nantinya. Kamu tidak mau kan jika suatu hari nanti Alexi lari dari kita!?"
Sontak Sophie menggeleng tegas, "No!" sentaknya dengan mata melotot. Membayangkannya saja sudah membuat tubuhnya menggigil. Sophie tidak akan membiarkannya.
"Sophie, dengar," Daniel menarik wajah Sophie agar menatapnya. "Alexi kita yang sekarang berbeda. Dia tidak ingat apapun termasuk kita. Jadi hal yang harus kita lakukan sekarang adalah membuatnya nyaman dan percaya lagi dengan kita berdua. Kamu mengerti maksudku 'kan!?"
Sambil menyelam ke dalam mata gelap sang suami, Sophie akhirnya mengangguk pasrah. Berjanji akan merubah sikap agar Alexi mau menempel dengannya lagi seperti dulu.
"Good. Sekarang berhenti mencemaskan hal-hal yang belum terjadi. Aku berjanji semuanya akan baik-baik saja. Jadi berhenti berpikir macam-macam. Hari ini adalah hari besar Alexi, jangan membuatnya menunggu lama. Ayo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (Not) Protagonist
Teen Fiction"Tidak semua iblis itu jahat. Begitu pula malaikat, belum tentu semuanya adalah penyelamat." ***** Alexandra Rania. Niat hati ingin bertemu dengan sang kembaran yang baru diketahui, justru berakhir tragis. Ara--sapaan akrabnya, memang berhasil bert...
