10 | Deijck's Museum

26 6 52
                                    

SIAPAPUN yang pergi ke selatan melalui Jalan Deijck I akan dibuat kagum dengan maha karya insinyur terkenal utusan kerajaan Belanda, Douwess Roderick puluhan tahun silam. Rumah tinggal 12 kompleks untuk seorang mahaguru dan murid-muridnya. Orang-orang kerap membayangkan berapa ribu trilliun harga rumah mewah ratusan hektar di tengah kawasan bisnis D'Jakarta Pasific/Pasifikarta tersebut. Douwess Deijck lebih dari pantas untuk menerima hadiah Raja Willem atas jasa-jasanya yang tidak tertulis dalam sejarah. Namun, tidak berarti bahwa semua darah Deijck juga berhak merasakan ‘warisan’-nya. Maka sebenarnya, darah beragam dna telah mengucur di pilar-pilar bangunan ini, setidaknya bagi mereka yang melihatnya. Beruntung anak-anak Pasific yang Brilliant ajak minum teh di sini tidak mampu melihatnya, bukan karena sibuk review rumah, melainkan mereka banyak terlarut dalam narasi ‘Brilliant sang pewaris tunggal’.

Rumah dengan sebutan Grand House itu kedatangan tamu. Sebuah alphard melaju hingga depan pintu masuk. Sekuriti dengan sigap membukakan pintu, menyambut 2 tamu sang cucu kesayangan. Dalam hitungan sepersekian detik mereka juga memastikan orang asing ini sesuai sebagaimana foto identitasnya. 

“Selamat datang di Grand House keluarga Deijck.”

“Terima kasih, Pak.”

Calla Medicallista Ali, putri bungsu barisan keluarga Dokter Ali, yang sekaligus pendiri RS. Dr. Ali. Penampilannya ngejreng, cukup tidak menggambarkan latar belakangnya, tapi ini sesuai briefing

Satunya, remaja berkerudung dengan pakaian santai berwarna kebumi-bumian dan totebag besar berisi laptop, tablet, buku catatan, arsip-arsip, dokumen, dan alat tulis lengkap. Toko buku berjalan itu sudah pasti Ranize La Amathea.  Asal usulnya tidak tercermin dalam namanya, besar kemungkinan berasal dari keluarga pengusaha perintis. 

“Mari saya antarkan!”

Setelah menyesap teh pembuka bak pelayanan hotel bintang 5, mereka diajak ke tempat Brilliant menunggu. Ranize pun buru-buru menyelesaikan minum ala-alanya lalu jalan zig zag untuk mengamati detail Grand House yang membuatnya penasaran hingga tak tidur malam. Ia juga memahami cerita yang terukir di dinding lorong, siapa tahu ada rahasia terpendam untuk menjadi kaya raya 17 keturunan? Calla sendiri cenderung mengagumi detail pakaian para tokoh dalam ukiran, tidak bosan walau untuk kedua kalinya setelah yang pertama bersama Zoevanka saat masih jadi ceweknya Brilli. Mereka berjalan ke depan dengan kepala melalang buana. Tidak sadar, tibalah mereka pada pintu jati raksasa penuh ukiran.   

“Tolong pakai sarung tangan, nona-nona,” ujar pelayan yang langsung diamini tanpa basa basi. Dalam hati, keduanya menganga merasakan sentuhan sutra yang sontak memekik bahwa sarung tangan tamu tersebut terlalu mewah. Dalam lamunan itu, mereka mendengar jelas suara palu dan derit mesin bor dari dalam beberapa kali.

“Kami pamit.” Pelayan Deijck pamit undur diri setelah membukakan pintu tanpa memberi kesempatan untuk disela dengan kalimat apa pun. Hanya hitam dari balik pintu. Bulu kuduk Ranize langsung berdiri. Katanya, “Ini Brilli nggak minat ngakhiri nyawa kita ala psikopat kan?”

Calla meneguk ludah dan tetap masuk ke dalam dengan yakin. Baru ia menjawab, “Nggak tahu, sih.”

 “Call?”

Hi guyss!! Would you wait for minutes? Accidently, aku ngerusakin sistem listrik,” sapa Brilliant dari dalam tidak dengan suara mencurigakan. Ranize pun menghembuskan napas lega, kewaspadaannya akan ketidaktahuan tentang Brilli pun mengendur. Ya, bagaimanapun, 1 tubuh bisa punya 2 muka bahkan 2 jiwa.

Of course. But, kenapa you benerin itu sendiri? I mean, Deijck pasti punya teknisi privat dalam mansion.”

“Emm, because of 'responsibility'? This one is easy enough. Don't worry!”

D'Artery ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang