Cinta Pragma atau Eros?

97 13 2
                                    

Warning!!! 18+

Gelap dan sunyi menyelimuti ruangan kecil itu. Dindingnya kusam, tanpa jendela, hanya diterangi oleh lampu pijar yang berpendar lemah di sudut ruangan. Di tengah kesunyian yang mencekam, suara langkah kaki yang berat terdengar mendekat, semakin dekat, hingga akhirnya berhenti di depan pintu besi yang terkunci rapat.

Pintu terbuka dengan derit yang memekakkan telinga, mengungkap sosok pria misterius yang berdiri di ambang pintu. Cahaya lampu yang redup hanya memperlihatkan bayangannya yang tinggi dan tegap. Wajahnya tersembunyi di balik topeng hitam, hanya mata yang tajam dan dingin terlihat mengintai dari balik kegelapan. Di tangannya yang besar dan kasar, sebuah pisau berkilauan, memantulkan cahaya lemah dari lampu.

Di sudut ruangan, seorang gadis terikat di kursi. Tubuhnya gemetar ketakutan, mata terbelalak penuh horor. Tangan dan kakinya terbelenggu erat, tak mampu bergerak. Mulutnya disumpal kain kotor, hanya mampu mengeluarkan rintihan tertahan. Air mata mengalir di pipinya yang pucat, menggambarkan ketakutan yang tak terperi.

Pria itu melangkah mendekat, setiap langkahnya terasa seperti dentuman palu yang menghantam hati gadis itu. Ia berlutut di depan gadis tersebut, menyeringai di balik topengnya. Pisau di tangannya berkilat, mendekati wajah gadis yang terisak-isak. Dengan satu gerakan cepat, ia menyayat kain yang menyumpal mulut gadis itu, membiarkan jeritan tertahan terdengar di ruangan yang sunyi.

"Lo ngga perlu menjerit," bisiknya dengan suara yang dingin dan penuh ancaman. "Ngga ada yang bakal denger lo. Ngga ada yang bakal datang buat nyelamatin lo."

Gadis itu menggelengkan kepala, air mata terus mengalir. "Tolong... jangan lakukan ini," suaranya bergetar, hampir tak terdengar. "Aku mohon..."

Pria itu hanya tertawa kecil, suara tawa yang membuat bulu kuduk berdiri. Ia mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu, berbisik dengan nada yang mengerikan, "Teriaklah sekuat pita suara lo. Itu cuma buat gua semakin menikmatinya."

Ketegangan di ruangan itu semakin memuncak. Gadis itu meronta, berusaha melepaskan diri dari ikatan yang membelenggu, namun sia-sia. Pria itu menarik pisau ke bawah, menyayat bagian atas gaunnya, membuat gadis itu semakin histeris.

"Lepasin!"

"Ah... yeah... fuck!" pria itu melakukan aksinya. Ia menanggalkan seluruh pakaiannya. "Cantik... hahahaha... cantik!"

Pria itu menelanjangkan gadis itu secara paksa.

"Ah! Sakit!"

"Yeah... fuck!"

Hari yang mencekam bagi gadis itu. Tubuh yang ia jaga selama ini rusak oleh pria bejat itu.

***

Satu tahun yang lalu, Sleman, 1 Januari 2020...

Di sebuah sekolah menengah atas bernama SMA Antariksa yang selalu ramai dengan aktivitas para siswa, hadir seorang gadis dengan kulit putih secerah pualam. Namanya Casia Tuk Andara, lebih akrab dipanggil "Cas". Anak kedua dari dua bersaudara, Casia memiliki senyum yang lembut dan sorot mata yang polos. Kepribadiannya yang tenang membuatnya selalu menghindari masalah dan perdebatan.

Casia memiliki tiga sahabat dekat yang selalu bersamanya. Mereka adalah Bayuni, gadis yang posesif dan selalu duduk sebangku dengannya; Kala, gadis tomboi yang paling kuat di sekolah; dan Mazmur, seorang siswa berkacamata yang pintar dan selalu siap melindungi Casia. Mereka menyebut diri mereka "BMCK," sebuah grup yang tak terpisahkan sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Suatu pagi, di dalam kelas yang penuh dengan kegaduhan khas remaja, Casia duduk di kursinya dengan tenang, menulis catatan pelajaran. Di sebelahnya, Bayuni tengah berbicara dengan semangat, sementara Kala duduk di belakang, tampak sibuk mengunyah permen karet. Mazmur, dengan kacamata tebalnya, sedang memeriksa buku pelajaran.

Nestapa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang