Warning 18+!!!
Clap... Clapp...clapp... Hagai bertepuk tangan sambil tertawa. Seketika, semua pandangan tertuju padanya.
"Hahaha... Ini yang dinamakan perang dingin? Blok Barat dan Blok Timur," canda Hagai, menciptakan suasana kocak di ruangan.
"Siapa dia?" tanya Aqil, jengkel melihat sikap Hagai.
"Wah wah... Baru kali ini aku melihat cewe narsis kayak kamu... Besar juga ya nyali kamu berada di lingkungan cowok kayak gini," ejek Hagai, menciptakan ketegangan di udara.
Aqil mendengar ocehan Hagai, merasa tak terima. Ia menghampiri Hagai. "Maksud lu apaan?"
"Hoohohi... Santai! Aku nggak tahu apa yang menjadi permasalahan kalian hingga dua kubu dengan ideologi yang berbeda ini panas di sini. Tapi yang pasti aku masih ada urusan dengan kubu blok barat," ujar Hagai, menunjuk Gafar. "Ximponi."
"Huh! Lancang juga menurut lu. Lu anak baru itu kan?" tanya Alaric.
"Penyengat ini nggak anggota baru kalian kan?" tambah Alkana.
"Hahah... Dia? Anggota baru kami? Najis!" seru Bima.
"Hahahah... Okelah... Kalian lanjutkan lah perang ideologinya. Aku mau masuk dulu," kata Hagai sambil berjalan santai melewati anggota-anggota Simponi dan Sekso.
Biantara yang masih kesal dengan Hagai menghadangnya. "Siapa yang nyuruh lu keluar? Masih ada urusan sama kami."
"RAZIIAAAAA!!!" teriak Bon, sampai di pintu gudang menatap semua orang.
Semua menjadi panik.
"AnjinG! Cabut!" teriak Alaric.
Anggota XEXO berhamburan keluar dari gudang.
Gafar mencengkeram kerah baju Hagai, "Hati-hati lu!"
Hagai menepis tangan Gafar, "Kamu pikir aku takut? Shit!"
Gafar berlalu, "Out!"
Seluruh anggota Ximponi keluar.
"Sampah!" dengus Hagai sambil berjalan keluar dari gudang.
***
Di rumah sakit, Feline dan Zeline tiba membawa buket bunga. Mereka berjalan di lorong rumah sakit menuju kamar pasien nomor 102.
Saat tiba di depan pintu kamar 102, Feline berhenti, "Omo-omo, Zel, nih kamarnya!"
"Iya nih. Masuk yuk!"
Feline membuka pintu dengan hati-hati. Lalu...
"Ngapain kalian?" tanya Yemima, wajahnya penuh kekesalan.
"Eh, Mim... ye gimane ye... bisa dibilang kite mau jenguk, jenguk Savita dong. Masa servis laptop?" Feline berusaha menjelaskan.
"Duh... lu berdua kalau udah masuk jangan buat gaduh! Savita lagi nggak enak!" Yemima memperingatkan.
"Dih, siapa juga yang mau makan Savitaaa? Hello?" Zeline memasuki kamar dengan nada sinis.
Yemima menghela nafasnya dengan kasar. Ia tidak suka kehadiran Feline-Zeline.
Lalu Yemima keluar dari kamar 102 menuju suatu tempat.
"Omo-omo... Vit!" panggil Feline.
Savita yang masih terbaring lemas, membuka sedikit matanya. Setelah melihat kehadiran di kembar itu, ia lantas segera menutup matanya.
"Vit, kite datang nih! Bawa bunga," kata Zeline.
"Omo-omo, coba cek napasnya. Siapa tau dia udah sakratul maut?" Feline memberikan saran.
"Bejir... masih idup tuh. Lihat masih ada suang nit-not-nit-not nya tuh!" kata Zeline menunjuk layar monitor yang menunjukkan persentase pernapasan Savita.
"Nih bocah napa datang sih!" gumam Savita dalam hatinya. "Pergi lu tikuuuuus!" teriak Savita dalam hati, berusaha terlihat seperti tidur.
"Yaudeh deh, Vit,. Kita pulang yah! nih bunganya gua letakin di atas meja," kata Zeline.
"Omo-omo, sehatr-sehat yang orang sakit!" lirih Feline.
Mereka berdua lalu pergi keluar dari pintu kamar.
Setelah menyadari kepulangan Feline dan Zeline, Savita segera membuka kedua matanya. "Huh! untung itu sudah cabut. Geli bet gua!"
Tiba-tiba pintu bergerak menandakan seseorang akan masuk ke dalam ruangan.
Sontak, Savita berbaring kembali, berusaha menutup kedua matanya.
Seseorang masuk ke dalam ruangan itu. Savita tidak tahu siapa orang itu. Ia menangkap bahwa itu Feline atau Zeline.
Orang itu diam menatap Savita yang terbaring lemas di kasur itu. Ia lalu mengusap dagu Savita.
Savita yang merasakan itu menjadi terkejut. Napasnya menjadi tersengal-sengal, namun ia berusaha menutupinya. Ia sangat penasaran siapa orang itu. Ingin rasanya ia membuka kedua bola matanya, namun hal itu sulit ia lakukan.
"Savita..." kata orang itu dengan suara yang berat dan samar.
Mendengar suara itu, Savita terkejut. "Pria bertopeng?" gumamnya.
Tangan orang itu kemudian meraba-raba leher Savita dengan pelan. Jarinya kanan pria itu dengan santai menyentuh setiap sisi leher Savita, ia seperti membelai Savita dengan manja.
"Vit," tangan orang itu kemudian meraba hingga menuju payudara Savita. Savita yang sedang memakai baju pasien berwarna biru itu tidak membuat payudara Savita tak terlihat oleh siapapun.
Orang itu terlanjur dibawa nafsu. Ia lalu meremas payudara Savita dengan lembut. Dan anehnya, Savita hanya dapat pasrah dan tak mampu bangun. Ternyata Savita telah dibius oleh orang itu.
Orang itu lalu mencium bibir Savita yang setengah pucat itu. Tidak sampai di situ, ia mendekap Savita dengan mesra.
Orang itu bahkan dengan sengaja memasukkan jarinya lewat celah baju pasien itu untuk dapat meremas payudara Savita dengan bebasnya. Ia sungguh menikmati saat-saat itu. Pria bertopeng itu menikmati tubuh Savita di kamar 102.
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
Nestapa Cinta
RomanceCerita berbau p*rn*grafi!!!! Jangan dianggap serius karena ini hanyalah fiksi belaka. Casia yang tidak mengerti percintaan harus menerima kekerasan seksual dari pria bejat yang terobsesi padanya. Casia polos, cantik, cerdas, dan memiliki perangai y...