Wanita/Pria Bertopeng

18 4 0
                                    

Malam itu mengalir begitu tenang, mengusik kedamaian dengan serangkaian peristiwa yang menyentuh. Larsyah, dengan kebiasaan tiap malamnya, tenggelam dalam dunia novel yang menjadi sahabat setianya. Kamarnya dipenuhi oleh puluhan buku, menjadi saksi bisu setiap perjalanan imajinasinya.

Duduk santai di teras balkonnya, Larsyah menyeruput secangkir teh di bawah cahaya remang bulan yang memancar lembut. Sementara kabut malam menyelimuti, dia tenggelam dalam dunia kata-kata yang memikat.

Namun, keheningan terputus oleh panggilan ibunya dari ruang tamu, menciptakan serpihan kehidupan di dalam malam yang tenang.

"Tentang apa, Ma?" Larsyah menjawab, suaranya menciptakan dentingan ringan di antara malam.

"Temanmu, dia menelepon," jawab Ibu Larsyah.

Larsyah mengerutkan kening, mencoba meresapi kabar yang disampaikan. "Teman? Siapa?"

"Dari ketua Singo," jawab ibunya.

Larsyah mengernyit, mencoba mengaitkan nama itu dengan wajah atau ingatan yang dimiliki. "Singo?"

Ibunya menggeleng, "Maaf, sayang, mungkin aku salah dengar. Yang kudengar 'Singo'."

Larsyah meraih telepon rumah, penasaran dengan kabar dari 'Singo'.

"Kamu harus lebih selektif dalam memilih teman, Sya. 'Singo' bukanlah nama yang biasa untuk seorang teman," komentar ibunya, menatap dengan wajah penuh pertanyaan.

"Hah, Ma, aku sama sekali tidak tahu siapa itu 'Singo'. Aku akan cek dulu," jawab Larsyah, bergerak menuju telepon rumah dengan langkah cepat.

"Baiklah, cepatlah," ucap ibunya, meninggalkan Larsyah dengan misteri yang belum terpecahkan.

Larsyah menekan tombol pesan, menghadapkan diri pada pesan yang tertinggal.

"Maaf jika aku mengganggumu... selamat malam, Sya! Surat ini kutulis dengan segala perasaan yang kubawa. Aku ingin kau tahu isi hatiku," suara Alaric terdengar dalam pesan itu, merangkul ruang malam dengan kehangatan kata-kata.

Larsyah tersadar akan sesuatu. Ya, surat dari Alaric, surat yang terlupakan di dalam tasnya. Tanpa menunda, dia mencari surat itu, merengkuhnya dengan tangan gemetar ke teras balkonnya.

Dia membaca surat itu dengan penuh perhatian, membiarkan setiap kata meresap ke dalam benaknya.

KEPADA: LARSYAH PASARIBU

SYALOM... HORAS...

IZINKAN SURAT INI KUBUAT UNTUK MENGURANGI WAKTU MEMBACA NOVELMU. TAPI, KALI INI... IZINKAN AKU MENGUNGKAPKAN ISI HATIKU.

SYA... KITA TIDAK SERING BERKOMUNIKASI, BAHKAN JARANG BERTEMU. TAPI... TAHUKAH, AKU SELALU MEMPERHATIKANMU. MAAF JIKA KURANG AJAR, TAPI RASA INI SUDAH TAK TERKENDALI LAGI.

SYA... SELAMA INI AKU TAKUT MENDEKATI, TAKUT KAMU TIDAK MENYUKAI SOSOK SEPERTI AKU. SEORANG PEMUDA BERANDALAN YANG BANYAK DIBENCI.

TAPI, SYA... AKU INGIN BERUBAH. AKU INGIN MENJADI LEBIH BAIK DENGAN PENDAMPING. RENATA DALAM NOVEL YANG KAMU BACA BERUBAH KARENA ADA SOSOK PRIA YANG MEMBUATNYA. AKU BERHARAP HAL YANG SAMA TERJADI PADAKU.

MAAF JIKA KETERLALUAN...

KUJANJIKAN, AKU TIDAK AKAN MEMBIARKAN SIAPAPUN MENYAKITIMU, BAHKAN LALAT PUN.

TERIMA KASIH KEPADA TANTE DAN PAPA YANG TELAH MEMBESARKANMU...

NOTE: MAAF JIKA TULISANNYA KURANG BAIK. AKU BUKAN PENULIS, TAPI PEMILIK HATI.

SALAM HANGAT, ALARIC TANJUNG...

SYALOM... HORAS...

Setelah membaca surat itu, perasaan Larsyah tercampur aduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah membaca surat itu, perasaan Larsyah tercampur aduk. Baru sekarang dia menyadari betapa besar perjuangan Alaric selama ini untuk menaklukkan hatinya. Dia sadar, selama ini, di balik layar, Alaric setia menjaganya dengan diam-diam.

Inilah alasan mengapa keluarga Larsyah tidak pernah diganggu. Larsyah selalu merasa aman di mana pun dia berada, karena Alaric, sang ketua geng, selalu berdiri tegak untuk melindunginya.

"Terima kasih, Ric," gumam Larsyah, matanya terpaku pada langit yang bersemu bintang. Senyum melintas di bibirnya, membayangkan wajah Alaric yang terpatri di langit malam.

***

Di sebuah sudut kota Sleman, dalam gemerlap club malam, seorang wanita memasuki pintu utama dengan langkah percaya diri. Pakaiannya hitam mempesona, memancing pandangan setiap mata yang terpaku padanya. Hanya bra dan rok minim yang melingkarkan tubuhnya, disempurnakan dengan sentuhan make-up yang mencolok.

Pesona wanita itu menghipnotis pengunjung club, membuat mereka terpana oleh kecantikannya.

Di tengah sorak sorai dan keceriaan, tiba-tiba Savita melihat seorang pria bertopeng memandanginya dari kejauhan. Tatapan aneh itu menarik perhatiannya, membuatnya mendekati pria itu dengan langkah penuh keyakinan.

"Sudah mencoba layanan kami, sayang?" goda Savita sambil menggoda.

Pria itu tetap diam, tatapannya terkunci pada Savita di balik topeng ungu dengan hiasan bulu-bulu.

"Siapa namamu, tampan?" tanya Savita, tetapi pria itu tetap bungkam, membiarkan dirinya disentuh tanpa menjawab.

Ketika tak ada respons dari pria itu, Savita memutuskan untuk pergi. Namun, saat ia melangkah menjauh, tatapan aneh pria itu masih mengikutinya, menciptakan ketegangan yang tidak nyaman.

Tanpa sengaja, Savita menabrak pria lain. Permintaan maafnya terdengar gemetar.

"Tidak apa-apa," jawab pria itu, tersenyum.

Sorot mata Savita berubah tiba-tiba saat ia mengenali pria di hadapannya sebagai Jordan, kekasih gelapnya. Namun, pertemuan mereka di club malam ini menimbulkan pertengkaran.

Savita menolak untuk terlibat, meninggalkan Jordan sendirian dalam kerumunan club.

Di kamar mandi, Savita menatap dirinya dengan sedih. Air mata tak tertahankan mengalir, meratapi nasibnya yang tragis.

Tiba-tiba, Jordan muncul, berusaha meminta maaf dan merayu Savita untuk kembali.

Namun, keputusan Savita telah bulat. Ia menolak, meninggalkan Jordan sendirian dalam kesedihannya.

Kembali ke rumah, Savita merenungkan keputusannya sambil mencoba menenangkan diri.

Namun, kegelisahan masih memenuhi hatinya. Ia menangis, meratapi nasibnya yang tak kunjung membaik.

Tiba-tiba, ponselnya berdering, mengalihkan perhatiannya. Nomor yang tidak dikenal meneleponnya.

Penasaran, ia menjawab, hanya untuk mendengar ancaman misterius dari pria bertopeng di club malam tadi.

Savita terkejut, tetapi kemarahannya menempatkannya pada titik puncak. Namun, ia menyadari bahwa ancaman itu lebih serius daripada yang dia kira.

Setelah panggilan itu berakhir, Savita merenungkan nasibnya dengan hati yang berat. Hidupnya telah menjadi sebuah petualangan yang gelap dan tidak pasti.

Bersambung...

"Ada yang mendoakanmu meski kamu mengabaikan. Ada yang merindukanmu meskipun kamu tak tahu. Itu aku," Pria bertopeng.


⚜️Ikuti terus kisahnya untuk mengetahui apa yang akan terjadi pada Savita. Apa yang akan ia lakukan untuk keluar dari zona itu? 

#Bagian 6

Catatan penulis!📍

nothing...

Wopyu... <:🫶

Nestapa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang