***
Johvis sedang memperhatikan anak perempuannya dengan heran. Anaknya itu menyirami tanaman dengan tangannya sendiri, tidak, bahkan tangannya hanya mengendalikan air itu dari jauh. Johvis melipat tangan di depan dada, lalu menghela napas pelan.
"Ada apa, Sayang?" tanya Mira. Johvis tersenyum kala mendengar suara merdu istrinya. Laki-laki itu sudah tua, tapi rasa cintanya tak luntur sedikit pun. "Hanya heran, penyihir gila mana yang berani membuang bayinya di depan rumah seorang manusia biasa."
Senyum Mira luntur mendengar perkataan suaminya. Matanya bergerak pelan, menatap remaja cantik yang sedang menyirami tanaman dengan senyuman lebar. Sejak hari itu, Mira menunggu kedatangan Araumi untuk menjemput anaknya. Tapi hingga 17 tahun berlalu, Araumi tak kunjung terlihat. Mira pun tidak tahu keberadaan sahabatnya itu.
Glynrie tentu saja tahu kalau dia dan Johvis bukan orang tua kandungnya. Sejak umur 10 tahun, Glynrie sudah mampu mengendalikan air dan angin sesuka hatinya. Hingga anak itu sadar, kedua orang tuanya tidak punya ilmu sihir sedikit pun.
Mira juga mengubah tanggal ulang tahun Glynrie demi keamanan gadis itu. Untung saja, Araumi belum sempat mengumumkan nama anak perempuannya, maka Mira masih bisa menggunakan nama Glynrie sebagai nama anak itu.
"Kau sedang apa?"
Glynrie terkejut mendengar suara laki-laki di belakang tubuhnya. Air yang ia kendalikan langsung tercerai, jatuh membasahi rumput-rumput di sekitar tanaman yang sedang ia sirami. Ia kemudian berbalik, menatap sebal remaja laki-laki yang tersenyum manis di belakangnya.
"KAKAK!" teriak sebal Glynrie di depan wajah Leo. Leo terkekeh melihat wajah Glynrie yang menatapnya sebal. Glynrie mengarahkan tangannya pada sumur di samping pohon, mengeluarkan airnya, lalu menggerakkan air itu ke arah Leo, Kakak angkatnya. Leo menatap takut air itu, lalu menggeleng pelan pada Glynrie. "Aku hanya bercanda Glyn, jangan basahi aku."
Glynrie yang masih cemberut itu kemudian menambah kecepatan airnya agar cepat mengenai Leo. Leo berlari, menghindari air yang Glynrie kendalikan. "Glynrie, aku mohon jangan basahi aku, aku baru saja mandi."
Leo berlari mengelilingi rumah. Johvis dan Mira tidak bisa tidak tertawa melihat itu. Ini keadaan rumah saat hari libur, selalu diisi dengan pertengkaran Leo dan Glynrie. Dua remaja yang sedang berada pada masa pubertas itu selalu saja bertengkar karena hal kecil.
"Kau mau apa? Kakak janji akan belikan asal kau menarik air ini agar tidak mengejarku lagi." Glynrie langsung menghentikan air itu di udara. Dia langsung tersenyum mendengar itu. "Apa pun?"
"Hah ... hah ... hah, ya!" jawab Leo terengah. Glynrie tersenyum, tapi sedetik kemudian dia menggeleng. "Hm, aku sedang tidak ingin apa pun."
Byur
Leo basah kuyup dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Pagi itu, Leo terpaksa ganti baju lagi.
***
"Bunda cepat! Aku sudah tidak sabar meniup lilin!"
Mira membawa kue yang sudah ia hias dari siang, khusus untuk Glynrie dan Shinae. Dia menancapkan lilin angka 1 dan 7 lalu menyalakannya.
"Sebelum meniup lilin, kalian berdoa dulu ya." Glynrie dan Shinae lalu berpegangan tangan, menutup mata, memanjatkan doa dan impian yang ingin mereka capai. Setelahnya, mereka bersama-sama meniup lilin itu hingga padam.
"Selamat ulang tahun, Glynrie dan Shinae. Ini ada hadiah dari Ayah, coba buka." Johvis mengulurkan dua kotak berwarna pink dan ungu ke hadapan mereka berdua. Pink untuk Shinae, dan yang ungu untuk Glynrie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Cahaya
FantasyNamanya Glynrie, seorang penyihir perempuan yang tinggal dan besar di sebuah keluarga manusia biasa. Saat berumur 17 tahun, gadis itu memutuskan untuk pergi ke akademi Drainsyl, sebuah akademi sihir terbesar yang ada di kota Xenopia untuk mencari ke...