***
Glynrie tidak tidur semalaman penuh. Ini hampir pagi, tapi Anna tak kunjung siuman. Gadis kecil itu masih terpejam dengan senyuman yang masih mengembang pula. "Glyn, sebaiknya kau tidur sebentar. Biar aku yang jaga Anna."
Glynrie menoleh mendengar suara Shila. Gadis itu membawakannya teh hangat yang dicampuri herbal. Glynrie menerima secangkir teh itu, lalu meminumnya. Ajaibnya, lelahnya langsung hilang dan tubuhnya terasa kembali segar.
"Untuk apa tidur, matahari sudah terbit." Glynrie menyesap kembali teh yang masih panas itu. Dia pikir, penginapan yang ada di Xenopia akan terlihat kuno, ternyata bangunan penginapan itu lumayan juga. Mirip dengan hotel bintang 3 di Scylerion.
"Ah, apa yang harus kulakukan pada laki-laki itu. Sialan sekali," umpat Glynrie memukul pelan meja di sebelah tempat tidur. Shila yang duduk di sofa pun mengangguk setuju. "Tadinya ingin kulukai dengan duri mawar api, tapi aku takut tidak diterima sebagai murid akademi."
"Kalau nanti sudah diterima, kita ganggu dia, setiap hari. Pembalasan dendam terbaik adalah membuat lawan kesal setengah mati." Shila terkekeh mendengar itu, kemudian mengangguk kecil. Seribu satu akal licik itu pasti tercipta dari otak Glynrie. Padahal belum genap dua hari mereka berkenalan, tapi Shila sudah merasa cocok berteman dengan Glynrie dan Anna. Lebih tepatnya berteman dengan Glynrie, dan menjadi sosok kakak untuk Anna.
"Glyn, kalau boleh tahu, apa tujuan kau untuk diterima di akademi itu?" tanya Shila. Glynrie terlihat berpikir sejenak. Ia bimbang ingin memberi tahu atau tidak. Ia tidak akan membocorkan ini, kan?
"Aku mencari Ibuku, Ibu kandung lebih tepatnya."
Shila terkejut mendengarnya. "Lalu selama ini kau tinggal dengan siapa?"
"Keluarga angkatku. Kau pikir aku mendapatkan uang sebanyak ini dari mana?"
"Wah aku iri! Bisakah kau memberiku lima belas guan?" pinta Shila. Glynrie merogoh tasnya, memberikan lima belas guan kepada Shila. Shila terkekeh pelan, lalu berkata, "Aku bercanda."
Tangan Shila mengembalikan lima belas guan itu ke tangan Glynrie. Glynrie mengerutkan keningnya. Tangannya memberikan kembali uang itu pada Shila. "Aku kan menghilangkan pisaumu, beli pisau baru dengan itu."
"Glyn, ini terlalu banyak untuk sebuah pisau. Kau memberiku lima guan saja sudah cukup."
"Ya sudah, belilah pisau seharga lima guan, lalu sisanya simpanlah."
"Terima kasih." Shila mengalah. Ia menyimpan uang itu dengan benar di dalam tasnya. Matanya mengikuti Glynrie yang sibuk membongkar tasnya, mengambil satu gaun.
"Aku akan mandi dulu. Jaga Anna ya."
***
Glynrie sibuk membenahi gaun yang menempel di tubuhnya. Leher belakangnya agak gatal karena gaun yang dibeli Bundanya. Ah, dia lupa, gaun itu kan baru dibeli. Tubuhnya sensitif dengan baju baru. "Tahu begitu malam itu aku rapikan lagi tasku. Bunda benar-benar mengeluarkan semua kaos dan celanaku."
Glynrie melebarkan matanya saat melihat Anna sudah siuman. Gadis itu sedang sarapan dibantu oleh Shila. Glynrie segera berlari, menghampiri Anna. "Kau tidak apa-apa? Apa masih sakit? Kau ada gejala demam atau flu?"
Glynrie mengecek tubuh Anna dari ujung kepala hingga ujung kaki, dengan brutal. Anna terkekeh melihat kelakuan Glynrie. "Kak! Aku sudah sembuh sepenuhnya, kau tenang saja. Lagi pula ada penyihir setengah dokter di sini."
Glynrie mengerjap dua kali. "Betul juga."
Shila menyentil kepala dua gadis di depannya itu. "Aku bukan dokter pribadi kalian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Cahaya
FantasyNamanya Glynrie, seorang penyihir perempuan yang tinggal dan besar di sebuah keluarga manusia biasa. Saat berumur 17 tahun, gadis itu memutuskan untuk pergi ke akademi Drainsyl, sebuah akademi sihir terbesar yang ada di kota Xenopia untuk mencari ke...