17. Terdiam

73 5 0
                                        

***

Shila, Anna, dan Erand menunggu cemas Glynrie di taman belakang Drainsyl. Mereka baru sadar Glynrie tertinggal di dalam ruangan Dario saat mereka berhasil keluar dan kabur dari sana. Saat menengok ke belakang, Glynrie tidak ada di belakang mereka, tapi mereka harus terus berlari agar tidak ketahuan guru itu.

"Kau sih! Mengapa kau tinggalkan Glynrie sendirian di sana?!"

"Ya aku tidak tahu kalau Glynrie tertinggal!"

"Sst! Kalian berdua bisa diam tidak?!"

Anna dan Erand langsung diam setelah ditegur oleh Shila. Keduanya kembali cemas menunggu Glynrie yang tak kunjung datang.

"Kenapa kalian semua terdiam di sini?"

Ketiganya langsung memutar badannya ke belakang, mendengar suara Glynrie menyapa telinga mereka. Ketiganya lantas sedikit berlari dan menghampiri Glynrie.

"Kau tidak apa-apa?"

"Apa kakak ketahuan?"

"Kau benar tidak apa-apa?"

Glynrie terkekeh pelan mendengarnya. Gadis itu tersenyum kemudian mengangguk menandakan jika dirinya baik-baik saja. "Kalian bisa melihatnya, aku baik-baik saja!"

"Siapa yang menolongmu? Aku ingat sekali tanganku menutup pintu ruangan itu tadi. Dan pastinya kau masih di dalam sana, kan?"

"Ada yang membantuku tadi, tenang saja."

Ketiganya menatap Glynrie heran. Glynrie meregangkan badannya, tanda ia terlalu lelah. "Ayo kita kembali ke kamar masing-masing. Aku lelah sekali, besok hari pertamaku pindah ke kelas tingkat dua, aku harus bersiap."

Shila mengangguk. "Benar, ini sudah malam ayo kembali ke kamar!"

Keempat penyihir itu lantas melangkahkan kakinya menuju asrama tempat mereka beristirahat. Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan, terutama bagi Glynrie dan Erand. Hari esok, semua dimulai lagi dari 0, membuat adrenalin Glynrie terpacu kencang. Gadis itu mengepalkan tangannya, membuat sorot mata itu terlihat membara.

Aku akan menjadi lebih kuat dan lebih kuat, lalu akan ku musnahkan pembunuh sialan itu! Tunggu giliranmu bedebah sialan!

Dan Kylan hanya bisa tersenyum tipis di kamarnya mendengar suara teriakan yang menggema di kepalanya. Gadis itu benar-benar!

***

"Kak! Sepertinya kau harus berhenti. Hidungmu mengeluarkan darah."

Glynrie mengusap darah yang mengalir keluar dari lubang hidungnya, membuat sekitar hidung dan pipinya kotor terkena darah. Erand menatap geli ke arah hidung Glynrie, lalu tangannya mengambil sapu tangan yang selalu ia bawa di saku seragamnya, memberikannya pada Glynrie untuk mengusap noda itu.

"Sudahlah, Glyn! Santai saja, kita masih ada waktu untuk mempelajari semua keahlian dasar kelas tingkat dua ini."

"Kalau kalian masih ingin bersantai silakan saja! Aku ingin cepat-cepat menjadi kuat, dan kalian tahu alasannya." Erand dan Anna hanya bisa pasrah melihat Glynrie yang tidak bisa diganggu gugat keinginannya. Gadis itu tidak akan menyerah sebelum menangkap pembunuh kejam Ayahnya dan menemukan Ibunya.

Tiba-tiba mata Glynrie terbuka lebar. Tangannya kontan menekan dadanya yang terasa sakit dan panas, seperti waktu di depan ruangan Master Norrey. Posisi duduknya berubah, dengan satu tangan berusaha menopang tubuhnya. Dadanya sangat sakit, membuat telapak tangan Glynrie ikut bergetar hebat.

"Glyn? Glyn, kau tidak apa-apa? Mengapa kau terlihat sangat kesakitan?"

Dan seperti waktu itu, lehernya kemudian terasa terbakar. Panas dan membuat Glynrie tidak bisa bernapas. Oksigen dalam tubuh Glynrie semakin menipis. Bulir-bulir keringat terlihat membesar di pelipis, kening, dan semua bagian leher Glynrie. "Se- sekarang hari ke berapa?"

Pedang CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang