➿TheRa-06➿

11.9K 1.1K 78
                                    

Up nih walau komen belum penuh, mana tau hari ini bisa triple up kan lumayan.

JANGAN JADI SIDER! Sider tiada bermanfaat bagi sesiapapun, jadi stop sider agar tidak membebankan pembaca lain.

200 vote dan 50 komen, vote diawal atau diakhir chapter, gas!

Happy Reading

Kamar Theo ternyata ada connecting door yang terhubung ke kamar Tera, jadi kalau Tera nangis atau terbangun di tengah malam, Theo bisa langsung datang.

2 hari setelah kedatangan Tera, baik Theo dan Dira bekerja sama dengan agak baik.

Seperti, saat Theo memandikan Tera, Dira akan menyiapkan pakaiannya di kasur, atau saat Theo sedang menyusui Tera, Dira yang nyuapin Theo makan.

"Dira, bantuin aku boleh? Dada aku kram." Permintaan Theo di suatu pagi itu membuat Dira sumringah, dia baru selesai masak sarapan untuk mereka dan Theo langsung meminta hal tadi.

"Boleh, duduk dulu lo, biar gue bantu, oh si Tera belum bangun?"

"Belum, masih bobok."

Sekarang Theo jarang masuk ke kantor, karena dia lebih fokus jagain Tera dan nunggu Dira pulang kerja.

Oh ya, surat perjanjian mereka itu hanya formalitas saja, isinya pun kebanyakan poin dimana Theo harus nurut sama Dira.

Gaji Theo per bulan, sekitar 40 juta per bulan gaji Theo karena ngurusin Tera, lebih banyak daripada gaji Theo sebagai budak korporat di kantor.

Gaji senagai pegawai hanya 15 juta, kan banyakan gaji jadi bapak susu nya Tera, hehe.

Theo segera membuka piyamanya dan duduk di sofa, sementara Dira segera duduk disebelahnya dan menarik Theo agar duduk di pahanya.

"Duduk sini, biar gampang," titah Dira yang langsung Theo kerjakan, dia naik  ke paha Dira dan duduk dengan nyaman disana, berhadapan.

Dira bisa melihat dengan jelas dada Theo, ukurannya lebih besar sekarang, mungkin sekitar b-cup, tapi itu kan termasuk besar untuk laki-laki.

"Kenapa bisa kram?" Tanya Dira seraya menangkup dua dada Theo dan mulai memijitnya lembut.

Theo melenguh lirih "Enggak tau, mungkin karena semalam aku tidurnya telungkupan," gumamnya.

"Makanya jangan tidur telungkupan."

"Ya maaf.."

Dira fokus memijit dada kram Theo sementara Theo fokus menatap Dira, Theo baru sadar kalau Dira itu ternyata cantik.

Tanpa make up boldnya dan hanya make up tipis yang natural, Dira terlihat jauh lebih cantik.

Theo menyentuh pipi Dira dengan tangan kanannya, lalu tersenyum tipis.

"Dira cantik kalau make up kaya gini," puji Theo dengan polosnya.

Membuat Dira membeku dan jantungnya berpacu lebih keras lagi, dia menatap Theo lama kemudian terkekeh pelan, pengen Dira cium bibirnya tapi takut Theo jadi trauma.

"Baru tau lo? Gue mah selalu cantik," sombong Dira.

"Iya aku baru tau, hehe."

"Udah ah, udah gak kram kan?"

"Enggak, makasih ya Dira," ucap Theo seraya turun dari paha Dira lalu berjalan cepat menuju kamar, pasalnya Tera sudah mulai menangis di kamarnya.

Dira yang ditinggal sendiri, justru menutup wajahnya dengan dua telapak tangannya, wajahnya merah padam.

"Polos banget anjir, sumpah, gak bagus buat jantung gue," lirih Dira, wajahnya merah padam.

Dira jadi semakin semangat dalam mengejar cinta Theo, walau itu masih sangat panjang dan lama tapi tak masalah, semua butuh proses.

Tak ada yang instan, masak indomie saja butuh waktu untuk merebusnya, masa mau dapetin cinta Theo mau yang instan.

Yang instan-instan itu biasanya gak berakhir baik karena gak ada prosesnya, jadi Dira gak mau kalau hubungannya dengan Theo buruk jika Dira terlalu frontal dan brutal.

Jadi Dira tetap ugal-ugalan namun tak sampai membuat Theo trauma atau ketakutan.

Kalau sampai Theo trauma atau takut padanya, yang bener aja, rugi dong.

"Sial, kok bisa sih dia selucu itu, padahal udah mau 30 tahun," gerutu Dira serays mengusap wajahnya pelan.

Di kamar, Theo lagi sibuk nyusuin Tera, senyum teduh Theo berikan.

"Minum yang banyak, biar sehat ya, Tera," ucap Theo lembut seraya mengelus rambut Tera.

Theo kasihan pada Tera, masih bayi sudah kehilangan orang tua, beda sama Theo yang memang dibuang, kalau Tera kan ditinggal.

"Tera tenang aja, om sama tante kamu bakal ngurus Tera kok, Tera enggak sendirian." Theo mengecup pipi Tera lembut dan bayi 2 bulan itu menatap Theo lama lalu tertawa pelan.

Tawa khas bayi, Theo memeluk Tera lembut "Kamu gak sendirian, Tera."

Benar, Theo dan Dira akan mengurus Tera walau selama ini Dira selalu ngomel kalau disuruh ngurus Tera.

Ngomel mulu memang, apalagi kalau Theo suruh gantiin popok Tera, wuih, bisa ngomel gak ada hentinya.

Tapi itulah, sisi Dira yang cuma Theo yang tau itu.

Theo jadi merasa spesial, interaksi mereka tak formal lagi, jadi lebih dekat seperti teman.

Dan Theo merasa spesial karena cuma Theo yang pernah ngelihat wajah bangun tidur Dira yang sangat cantik.

Theo spesial kaya martabak telor pakai daging, hehe.

➿Bersambung➿

The Man Who Can Lactating [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang