008

3.4K 642 381
                                    

Chapter 008: Something Felt Wrong  


"Beraninya dia nyuruh-nyuruh anak Mami buat beli cokelat pagi-pagi gini," gerutu wanita yang duduk di kursi pengemudi itu.

Liam, yang duduk di kursi penumpang depan, hanya menghela nafas sambil menatap jalanan melalui jendela. "Biarin sih, dia juga baru kali ini minta beliin sesuatu sama aku."

Merasa kesal, Maminya itu kembali mengomel. "Emangnya dia nggak bisa ke supermarket sendiri?" 

"Jadi sensi amat, sih, Mi," gerutu Liam dengan wajah cemberut.

"Setau Mami, Nat itu anaknya nggak suka nyuruh-nyuruh," ujar wanita itu lagi. "Dia aja marah kalo kamu nawarin anter-jemput, ya kan?"

Liam memutar bola mata lalu memutuskan untuk diam saja. Mobilnya pun kini sudah terparkir di supermarket dekat sekolah. Liam, tanpa basa-basi, segera masuk ke dalam dan mencari cokelat titipan Natalia. Cadbury. Rasa karamel. Limited edition. Mahal.

Baru kali ini Liam membayar sesuatu untuk gadis itu. Bahkan untuk nonton saja, Natalia tidak mau menjadi yang selalu 'dibayari'. Prinsipnya; kalau Liam yang membeli tiket, maka ia yang membeli popcorn dan minuman. Begitupun sebaliknya.

Setelah membayar di kasir, Liam pun kembali ke parkiran dan mengetuk jendela mobil Ibunya.

"Mi, sampe sini aja ya anternya. Sekolah aku udah deket," kata Liam sambil menunjuk ke arah gedung sekolah yang menjulang itu.

Wanita itu terlihat menimbang-nimbang sebelum akhirnya mengangguk. "Hati-hati, ya."

Liam menarik nafas kuat-kuat lalu membuangnya pelan. Sabar. Sambil tersenyum paksa, Liam berbalik dan segera berjalan menuju neraka--atau sebut saja sekolah.

Saat Liam baru datang, Natalia terlihat sedang duduk-duduk di koridor diantara kerumunan anak-anak yang berlalu lalang. Gadis itu memakai sweater putih dan celana jeans, dan begitu ia menyadari kedatangan Liam, ia berdiri. Tersenyum.

Gadis itu terlihat lebih pucat dari kemarin, namun Liam mencoba untuk tidak berkomentar. Natalia paling tidak suka dikomentari, ingat?

"Nih," ujar Liam sambil meletakkan cokelat itu di telapak tangan gadis itu. "Limited edition, tinggal satu."

Wajah gadis itu terlihat berbinar-binar lalu melirik Liam. "Makasiiih!"

Liam hanya mengangguk-angguk lalu melihat jamnya. Masih setengah jam lagi sampai bel kelas berbunyi. Liam baru saja ingin pamit ke kelas Bahasanya ketika ia merasakan kecupan di pipinya.

"Makasih sekali lagi!" ujar gadis yang baru saja mendaratkan kecupan di pipinya itu dengan ceria.

Liam melongo; bahkan mengerjap pun tak mampu. Dipandangnya gadis itu lekat-lekat. Ia sedang tersenyum sumringah; sesuatu yang biasanya jarang sekali dilakukan oleh gadis itu.

Melihat Liam hanya diam saja, gadis itu cemberut. "Ih, kenapa sih? Kenapa diem aja?"

"Hah?" Liam tersadar dari lamunannya begitu gadis itu mendorong bahunya pelan. "Apa? Ga denger."

"Ah tau ah. Bete," desis gadis itu sambil melipat tangannya di dada.

"Sorry, Nat, aku masih ngantuk banget," kata Liam setengah berbohong. "Jangan marah-marah, ini masih pagi."

Mendengar Liam berbicara dengan nada yang lembut, gadis itu meliriknya kembali lalu tersenyum manja. Liam nyaris meringis melihatnya, namun ia tahan.

julia ft. liam james pTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang