32. Entropi

56 8 1
                                    

Sang Surya menyinari Bumi dengan sinarnya. Sinar sang surya merambat masuk ke bumi dan terjadilah suatu peristiwa yang dinamakan Entropi. Entropi adalah konsep dalam termodinamika yang menggambarkan tingkat ketidakteraturan atau dispersi energi dalam sebuah sistem. Semakin tinggi entropi, semakin tinggi pula tingkat ketidakteraturan dalam sistem tersebut. Namun mengapa sinar matahari perlu menjalani proses entropi agar sinarnya bisa diterima di bumi? Pada dasarnya perlu kita ketahui, bahwa entropi tidak berkaitan langsung dengan sinar matahari secara spesifik, tetapi merupakan sifat umum dari proses alam semesta. 

Matahari adalah sebuah bintang yang menghasilkan energi melalui reaksi nuklir di intinya. Reaksi nuklir ini mengubah inti atom menjadi elemen yang lebih ringan, melepaskan energi dalam prosesnya. Proses ini menyebabkan peningkatan entropi di dalam matahari karena energi tersebut kemudian menyebar keluar dari inti matahari ke lapisan-lapisan yang lebih luar dan kemudian merambat ke ruang hampa antar bintang. Selanjutnya, Sinar matahari menjadi salah satu sumber energi yang memengaruhi entropi sistem di Bumi dan di alam semesta secara keseluruhan dengan menyebarkan energinya ke lingkungan sekitarnya. Menyebar keseluruh penjuru bumi, ia tidak melewatkan satu titik pun kegelapan.

Sang surya menyebarkan dua energi, yaitu cahaya dan panas. Cahaya dan Panas adalah dua energi yang sering di kait-kait kan. Banyak orang bilang bila sebuah cahaya pasti akan menghasilkan panas. Namun pada kenyataannya, kedua energi ini dapat berdiri sendiri-sendiri. Cahaya akan ada tanpa hadirnya panas, begitupun panas akan tetap ada tanpa adanya cahaya. Namun sinar sang surya dapat mengantarkan kedua energi ini secara bersamaan. Merambat masuk ke atmosfer bumi, lalu merambat ke tiap-tiap permukaan nya. Tanah dan Laut tak luput ia sapa. Pagi ini Nusantara mendapat gilirannya untuk di sapa sang surya, setelah semalaman bermanja dengan bulan. Tak luput juga si Pulau Dewata, yang sudah tersinari cahaya sejak dua jam lamanya. Di suatu tempat jauh di tengah pulau, ada seorang gadis yang tidur nya terusik karena mulai di jahili oleh sinar sang surya. Perlahan tirai matanya mulai di sesapi oleh cahaya, mata nya pun terbuka dan menampakan langit-langit putih di hadapannya. Sang gadis berfikir kalau ia masih di awan, namun segera sadar setelah apa yang ia ingat dari kepingan kenangan semalam.

Karina bangun dengan perasaan cemas, ia mendapati dirinya berada di sebuah kamar hotel yang ia tidak tahu punya siapa. Badannya terbungkus selimut namun ia takut untuk membuka dan melihat kedalamnya. Peluh dingin keluar dari keningnya, air matanya pun mulai menggenang.

"gue semalem abis ngapain?" ujarnya takut.

Perlahan ia buka selimut yang menutupi tubuhnya sampai ke dada. Syukurlah apa yang ia lihat bukan lah penampakan tubuh tanpa sehelai kain. Pakaian nya masih utuh tidak ada yang terlihat terbuka. Hanya sepatunya saja yang copot. Lalu ia teringat akan pouchnya yang berisi barang berharga, ia menoleh ke nakas dekat kasur dan menemukan pouch nya di sana. Segera ia ambil dan memeriksa isi nya. Masih utuh seperti kemarin. Ia mengedarkan matanya untuk mencari tahu, dimana sebenarnya ia berada. Sudah jelas di kamar hotel, tapi punya siapa. Lalu tatapannya terkunci pada satu sosok yang tertidur pulas di sebuah sofa bed sempit di ujung kamar. Badannya yang tinggi tentu tidak tertampung oleh sofa tersebut. Dari perawakannya Karina sudah bisa tebak kalau ia adalah seorang pria.

Bisa Karina tebak bahwa pria itu adalah pemilik kamar ini. Sang pria tertidur dengan satu tangan menutupi mata. Wajah pria itu tidak terlalu jelas terlihat. Karina hanya bisa melihat rambut hitam sang pria, kulit putih yang sangat mencolok. Pria itu berpakaian sederhana, hanya kaus putih dan celana hitam, di meja terlihat jas abu-abu yang mungkin sang pria lemparkan begitu saja. Walau Karina merasa tidak terjadi apa-apa pada dirinya, namun tetap saja ia merasa khawatir. Berada dalam satu kamar dengan pria yang bahkan ia tidak tahu siapa bukan lah hal yang wajar.

Karina pun beranjak hati-hati dari tempat tidur. Secara perlahan ia mendekati sofa yang di tiduri si pria misterius. Dalam benaknya ia bertanya-tanya, bagaimana ia bisa berakhir di sini bersama sang pria. Kamar hotel ini tidak terlalu besar, hanya sebuah kamar superior queen bed dengan long sofa dan meja kopi. Satu nakas berada di samping tempat tidur, dan hiasan bergaya retro terpajang di dinding dekat kepala tempat tidur. Di pojok kiri terdapat sebuah lorong menuju pintu keluar, dan disana terletak sebuah kamar mandi dengan kaca tempered yang menghadap samping tempat tidur. 

Saat ini Karina sudah berada di hadapan sang pria, tepatnya di dekat kaki nya. Wajah sang pria masih belum terlihat krna tangan yang menghalangi wajahnya. Satu menit sudah ia mengamati pria tersebut. Sampai saat dimana sang pria melenguh kecil dan mulai meregangkan tubuhnya. Bersamaan dengan itu lengan sang pria ia turun kan dari wajahnya. Sesaat kemudia tampak lah sosok yang akan menjadi opsi terakhir dalam pikiran Karina. Di Pulau ini, Pulau Dewata yang terkenal akan turis asing dan lokal nya, yang sering di datangi banyak orang dari seluruh penjuru dunia. Bahkan survey mencatat saat musim liburan Bali adalah destinasi terpadat yang akan di kunjungi. Namun dari semua manusia tersebut, Karina malah bertemu dengan orang yang sama bernama Auriga Winata Aksa.

Keterkejutan ini tanpa sadar membuat Karina teriak, teriakan nya sontak membangunkan Auriga. Dirinya langsung duduk dan mengedarkan pandangan kepenjuru kamar. Auriga tipe manusia Light sleeper, tidak heran ia bisa terbangun begitu cepat. Saat sudah benar-benar bangun Auriga melihat sesosok gadis yang bersandar ke tembok pojok kamar tersebut. Karina, menatap horor ke arah Auriga, seakan apa yang di hadapannya adalah monster yang kapan saja bisa melahap nya.

Auriga ternganga, otaknya yang jenius masih belum bisa terkoneksi dengan kondisi sekitar. Ia pun mencoba berdiri dan secara singkat merapihkan penampilannya.

"Rin.." Belum Auriga sempat berbicara lebih lanjut Karina mulai melemparinya dengan bantal yang ada di tempat tidur.

"lu culik gue yaa?? lu ngapain gue ha??" teriak Karina.

"Rin.. lu salah paham, gue ga ngapa-ngapain lu" sanggah sang pria.

Karina, mencari akal ketika Auriga hendak mendekatinya, ia pun segera berlari berniat untuk keluar dari kamar, namun sayang kecepatannya tidak sebanding dengan kecepatan Auriga.

"Rin, kalo lu keluar kamar dan teriak-teriak kaya gini semua orang bisa salah paham"

"Emang bener kan? pasti lu apa-apain gue" Karina masih mencoba melepas cengkraman Auriga.

"Rin, dengerin gue gue ga ngapa-ngapain lo!"

"Lepas!"

"KARINA DENGERIN GUE DULU!" tanpa sadar Auriga berteriak. Selama mengenal Auriga, Karina tidak pernah mendengar nya menaikan nada suara nya. Terkecuali kalau mereka sedang bercanda. Itu pun tidak sampai berteriak. Kali ini Karina benar-benar kaget, tanpa sadar setetes air mata jatuh dari matanya.

"Rin, dengerin gue dulu, please?" Ujar Auriga dengan suara yang lembut. Suara yang dulu selalu jadi penawar insomnia Karina di tengah badai tugas astronomi yang memuakan. Suara itu pula yang selalu ia rindukan setiap malam dan harinya. Sampai dimana suara itu menghilang tanpa alasan. Perasaan Karina yang campur aduk membuatnya lemas dan terduduk dilantai, Auriga pun ikut duduk bersamanya. Diperhatikannya wajah sang gadis yang perlahan mulai memerah dan air matanya pun tidak dapat terbendung.

"Rin? kon nangis sih?" ujar Auriga bingung, apakah ia telah melukai sang gadis di hadapannya ini.

Bukannya menjawab tangis Karina malah semakin kencang. Ia menangis tersedu-sedu seakan meluapkan semua nya. Rasa yang selama ini ia tahan, yang ia jaga dengan hati-hati. Jangan sampai keluar lagi dan ia tidak ingin merasakan nya lagi. Melihat Karina yang tidak kunjung reda menangis, secara reflek Auriga memeluk tubuh sang gadis. Betapa rindu nya ia memeluk tubuh kecil itu. Di usapnya rambut dan punggung sang puan. Menyalurkan segala kehangatan dan kerinduan yang selama ini telah menumpuk di relung hatinya yang terdalam.

Karina masih sama, masih nyaman dipeluk seperti dulu. Rambut panjang nya masih halus seperti dulu. Harum tubuhnya masih wangi seperti dulu. Auriga sangat merindukannya. Selama ini ia hanya membodohi dirinya sendiri. Berkata bahwa cinta bukan lah hal utama dalam hidupnya. Namun sekarang ia bahkan rela menukar jiwa asal dapat merasakan hal ini sekali lagi.

Bagaikan alam semesta, perasaan kedua nya mengalami apa yang dinamakan entropi. Semakin besar perasaan yang terbuncah lewat pelukan tersebut, semakin tidak beraturan pula arahnya. Seperti entropi perasaan tidak beraturan tersebut perlahan merambat keluar, merayapi setiap lapisan-lapisan benteng yang kedua nya bangun. Hingga semua nya menjalar sampai ke ruang hampa di hati mereka masing-masing.

________________________________________________________________________________

To be continued

Quick update mumpung lagi ada ide cerita hehe



Destiny ConstellationWhere stories live. Discover now