13. Error 404 : not found

80 13 2
                                    

Pagi yang cerah di kota Paris van Java. Matahari bersinar cerah tapi tidak membakar kulit. Suasana kampus Ganesha pun terasa sejuk. Dengan pohon rindang disekitar halaman kampus yang memfilter sinar matahari. Namun sejuknya suasana kampus tidak sesejuk suasana hati seorang pria berusia 20 tahun Bernama Auriga Winata Aksa. Saat ini ia sedang berada di ruangan ketua jurusan, bersama sang ketua jurusan dan ketua prodi.

"ada apa dengan kamu Auriga?" ucap Pak Bambang, sang ketua jurusan Astronomi. "bagaimana kamu bisa melupakan penelitian kamu seperti ini? Padahal sebelumnya belum pernah kamu lalai seperti ini?" tanya Pak Bambang sambil menatap lekat Auriga.

"iya Auriga, kamu itu mahasiswa paling disiplin di jurusan ini, bagaimana bisa kamu melewatkan bahan penelitian yang seharusnya kamu selesaikan tiga hari yang lalu?" tambah Pak Budi sang ketua prodi.

"apa kamu sudah tidak tertarik lagi dengan rekomendasi beasiswa ke MIT?" ujar Pak Bambang dengan nada yang sulit di artikan. Mendengar hal itu Auriga menjadi sangat panik, karena bagaimana pun ambisinya selama ini adalah beasiswa MIT tersebut.

"maaf Pak, saya janji hal ini tidak akan terulang lagi, saya mohon beri saya kesempatan" ucap Auriga penuh harap, ia tidak bisa kehilangan kesempatan menjadi mahasiswa prioritas untuk mendapatkan rekomendasi beasiswa ke MIT ini. Selama 2 tahun ia bekerja keras demi mendapatkan pengakuan jurusannya ini.

"ini final warning untuk kamu Auriga, kalau kamu sampai lalai lagi, saya tidak bisa menjamin kamu bisa mendapatkan rekomendasi tersebut." Ucap Pak Bambang "sekarang kamu bisa keluar dan melanjutkan KBM"

"baik pak, terima kasih" Auriga pun keluar ruangan dengan perasaan sangat kesal dan takut. Padahal dibandingkan dengan kesalahannya kemarin, semua jasa nya demi jurusan lebih banyak. Namun kenapa orang hanya melihat kesalahannya saja, sedangkan semua usaha nya di lupakan begitu saja.

Auriga akui ia lalai kemarin. Ia tidak fokus karena sibuk mengurusi Karina yang sakit. Jangankan penelitian, tugas kuliahnya pun belum ia sentuh. Auriga sangat marah pada dirinya sendiri, kenapa ia bisa lalai seperti ini. Auriga tentu saja takut, apabila dirinya tidak bisa memuaskan ekspektasi orang lain ia akan di buang, seperti yang ibu nya lakukan. Perasaan takut akan di buang menjadikan Auriga menjaga jarak dengan orang lain, hanya orang tua asuhnya dan dua sahabatnya yang bisa ia masukan kedalam inner circle nya. Itulah kenapa dia tidak mau menjalin hubungan, bahkan ia berniat untuk tetap single dan tidak menikah. Ia takut bila nanti ia menjadi seseoarang seperti ayahnya yang meninggalkan ibu nya sampai bunuh diri dan meninggalkan anaknya.

Saat sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tanpa sadar ia menabrak seseorang sampai orang tersebut terjatuh.

"woy wina buset liat-liat dong kalo jalan!" orang yang ditabrak Auriga ternyata adalah Karina.

Biasanya kalau Auriga di ganggu oleh Karina maka ia akan balik membalas dan berakhir berdebat. Namun saat melihat Karina sekarang entah kenapa yang muncul adalah perasaan marah. Tanpa menjawab dan menolong Karina Auriga berlalu begitu saja.

Akhirnya Karina pun bangun sendiri, "si Wina kenapa sih lebih jutek dari biasanya" monolog Karina. Karena ia sudah hampir telat akhirnya ia tidak memperdulikan dulu soal Auriga dan bergegas ke kelas nya.

Sejak saat itu sudah satu minggu Auriga terus menghindari Karina, chat Karina tidak pernah ia balas, telfon pun tidak pernah ia angkat, tiap Karina ke kosan pun Auriga tidak pernah ada, sampai tiap di kampus Auriga selalu menghindar bila bertemu dengan Karina.

Karina tidak mengerti apa yang terjadi dengan Auriga. Ia takut apakah dia ada salah atau ada perkataannya yang menyinggung Auriga. Padahal sebelumnya Auriga masih baik-baik saja.

Akhirnya karena tidak tahan akhirnya ia menemui kedua sahabat Auriga yang kebetulan saat itu ada di gazebo fakultas.

"Ryuga Yuding boleh kita bicara sebentar?" kata Karina to the point.

Destiny ConstellationWhere stories live. Discover now