13 | my heart is racing when i stare at you

4.5K 570 142
                                    

Raline

Nggak ada yang salah dari pertanyaan Samudera. Aku mengajaknya ke resepsi pernikahan Andrew memang sebagai teman kencan, bukan adik dari sahabatku. Selayaknya seorang teman kencan, kami tentu butuh interaksi yang meyakinkan. Hanya saja, aku bisa membayangkan, dan sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku dan Samudera melakukan skinship seperti orang yang sedang berkencan.

"Skinksip," aku berusaha tertawa. Meskipun di detik selanjutnya menyesal karena tawaku terdengar kaku. "Ya, sure. We can do that," anggukku.

Aku harus terlihat santai menanggapi hal ini. Kami harus bersikap santai. I mean, ketika memutuskan mengajak Samudera—aku tahu kami akan berakting agak mesra. Awalnya kupikir pasti seru melakukannya dengan Samudera karena kami sudah sangat akrab. Skinship bukan persoalan besar. Tetapi semuanya berbeda setelah debaran sialan itu!

Atmosfer di antara kami mulai berbeda. Nggak ingin adanya kecanggungan, aku pun pun memecah keheningan dengan suaraku. "Mau balik sekarang?" kataku seraya mengambil langkah mundur.

"Kita emang harus siap-siap," Samudera mengangguk.

Kami kembali ke mobil tanpa obrolan. Menginjaki pasir pantai dengan embusan angin laut. Melewati beberapa anak-anak kecil yang tampak bahagia berlarian menghindari ombak yang seolah mengejar mereka.

Aku mengintip ekspresi Samudera yang hangat. Dia memperhatikan anak-anak itu dengan senyum kecil di wajahnya. Memegang lembut bahu seorang bocah laki-laki yang tak sengaja menabraknya. Lalu mengusap kepala bocah itu sambil berkata. "Hati-hati, ya."

Ketika menoleh ke arahku, senyum Samudera terukir lebih lebar dan tulus. Membuatku tak kuasa untuk tak membalas senyumnya.

Samudera pasti akan menjadi ayah yang baik. Seperti mendiang Papi Steven.

Di tengah pikiranku tentang mendiam Papi Steven—aku mengerjap kaget saat tiba-tiba merasakan jemari Samudera menyusup di antara jari-jariku. Kepalaku menoleh, menatapnya bertanya.

"Kita perlu latihan," ucapnya sambil mengedikkan bahu dan mempererat genggamannya di tanganku. "I mean, waktu kita nggak banyak buat latihan. Daripada nanti kelihatan nggak natural, mending dibiasin dari sekarang. Iya, kan?"

Aku terdiam sebentar. Kemudian mengangguk sambil memaksa senyum biasa. "Jangan bilang, ini langkah pertama kamu kalau kencan sama cewek, ya?" kaungkat tangan kami yang berkaitan. "Pegang tangannya? How sweet."

Samudera nggak terganggu dengan ledekkanku. "Pegangan tangan is about ... connection. It is a symbol of intimacy and comfort. We show our affection and love with our hand," kurasakan usapan lembut Samudera di punggung tanganku. Sesuatu terasa menggelitik di dalam perutku. Apalagi ketika Samudera mengalihkan pandangannya dari tangan kami lalu menatapku. Debaran itu kembali datang. Dan kali ini efeknya sampai sekujur tubuhku. "Sometimes, it's also about speaking without words, that, 'I want you with me. Stay with me. And I don't want you to leave me'."

Aku mengalihkan pandangan dari tatapan Samudera yang dalam dan intens.

I want you with me. Stay with me. And I don't want you to leave me. Entah kenapa kata-kata itu seolah ia tujukan padaku.

Oh, Raline, stop berpikiran romantis tentang hubunganmu dengan Samudera! He's Samudera!

"Yeah, hal sederhana bakal terdengar romantis kalau kamu yang lakuin," kataku mengerling menggodanya. "Tapi aku jadi lega, you know, kadang aku sama Samantha suka penasaran gimana gaya pacaran kamu."

"Dan menurut kamu gimana gaya pacaranku?"

"Very polite."

Samudera tertawa kecil. Dia mengusap tengkuknya sambil menunduk. Aku menatapnya karena Samudera tampak ingin mengatakan sesuatu. Benar saja, pria itu menoleh beberapa saat kemudian lalu berkata. "Nggak selalu gitu,"

Closer Than ThisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang