39 | we're already

3.2K 457 135
                                    

Samudera

"Break dulu bisa kali ya, Mas?" celetuk Narendra seraya berdiri dari kursinya. "Udah diujung nih."

Gue manggut-manggut. Agak geli melihat ekspresi gelisah dan tersiksa Narendra. Sudah dua jam kami brainstroming karena setiap anggota tim punya pendapat berbeda-beda. Dan sudah tugas gue menyatukan perbedaan itu. Namun harus gue akui kalau belakangan gue agak sulit fokus karena masalah hubungan gue dan Raline yang masih belum mendapat restu dari Samantha.

Sure, buat kami berdua restu Samantha sangat penting.

Sempat terbesit di dalam kepala gue untuk meminta bantuan Mami saat gue berkunjung ke rumah beliau weekend kemarin. Apalagi gue pun sudah memberitahu Mami kalau gue bersama Raline sekarang. Well, Mami sama sekali nggak menunjukkan keterkejutan. Malah gue yang kaget dengan pengakuan Mami.

"Ingat nggak waktu Mami nanya Mas Iel udah punya pacar? Itu bukan cuma karena Mami ngerasain perbedaan di aura Mas Iel yang lebih berseri-seri. Tapi juga Mami liat siapa yang kirim pesan ke Mas Iel." Mami tersenyum-senyum geli. Sementara gue mengerutkan kening dengan kepala bekerja menyusun kepingan puzzle demi puzzle untuk paham kemana arah pembicaraan Mami. "Raline, kan? Mas Iel nambahin emoticon hati di nama Raline. So, nggak mungkin nggak ada hubungun khusus di antara kalian sampai Mas Iel berani nambahin emoticon itu."

Bibir gue kelu. Antara kaget dan bingung harus merespon apa. "Maaf. Seharusnya Mas Iel ngasih tahu Mami lebih awal."

"Nah, it's okay, Mas Iel. Mami tahu Mas Iel anaknya gimana. Jadi, kalau sampai Mas Iel rahasian ini sama Mami, pasti ada alasan. Dan alasannya pasti bukan alasan buruk."

Gue tersenyum. Seandainya Samantha bisa mengerti hal itu sama seperti Mami. Namun di saat yang sama gue sadar gue nggak bisa mengharapkan hal itu karena Samantha dan Mami berbeda. Terlebih Raline adalah sahabatnya.

"What do you think, Mam?" tanya gue. "... soal hubunganku sama Raline."

"Mmm, waktu tahu Mami agak kaget. Meskipun Mami selama ini berharap Raline beneran jadi bagian dari keluarga kita, Mami nggak pernah menduga caranya akan dengan kamu yang jadi pacar Raline. Well, bukannya Mami ngerasa kalian nggak cocok. Kalian cocok banget dan selalu kompak. Tapi Mami pikir kecocokan itu cuma bekerja karena kalian menganggap satu sama lain layaknya keluarga. Jadi, agak mengejutkan ternyata sebagai pasangan kekasih pun kalian cocok bersama."

"Mami bisa ngeliat itu dari interaksi Mas Iel dan Raline. Mami senang siapapun pacar Mas Iel. Cuma harus Mami akui, waktu tahu Mas Iel pacaran sama Raline, Mami kepingin kalian cepat meresmikan hubungan kalian ke jenjang yang serius. Mami nggak sabar Raline jadi mantu Mami. But, still, Mas Iel nggak perlu merasa terbebani. Yang paling penting itu keinginan Mas Iel dan Raline."

Gue tergelak. "Visi misiku juga ke arah sana kok, Mi," balas gue.

"Good." Mami mengangguk. "Raline itu bukan orang baru buat keluarga kita. Mami yakin Mas Iel udah mempertimbangkan hal itu sebelum pacaran sama Raline. Mami tahu Mas Iel serius."

Saat gue memberitahu Raline kalau Mami sudah tahu hubungan kami, respon Raline juga melegakan. Raline tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "You did great. Aku harus minta Ami atur schedule-ku biar aku bisa tengokin Mami ke Tanggerang."

Meskipun masalah ini cukup membuat gue kepikiran, gue senang Raline benar-benar mau memperjuangkan hubungan kami bersama gue. Sempat terbesit di dalam kepala gue Raline mungkin aja akan memilih mengakhiri hubungan kami karena Samantha yang belum merestui—namun nggak pernah ada pembahasan soal itu. Raline malah menunjukkan keyakinan yang kuat kalau kami dapat melewati ini bersama-sama. Meskipun kekhawatiran tentang Samantha yang nggak akan memaafkannya membuatnya sedih, Raline nggak menjadikan itu alasan untuk meninggalkan gue.

Closer Than ThisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang