24 | you give me butterflies

4.9K 479 134
                                    

Samudera

Gue menghempaskan badan pada sandaran kursi. Memandangi langit-langit ruangan berwarna putih sambil memikirkan Raline.

Yeah, I couldn't stop thinking about Raline and what happened at that night.

Hubungan gue dan Raline berjalan dengan sangat lancar. Kendala pekerjaan yang sedang banyak-banyaknya sama sekali nggak menjadi halangan. Kami berkomunikasi dengan baik. Mengerti keadaan satu sama lain. Dan nggak adanya pertengkaran yang membuat hubungan ini terasa sangat nyaman dijalani.

Well, memang saat ini kami sedang berada di fase kasmaran—dimana langit terasa merah jambu dan dunia hanya milik kami berdua. Meskipun begitu, gue percaya diri jika hubungan gue dan Raline ke depannya akan baik-baik aja. Gue akan memastikan kami akan baik-baik aja karena gue nggak mau kehilangan Raline. She's ... all I need.

Gue mengakui jika perasaan gue pada Raline kelewat kuat dan besar. Gue nggak pernah seperti ini sebelumnya. Hanya pada Raline, gue membiarkan dia mendominasi diri gue sebanyak-banyaknya. Needless to say, gue sudah jatuh cinta dengan sangat dalam pada Raline.

And I don't mind. Because she's Raline.

Hanya aja gue mulai mengkhawatirkan otak dan tubuh gue yang sepertinya semakin lama semakin nggak terkendali setiap kali berada di dekat Raline. Terlebih setelah malam dimana gue dan Raline hampir melakukannya—gue nggak bisa berhenti memikirkan betapa indahnya Raline tanpa mengenakan sehelai benang pun. Betapa responsifnya dia saat gue menyentuhnya. Betapa lembut lidah dan bibirnya ketika kami berciuman. Bayangan itu terus muncul. Bahkan di saat seharusnya gue fokus dengan pekerjaan gue yang menumpuk seperti sekarang.

God, I'm a sinner.

Tapi semua terasa benar dan tepat jika menyangkut Raline.

Gue hanya berharap Raline nggak tiba-tiba memiliki kekuatan membaca pikiran sehingga dia tahu betapa pervert-nya isi otak gue ketika bersamanya.

"What's wrong with him?" bisikkan itu terdengar karena jarak yang dekat.

Jordan berdiri di sampai meja sambil memegang hot coffee-nya, berhadapan dengan Nina yang tadinya sibuk dengan iPad-nya kemudian berpaling untuk ikut memandang gue.

Mereka sama sekali nggak sembunyi-sembunyi dalam menggosipkan gue.

Meeting telah selesai lima belas menit yang lalu. Namun gue nggak langsung keluar. Begitu pun dengan Jordan dan Nina yang tampaknya tengah mendiskusikan sesuatu.

"Kak Raline?" Nina tersenyum miring. "Siapa lagi yang bakal Mas Sam lamunin siang bolong gini?"

Jordan mengerang. "Argh, Samudera dalam mode jatuh cinta ditambah kasmaran kadang bikin mual. You know, kemarin dia bela-belain pulang duluan demi ketemu Kak Raline."

Nina tertawa kecil. "It's understandable. Yang baru jadian penginnya emang ketemu terus."

"Yeah, but too obvious, Nin. Kamu ingat waktu kita lembur terus dia bilang ada urusan sebentar? Pas balik wajahnya sumringah banget karena habis making out sama Kak Raline."

Kali ini Nina tertawa lebih kencang. Pipinya pun ikut memerah yang membuat gue mengingat lagi gimana Jordan yang nggak berhenti meledek gue di depan Nina setelah Raline mendatangi gue dan kami sempat making out di mobilnya. Yeah, untungnya saat itu yang notice hanya Jordan sehingga gue buru-buru merapikan penampilan gue sebelum anak-anak yang lain juga menyadari apa yang gue lakukan saat menghilang sebentar.

"Hello, I'm here," gue menyela sambil melambaikan tangan untuk menunjukkan eksistensi gue. "Kalian ngomongin gue seolah-olah gue nggak ada di sini."

Closer Than ThisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang