Barza jalan sambil memperhatikan catatan di tangannya—merupakan daftar nama penyewa di rusun semengkas. Sekarang dia sudah sampai di lantai tiga, kebanyakan penghuni di lantai ini adalah para kaum hawa alias ya janda, ya pegawai, ya anak kuliahan. Seperti Thea. Gadis yang lebih tua dua tahun dari Barza ini sudah menyelesaikan studinya setelah sepuluh semester. Thea hanya tinggal wisuda, namun dia masih berminat tinggal di sini.
"Hff, Mbak Thea kalau alesan nunggak lagi, gua jawab apaan, ya?"
Keluh kesah Barza itu dia usir sebelum mengetuk kamar kakak tingkat yang sejurusan dengannya ini. Dia menjuluki Thea sebagai perempuan serampangan yang sangar, gahar, dan galak. Tapi, biar begitu, Thea sudah punya pacar. Seorang anak band yang tahun ini sama-sama lulus juga.
Setelah beberapa ketukan, pintu kamar akhirnya terbuka. Dalam sekejap menunjukkan wajah mengantuk Thea sekaligus bau asap rokok yang menguar dari dalam keluar.
"Oh, Bar. Mau nagih sewa, ya?"
Barza mengangguk, "Udah ada, Mbak?"
"Yah, belum ada, Bar. Lusa, ya?"
Jika dengan penghuni lain Barza siap mengamuk, tapi dengan hanya mendapati wajah memelas Thea, dia seketika luluh. Demi apa pun, sudah lama dia mengincar Thea, sayang saja pergerakannya kalah cepat dari si anak band itu.
"Mm," gumam Barza, enggan memberi keringanan, tapi kedua mata sayu Thea bagai sedang menaruh harapan besar padanya. "Sebenernya, nggak boleh nunggak-nunggak terus, Mbak. Kalau sekali dua kali nggak papa. Masalahnya, Mbak Thea hampir tiap bulan, loh."
"Kali ini, gue janji. Gaji gue dari part-time di restoran belum turun soalnya, Bar. Plis. Boleh, ya?" Ketika Barza menggigit bibir bawahnya, Thea pun berinisiatif meraih kedua tangan Barza, "Bar, lo kan adek tingkat gue. Gue dulu ngasih tau materi-materi pas lo masih semester satu, loh."
Alhasil, karena bujuk rayu tersebut, Barza akhirnya mengalah.
"Sumpah? Serius boleh? Aaaaa! Makasih, Barza!" pekik Thea, tanpa sadar juga sudah melompat demi bisa menjangkau tinggi Barza, dan memeluknya. Memang se-friendly ini Thea, makanya wajar bila Barza cepat baper. "Gue janji nggak bakal ngecewain lo, Bar. Ini terakhir kalinya. Bulan depan gue balik ke Semarang, kok."
Barza mendelik, "Mbak Thea mulai bulan depan nggak tinggal di sini?"
"Iya," sahut Thea dengan nada putus asa. "Gimana lagi, Bar? Gue tulang punggung keluarga."
Barza mengesah, "Mbak Thea nggak bisa ditagih lagi, dong, berarti."
Karena ucapan itu, Thea refleks tertawa, "Ya elah. Lo takut kangen gue, ya? Samperin aja lah, Bar."
"Nggak. Nanti dilabrak pacarnya Mbak Thea."
"Gue bakal LDR sama dia."
"Dih. Mbak Thea kayak lagi ngajak selingkuh."
Kemudian, ada kerlingan Thea yang mengalihkan atensi Barza. Dia menunggu sampai gadis berambut sedada itu bicara.
"Bar, lo suka gue, ya?"
"Hah?" Otomatis Barza kelimpungan menggeleng. "Nggak! Kata siapa?"
"Keliatan kali. Jangan, ya. Bocil kayak lo jangan suka kating bar-bar kayak gue."
Barza mengerjap sekian detik, masih berupaya mencerna maksud Thea, tapi belum sempat menyanggah, si lawan bicara malah mengusak puncak kepalanya.
"Bar, minggu depan dateng ke wisuda gue, ya. Bawain bunga jangan lupa."
"Wisuda? Pasti pagi banget."
"Memang."
Padahal, Barza tidak mungkin malas pergi ke undangan wisuda Thea itu, dia hanya pura-pura agar antusiasmenya tak terlalu ketara. Kalau diperbolehkan, dia mau jingkrak-jingkrak di sini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rusun Semengkas [✓]
Teen FictionRumah Susun Semengkas; tempat bernaung, tempat berkeluh kesah, tempat adu nasib, ya tempat segalanya buat anak-anak perantau luar Jakarta.