d u a p u l u h s a t u

46 12 14
                                    


Deega dengan sengaja menunggu perempuan yang mirip Zanine sendirian. Dia ingin membuktikan dirinya bisa move on dari rasa bersalah sekaligus dari kecintaan terlalu dalamnya. Siapa namanya? Dia saja lupa. Oh, dia ingat. Narsya namanya kalau tidak salah.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, Narsya keluar dari gedung. Kini, Deega harus melancarkan modusnya dengan pura-pura menabrakkan diri pada Narsya. Entah ajaran siapa ini, sepertinya taktik ala playboy kelas teri punya Khai.

"Eh, maaf."

Begitu Narsya hampir jatuh, Deega buru-buru memeganginya. Gadis itu tampak terkejut, tapi tidak marah. Benar-benar semirip Zanine yang selalu sabar.

"Nggak papa."

Deega tertegun saat Narsya tersenyum. Entah bagaimana, bibirnya bergerak menciptakan satu pertanyaan konyol. "Lo ada pacar?"

Narsya berkedip beberapa kali, lalu menggeleng.

Deega jadi sumringah seketika. Dia bahkan masih memegangi lengan Narsya sekarang. "Kalo gue ajakin ngopi berdua mau nggak?"

Saat Narsya begitu saja mengangguk, Deega seolah lupa dengan semua permasalahan hidupnya. Soal ketidakakuran dia dengan Deeza yang sudah sebodo amat enggan dia urusi. Mulai sekarang, dia hanya akan fokus untuk perubahan dalam hidupnya—dan kebahagiaannya.

Mungkin Zanine mengantarkan Narsya menuju dirinya?

***

"Anjir. Tunggakan lo langsung lunas."

Khai cekikikan saat Barza menyerahkan nota bukti pembayaran sewa selama tiga bulan padanya. "Gue tetel di sini, kok. Dibolehin sampe lulus. Duit gue jadi ngalir, nih. Gue nggak lagi nebeng duit Deega. Gue malah bisa jadi opsi kedua kalo Deega bokek nggak bisa jajanin. Jadi, lo pada mau pesen apa?"

"Gaya bener, nih, orang kaya baru," ejek Celon. "Gue mau lo satuin nyokap bokap gue bisa nggak?"

"Sinting."

Seta meredam kekesalan Khai itu dengan mengusap dadanya, lalu berbisik, "Kazia setuju gue ajak ke Dufan besok. Boleh, kan, calon abang ipar?"

Lirikan tajam Khai serasa siap mencongkel kedua mata Seta. Tapi, dia hanya bisa menghela napas. "Awas lo. Jangan diapa-apain adek gue. Anter pulang sebelum jam 5 sore."

"Buset jam 5 sore. Kayak pulang ngaji aja," cetus Celon, selalu mau ikut campur. "Eh, double date aja. Yuk, biar gue sama Jia. Gimana? Seru, tuh."

"Kenapa nggak semuanya aja sekalian bawa gebetan masing-masing?" sergah Barza. "Kasian kan yang belum ada kemajuan. Kayak gue. Apalagi Jenta."

"Eits!" pekik Jenta setelah menyelesaikan chat-nya dengan Bella. "Sori, ye. Gue udah nemu satu dari Tinder. Namanya Bella. Masih SMA kelas 12, sih. Tapi, batak lah yang penting. Dan cakep."

"Woi! Kan gue belom ngajarin. Kok udah segercep itu, sih?" protes Celon, tiba-tiba merangkul Jenta. "Tapi, keren, deh. Cepet jadian sono."

"Emang udah ketemuan?" tanya Barza. "Awas lo ketipu. Foto sama aslinya beda. Atau nggak lo di-ghosting. Ntar pas udah cinta lo ditinggal."

Jenta mencebik, "Kayak lo sama Mbak Thea aja. Lo baru ada kemajuan kalo Mbak Thea sama pacarnya putus, tuh. Kasian. Ngenes." Dia sengaja memancing, padahal tahu emosi Barza setipis tisu dicelup air.

"Gue sama Zoir juga gimana, ya?"

Seta menyeringai, "Tenang. Gue bantuin lo nembak dia. Kan lo udah ijinin gue deketin Kazia. Jadi, sekarang lo intens ketemuan sama Zoir dulu aja."

"Jangan mau! Sesat ajaran Seta! Jia aja ngira gue ngambek gara-gara Seta nyuruh gue act cool."

Seta tergelak, "Itu, mah, lo-nya aja yang bego. Lo nggak bisa memahami dan mencerna maksud gue sebenernya. Tapi, sekarang udah aman, kan?"

Rusun Semengkas [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang