d u a p u l u h

64 13 1
                                    

"Besok bangunin gue subuh-subuh!"

Semua pasang mata di ruang kumpul jadi seketika takjub sama deklarasi Barza barusan.

"Anjay. Udah tobat, ya?" sindir Celon sambil memetik senar-senar gitar. "Mau subuhan ke masjid?"

Barza berdecak, "Mau ke wisudanya Mbak Thea."

"Lah. Lo bakal kehilangan banget, dong? Mana belom nyatain perasaan, kan?" ledek Seta. "Kasian."

Khai jadi terpingkal, sementara Deega asik mengerjakan skripsi di laptop dan Jenta sibuk bertukar pesan dengan keluarganya di Medan.

Khai nambahin lagi. "Pasti sewa Mbak Thea dibiarin nunggak, tuh. Orang yang nagih demen. Semakin sering nagih semakin sering ketemu."

"Bingo! Jangan bilang bokap gue."

"Kalo mau bangun subuh-subuh, jangan begadang, Pinter."

Barza menoleh ke sahutan Deega, lalu mengernyit, "Belom ngantuk, eh si Deeza nggak ada minta maaf ke lo, Ga?"

"Kok dialihin ke gue? Mending buruan tidur, setel alarm."

Deega sengaja menghindar dari topik itu, karna pasti akan merembet traumanya.

"Lagian lo minta dibangunin subuh-subuh, kayak temen-temen lo ini ada yang bangun subuh aja," kata Jenta, yang seratus persen benar itu. "Minta tolong nyokap lo, Bar. Lo tidur di rumah lo aja sono. Belio kan selalu bangun pagi, pasti anti gagal bangunin lo."

Barza pun berdecak sebal. "Nggak sudi."

Baginya, sosok ibu pengganti yang mendadak datang ke hidupnya itu belum bisa dia terima.

"Eh, gue kemaren makan dimsum sama Jia. Terus, gue heran."

"Heran kenapa? Heran Jia makannya porsi kuli? Heran Jia makannya belepotan?" tebak Seta asal.

"Heran karna Jia ternyata bisa challenge makan Dimsum pake gigi?" Khai ikut nebak.

"Salah semua!" seru Celon. "Heran soalnya Jia makin ditatap makin cakep."

"Alaaaaah! Basi!" Barza hampir mengumpat, tapi inget kalau ini udah tengah malem. "Percuma selama lo belum bilang langsung ke Jia. Gue rekam, ya, besok gue kasihin ke Jia."

"Jangan!" Celon langsung panik. "Gue lagi nyiapin mental, Njir. Jangan sampe kemakan akal busuk yang nyuruh gue act cool, tapi turns out jadi kayak ngambek."

Seta meneguk ludah, pura-pura nggak tau. Tapi, Khai sepertinya paham sehingga dia ngakak brutal sendiri.

"Guys. Gue nemu cewek yang mirip Zanine banget. Sodaranya apa, ya?"

Jenta spontan ninggalin hp-nya, terus inget kalo dia sama Seta juga pernah nemu cewek yang sama.

"Ga. Kayaknya gue juga pernah ketemu, deh. Anak FEB, kan?"

Deega ngangguk. "Bener-bener semirip itu."

"Jangan sampe lo jadiin pelarian doang semisal jadian ntar."

Deega mencebik, "Deket aja kagak."

"Pepet aja coba. Itung-itung move on," saran Seta, langsung ke poinnya.

"Nomernya gue nggak punya."

"Mau gue mintain? Gue ini pakar, Coy," kata Khai, over percaya diri.

Namun, Deega tak membalas, mungkin dia biarkan waktu saja yang menjawab.

"Kalo gue... mm, gue ada rencana nyamperin keluarga kandung gue." Khai tiba-tiba berbisik, semuanya jadi auto fokus ke dia. "Kata Zoir, mending gitu."

Rusun Semengkas [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang