"Tidak ada manusia yang hidup tanpa membuat kesalahan dan kekeliruan."
Ternyata selain rindu, vote dan komen juga hal yang berat🤭
. . . . .Merasakan badannya yang berguncang, Shaga membuka kedua matanya meski terasa berat karena kantuk. Pergerakan badannya perlahan, mengangkat kepalanya yang semula bertumpu pada pundak. Shaga sedikit memundurkan tubuhnya demi melihat wajah orang yang tengah menggendongnya sekarang.
Awalnya Shaga fikir itu adalah Papahnya karena terakhir kali ingatannya tentang hari ini yaitu wajah sang Papah yang menyuruhnya untuk kembali tertidur.
"Om Shandy?" Tanyanya bingung.
"Kita mau kemana? Papah mana?" Pandangannya ia edarkan mencari wajah sang Papah, namun yang hadir dalam pandangannya yaitu rupa milik sang Mamah dengan laki-laki yang akhir-akhir ini menjadi lebih sering menemui Mamahnya.
"Tidur lagi aja." Ujar Renja.
Mereka masih dalam perjalanan menuju basement. Renja benar-benar membawa Shaga pulang.
"Papah mana?" Tanya Shaga lagi. Mengabaikan ucapan Mamahnya. Shaga justru kembali bertanya dimana Papahnya. Masih dengan kedua mata yang sedikit menyipit sisa rasa kantuk.
"Papah lagi sibuk nak. Sekarang kita pulang."
Mendengar penjelasan Mamahnya, Shaga kemudian meminta pada Shandy untuk diturunkan.
"Kok pulang? Papah tadi janji mau ajak aku ke toko buku." Protesnya. Langkahnya terhenti diikuti oleh semua orang dewasa yang kini seluruh atensinya tertuju pada Shaga.
"Shaga mau ke toko buku? Ya sudah, ayo sama Mamah. Kita kesana sekarang." Ucap Renja. Tangannya hendak meraih tangan sang anak, namun Shaga malah menghindar.
"Papah udah janji. Aku mau pergi sama Papah."
"Mau sama Papah ataupun Mamah sama aja nak. Papah juga lagi sibuk." Renja berusaha memberi pengertian.
Renja bersyukur karena anaknya cepat dekat dengan Papahnya. Namun disatu sisi kadang hal itu juga membuatnya kesulitan. Shaga, tidak lagi hanya bergantung padanya. Sekarang hal apapun yang anak itu inginkan dan rencanakan, selalu ada Papahnya yang ia tanyai ini dan itu. Mungkin hal yang mudah jika situasi mereka seperti keluarga pada umumnya.
"Aku mau nunggu Papah aja. Mamah kalau mau pulang duluan gak papa." Ujarnya seraya berbalik untuk kembali menuju ruangan sang Papah.
Renja segera meraih tangan Shaga, membuat langkah anaknya otomatis berhenti. Segera Renja berjongkok guna menyamakan tingginya dengan Shaga. Kedua tangannya bertumpu pada pundak sang anak.
"Shaga denger nggak apa yang Mamah bilang? Papah lagi sibuk, kita pulang sekarang. Kalau mau ke toko buku ayo. Kita kesana." Setenang mungkin Renja memberikan pengertian kepada anaknya. Manik keduanya saling bersitatap, Renja menatap sang anak seolah sedang memohon. Sementara Shaga, anak yang hampir menginjak usia tujuh tahun itu menatap Mamahnya pasrah.
"Oke. Tapi cuma sama Mamah. Aku nggak mau kalau Om Gian ikut." Pinta Shaga. Pandangannya sudah tertuju kepada Gian yang sedikit terkejut ketika namanya disebutkan.
"Gak bisa gitu dong. Orang Mamah kesini sama Om Gian."
"Aku juga ke sini sama Papah tuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Yang Belum Usai (Lengkap) ✓
Lãng mạnSequel Eshal Renjana 7 tahun berlalu, Renja sepenuhnya sudah melupakan kesakitannya di masa lalu. Baginya tidak ada kenangan yang layak untuk diingat. Hidupnya sudah bahagia bersama seorang anak laki-laki yang Tuhan kirim untuk menjaganya. Setidakn...