B a b _ d u a p u l u h t u j u h

7.7K 543 39
                                    

"Kehilangannya meninggalkan bekas paling memilukan."

Ada yang nungguin nggak?

. . . . .

Setelah melalui banyak pertimbangan. Ardhan kemudian memutuskan untuk kembali menemui Renja bagaimanapun caranya. Anak itu harus tahu jika Papahnya sedang sakit. Renja harus tahu jika mungkin ia dan sang Papah sudah tidak memiliki banyak waktu untuk saling mengasihi satu sama lain. Karena, kematian bisa datang kapan saja. Jangankan pada raga yang sudah ringkih karena penyakit. Manusia yang nampak sehat dan bugar saja banyak yang tiba-tiba meregang nyawa.

Tidak terbayang akan sebesar apa penyesalan yang harus Renja tanggung jika ia tetap keras kepala mempertahankan rasa sakit hatinya untuk Wira. Papahnya. Sedangkan orang tua itu sudah sejak lama menyesali semuanya. Hidupnya juga sudah tidak lagi sama. Tidak ada bahagia. Tidak ada lagi tawa. Yang ada hanya duka yang kemudian membuat Wira menjadi seorang Papah yang kehilangan kepercayaan dirinya dalam mengurus anak. Dan Zeana adalah korbannya.

Maka setelah membujuk Chandra hingga ia nyaris berlutut dibawah laki-laki itu. Ardhan akhirnya dapat kembali menemui Renja.

"Ada apa lagi?" Keduanya kini tengah duduk ditaman rumah sakit dengan wajah yang menatap lurus kedepan.

"Sebelumnya gue kembali minta maaf atas semua hal yang udah terjadi_"

"To the point aja. Ada perlu apa?"

Sejenak Ardhan menghela napasnya panjang.

"Om Wira sakit." Ujar Ardhan kemudian. Kepalanya ia tolehkan guna ingin melihat bagaimana reaksi Renja.

Untuk beberapa detik Ia melihat badan Renja menegang.

"Oh..." lalu dibuat terhenyak ketika respon yang ia dapati dari Renja hanya berupa gumaman tanpa arti.

"Oh?" Ardhan kembali mengulang kata yang Renja ucapkan dengan nada tidak percaya. Mendengar itu kepala Renja menoleh lalu menatap Ardhan dengan sorot mata datar. Sama sekali tidak terlihat kesedihan disana.

Oh Tuhan. Memangnya apa yang ia harapkan.

"Ren, Papah lo sakit. Beberapa minggu ini Om Wira bahkan sudah menjadi pasien tetap rumah sakit gue."

"Ya terus gue harus apa? Toh sudah ada Tante Yunita sama Haira disana." Sela Renja.

Ardhan menatap Renja tidak percaya. "Bisa-bisanya lo mikir gitu Ren?"

"Terus menurut lo gue harus mikir yang gimana? Bukankah sejak awal memang begitu? Cuma Tante Yunita sama Haira yang ada dipikirannya. Gue? Siapa gue? Dia bahkan mungkin udah lupa pernah punya anak gue." Ujar Renja. Suaranya kian bergetar seiring banyaknya kalimat yang ia ucapkan.

Ardhan menghela napas berat. Tidak menyangka jika ini ternyata jauh lebih sulit dari bayangannya.

"Kalian berdua harus bicara."

Kening Renja berkeryit. "Bicara apa lagi? Semuanya udah selesai disaat dia pergi ninggalin gue demi Haira."

Ardhan menggeleng. "Katakan itu kesalahan yang Om Wira lakuin dulu. Tapi Ren, sampai kapanpun Om Wira tetep Papah lo. Lo anaknya! Berapa banyak waktu yang udah kalian habisin berdua? Selama itu, sebelum Mamah gue dan Haira datang apa pernah beliau nyakitin lo? Apa sedikitpun lo nggak pernah ngerasain kasih sayang dari Om Wira? Lo mikir sampai sana juga nggak sih? Lo_" Ardhan menggantungkan kalimatnya. Napasnya memburu hebat. "Apa lo tega ngebiarin Om Wira terbaring diranjang rumah sakit sendirian?"

Kisah Yang Belum Usai (Lengkap) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang