"Tidak ada luka yang tidak seberapa."
. . . . .Hallo. Apa kabar? Aku kangen kalian.
.
.
.Tidak pernah merasa cukup. Barangkali memang hal itu pula yang kemudian membuat hidup seorang laki-laki paruh baya dirundung oleh rasa sakit dan penyesalan yang tiada akhir.
Andai saja dulu ia cukupkan saja bahagianya bersama anak semata wayangnya. Sangat tidak mungkin ia akan merasakan hidupnya hancur seperti sekarang ini.
Sekalipun tidak pernah hari-harinya terlewat tanpa memikirkan Renja.
Bagaimana keadaannya sekarang?
Sudah makan kah anak kesayangannya itu?
Oh Tuhan. Sakit sekali rasanya ketika mengingat bagaimana anak yang sedari kecil ia rawat dan ia jamin kebahagiaannya, pergi meninggalkannya dengan hati yang terluka.
Ia bersalah.
Sebagai seorang Papah hatinya tidak peka.
Niatnya hanya ingin membuat kedua anaknya sama-sama hidup bahagia tanpa merasa ada yang dibedakan. Tapi sepertinya ia justru salah mengambil langkah. Perasaan tersebut justru yang membuatnya lupa bahwasannya apa yang sudah ia lakukan untuk Haira, juga beriringan dengan ia yang seolah-olah melupakan anaknya dalam hidupnya.
Sakit. Sejak kepergian Renja, Wira bahkan tidak pernah bisa bernafas dengan baik. Setiap helaan nafas yang diambilnya selalu menimbulkan rasa sesak didadanya. Ada begitu banyak penyesalan.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Ia bahkan sudah pasrah jika pada akhirnya ia akan mati tanpa mendapatkan kembali cintanya sang buah hati.
Mengenaskan.
Air mata kembali jatuh di kedua pipinya yang tirus. Kerutan diwajahnya yang banyak semakin menegaskan jika usianya tidak lagi muda.
Semuanya berubah. Keluarga lengkap dan bahagia impiannya hancur tidak bersisa. Hati dan rumahnya mendadak hampa tanpa kehadiran Renja dalam hidupnya. Hal yang kemudian membuat Wira tersadar jika sebenarnya, tidak ada hal lain yang begitu benar-benar ia inginkan selain berdiri dan mendampingi Sang anak dalam waktu yang selama mungkin.
Disekanya kedua sudut matanya yang kembali basah. Bahkan disaat ia sudah seharian penuh menyibukan diri dengan bekerja, rasa sakit hatinya sekalipun tidak dapat ia alihkan.
Hidupnya berubah total. Selain tubuhnya yang semakin terlihat ringkih dan wajahnya yang selalu muram. Ia juga jadi mudah sakit. Kepergian Renja benar-benar meninggalkan bekas luka yang begitu dalam.
Ia marah! Lebih dari itu Wira merutuki setiap tindakan yang ia lakukan hingga membuat anaknya pergi.
Rasa cintanya untuk Yunita bahkan menguap begitu saja. Setiap menatap wajah wanita itu, tidak ada hal lain yang Wira dapatkan selain rasa penyesalannya kepada Renja yang kian dalam.
Hampir semuanya ia akhiri dan memilih untuk hidup sendiri jika saja tidak datang satu kabar baik yang justru tampak menjadi begitu buruk baginya. Satu keputusan yang hampir ia ambil namun harus kembali ia telan bulat-bulat.
Keputusan yang ternyata justru menimbulkan luka baru untuk seorang anak perempuan yang akan menjadi alasan lain dari daftar panjang dosa Wira kepada anak-anaknya.
"Papah."
Pintu yang selalu ditutup rapat itu dibuka oleh sesosok anak kecil yang melongokan kepalanya melewati pintu. Kaki mungilnya coba ia tahan agar tidak segera bergegas menghampiri sang Papah untuk meminta satu pelukan dan kecupan pengantar tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Yang Belum Usai (Lengkap) ✓
RomanceSequel Eshal Renjana 7 tahun berlalu, Renja sepenuhnya sudah melupakan kesakitannya di masa lalu. Baginya tidak ada kenangan yang layak untuk diingat. Hidupnya sudah bahagia bersama seorang anak laki-laki yang Tuhan kirim untuk menjaganya. Setidakn...