"Sembuhnya dengan bertemu."
Sedih banget. Vote dan komennya sepi syekaliii.
. . . . .Kedatangan Renja disambut oleh Ardhan yang kini sudah mengganti pakaiannya dengan jas putih kebesarannya. Dimana hal itu membuat Renja merasa belum pernah laki-laki dihadapannya terlihat begitu keren selain hari ini.
Didepan, Ardhan menyambut kedatangan Renja dengan senyuman lebar. Kedua tangannya refleks membawa tubuh mungil itu kedalam pelukannya. Rasa haru tidak dapat lagi disembunyikan. Perasaannya menjadi jauh lebih lega sekarang.
"Terimakasih, Terimakasih lo udah mau datang." Gumamnya. Dalam pelukan itu Renja dapat merasakan bahwa nafas laki-laki itu berhembus kasar. Maka dari itu tanpa diminta Renja langsung membalas pelukan Ardhan sama eratnya. "Gue yang harusnya bilang terimakasih. Terimakasih karena sudah memberitahukan kondisi Papah." Karena jika hal itu tidak terjadi. Renja sangat yakin bahwa kecil kemungkinan untuk ia menurunkan egonya. Akan terasa sulit untuknya berkompromi dengan perasaannya. Mustahil untuk ia berdiri disini. Dirumah sakit, tempat dimana Papahnya mendapatkan perawatan.
Pelukan keduanya terurai. Dua pasang mata itu sama-sama memerah. Sama-sama menahan tangisan yang akhir-akhir ini sering kali menyapa.
"Ayo." Ajak Ardhan. Keduanya berjalan berdampingan dengan diam.
Cukup jauh mereka berjalan hingga Ardhan kemudian membawanya pada lorong ruangan yang sangat hening bertuliskan VIP.
Ardhan lalu berhenti pada satu pintu bertuliskan Ruangan Lily. Pada saat itu jantung Renja langsung berdebar hebat. Perasaan haru dan sedih bercampur menjadi satu. Saling berdesakan dan mendesak dadanya hingga rasanya perih sekali. Maka ketika Ardhan menganggukan kepalanya. Dengan tangan gemetar Renja meraih kenop pintu. Dan saat itu juga tangisan Renja langsung pecah.
Dihadapannya. Terbaring sosok yang sudah begitu lama hilang dari pandangannya dengan kondisi yang jauh berbeda dari terakhir kali ia lihat. Renja menutup wajahnya dengan kedua tangannya guna menahan tangisnya.
Fisiknya yang dulu gagah kini tak ubahnya seperti pohon tua kering yang hamir mati. Rambutnya yang dulu hitam legam kini didominasi warna putih yang kian menegaskan bahwa sosok yang dulu kuat menggendongnya dari teras rumah hingga kamar tidur itu terlihat ringkih. Tidak kuasa mengambil langkah untuk mendekat. Renja jatuh bersimpuh. Terisak hebat, seluruh badannya bergetar melihat kondisi sang Papah yang terlihat begitu menyedihkan.
Bukan. Bukan seperti ini hal yang ingin dia lihat. Tuhan tolong maafkan dia, sungguh ia sudah begitu berdosa. Benar kata Ardhan. Ia akan menyesal jika tetap kerasa kepala dan mengedepankan rasa sakit yang pernah diterimanya.
Melihat sang Papah bahagia bersama keluarga barunya akan terasa jauh lebih baik.
Kilasan kebersamaan antara keduanya terus berputar bagai kaset rusak. Membuat Renja merasa begitu buruk.
Disampingnya, Ardhan berjongkok lalu kembali membawa Renja kedalam dekapannya. Tangan itu mengusap punggung Rena yang masih bergetar karena menangis. Sedangkan mulutnya sempurna bungkam. Pikirannya jauh berkelana pada bagaimana nanti ia harus menjelaskan kondisi Om Wira kepada Renja. Tentang penyakit orang tua itu. Seberapa parahnya. Hingga setiap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi untuk kedepannya.
"Gue udah jahat banget Dhan sama Papah." Gumam Renja disela isak tangisnya.
"Gue terlalu berisik sama kesakitan gue. Gue sampe lupa terlepas dari kesalahan Papah, gue cuma punya dia." Imbuhnya. Sakit, Renja bahkan tidak kuasa melihat tubuh itu kini harus terbaring lemah dengan berbagai macam alat rumah sakit yang menempel ditubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Yang Belum Usai (Lengkap) ✓
RomanceSequel Eshal Renjana 7 tahun berlalu, Renja sepenuhnya sudah melupakan kesakitannya di masa lalu. Baginya tidak ada kenangan yang layak untuk diingat. Hidupnya sudah bahagia bersama seorang anak laki-laki yang Tuhan kirim untuk menjaganya. Setidakn...