chapter 008:🐢🐢

26 22 0
                                    

SIAP BACA BAGIAN KEDELAPAN DARI CERITA SENJA TERAKHIR BERSAMA NADIRRA

~~~

JANGAN LUPA DUKUNG AUTHOR DENGAN CARA VOTE DAN COMMENT
AGAR AKU SEMAKIN GIAT UNTUK NULISNYA.
INGAT, AUTHOR LEBIH SENANG KALAU PEMBACA MENINGGALKAN JEJAK.

INGAT, AUTHOR LEBIH SENANG KALAU PEMBACA MENINGGALKAN JEJAK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Melangkah untuk hal yang baru."
    
~~~

"Gimana, cocok ngga? Atau... Kita liat-liat sekolah yang lainnya."

"Cocok kok, Ma... Udah nggak usah cari yang lain lagi. Aku mau di sini saja?"
    
"Syukurlah lah kalau cocok, ayo pulang?"
    
Setelah melihat seisi sekolah SMAN Serang, Dirra dan mamanya pergi meninggalkan sekolah itu setelah berpamitan kepada kepala sekolah SMA itu.

Tepatnya hari ini hari kamis, di mana sudah tiga sekolah yang Dirra cari akhirnya ia menentukan kepada sekolah negeri Serang.
    
Entah kenapa ia langsung jatuh cinta dan langsung merasakan nyaman akan suasana sekolah itu. Amel pun merasa senang kalau putrinya sudah menemukan sekolah baru yang di inginkannya. Ia akan melakukan hal yang terbaik untuk masa depan Dirra.
    
Meskipun kini ia harus bekerja kembali di sebuah perusahaan yang ada di kota tempat tinggalnya sekarang. Ia akan terus berjuang demi keberlangsungan hidup dan pendidikan anaknya.
    
"Eh, Ma. Dua hari yang lalu aku kan ke My rooftop cafe, itu loh tempat yang Mama rekomendasikan?" dengan semangat Dirra memulai obrolan di dalam mobil.
   
Sembari menyetir mobil, Amel merespon obrolan dari sang anak. "Terus-terus?"
    
"Aku di sana ketemu cowok ganteng... Banget. Kayaknya sih, dia baik deh?"
    
"Siapa nama_"
    
"Awas, Ma...!"
    
Tiiiiiitttttttt
    
Mobil yang Amel kendarai mendadak berhenti, ia terpaksa menekan rem dengan keras. Karena ada pengendara motor di depannya menghentikan laju motornya dengan mendadak. Untungnya Amel masih bisa menghentikan laju mobilnya sebelum menabrak motor itu.
    
"Alhamdulillah, nggak samapi nabrak." Terlihat Amel mengusap-usap dadanya saking paniknya.
    
Sedangkan Dirra terlihat menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia juga ikutan panik. Takut-takut terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
    
Amel keluar sejenak, memastikan orang yang mengendarai motor itu tidak kenapa-kenapa. Karena dia juga sama kagetnya seperti ibu dan anak yang ada di dalam mobil. Mungkin ia juga kaget akibat mendengar suara klakson mobil yang begitu keras, juga suara jeritan dari Dirra yang terdengar hingga keluar mobil.
    
Setelah dirasa tidak ada hal yang serius, Amel melajukan kembali mobilnya setelah membatu bapak-bapak si pengendara motor meminggirkan motornya yang mogok. Mungkin itu tukang ojek yang kehabisan bensin atau mungkin akinya yang rusak.
    
"Tadi samapi mana?" ternyata Amel masih penasaran, ia memulai obrolan kembali setelah terhenti sejenak akibat insiden yang tak terduga.
    
"Tar dulu, Ma... Jantungku masih dek-dekan."
    
Sampai-sampai muka Dirra pucat dan keluar keringat dingin. Ia benar-benar merasa kaget dan pikirannya melayang, memikirkan yang tidak-tidak. Seandainya itu terjadi tabrakan, mereka tidak tau harus bagaimana. Dan tidak tahu nasib mereka seperti apa.
    
"Oke, Ma. Kita lanjut lagi obrolannya."
    
Setelah dirasa keadaan sudah baikan, Dirra melanjutkan obrolannya dengan mamanya. Senyum kebahagiaan kini terpancar dari raut wajah Dirra. Amel benar-benar merasa senang untuk kali ini. Misinya membawa kembali Dirra ke kota Serang ternyata berhasil. Tinggal menunggu ingatannya pulih kembali.
    
"Pokoknya gitu, Ma." Dirra masih menceritakan lelaki yang ia temui waktu sore itu.
    
"Kayaknya dia lelaki yang tidak asing dalam hidupku, Ma. Aku merasa dia pernah menjadi sahabatku dulu. Tapi kenapa aku tidak bisa mengingat itu semua. Bahka dia menunjukkan sebuah kota kecil dimana isinya beberapa lembar kertas tulisan tangan. Tapi aku tidak tahu itu tulisan siapa karena pas di bagian namanya sudah memudar."
    
"Uhh, sayang..." Amel memeluk Dirra dengan tangan kirinya, karena tangan kanannya lagi memegangi setir mobil.

***

Amel menghentikan laju mobilnya di sebuah rumah makan di pusat kota, sebetulnya sih bukan rumah makan tapi penjual minuman Es Pisang Ijo Bang Uday, Brigjen KH Samun. Kan enak siang-siang gini minum yang segar-segar.
     
Ditambah juga kan Dirra meminta ingin membeli peralatan melukis dulu sebelum pulang kerumah. Ia masih ingin melukis yang baru lagi sebelum acara lomba melukisnya di muali. Masih ada beberapa waktu lagi untuk dirinya menyelesaikan lukisan baru lagi.
    
"Bang, ada kuas buat melukis nggak?
    
"Ada dong, Neng. Mau betapa?
    
"Satu deh, eh... lima aja bang?"
    
Setelah selesai membayar barang yang telah di belinya dari toko perlengkapan melukis, ia bergegas menemui mamanya kembali yang sedang asik menikmati es pisang ijo nya.
    
"Meskipun Serang kota panas, aku sangat merindukan segala hal yang telah aku lewati dulu bersamanya. Entah siapa namamu dan dimana dirimu sekarang aku tidak tahu. Tapi aku akan berusaha menemui mu. Meskipun ingatanku belum kembali."
    
Amel terkejut, ketika melihat putrinya sedang berdiri dengan raut wajah pucat dan hidungnya mengeluarkan cairan kental. Tak lama setelah nya, Dirra jatuh tersungkur ke tanah. Sekuat tenaga Amel berlari menghampiri Dirra.
    
"Astaga, Dirra..." Amel meraih tubuh Dirra yang terkapar. "Sayang bangun, ini Mama, Nak?" sekali lagi Amel menggoyang-goyangkan tubuh Dirra, tapi tetap saja Dirra tidak terbangun.

Karena keadaan makin mengkhawatirkan, dibantu pemilik es pisang ijo, Amel mengangkat Dirra kedalam mobil dan membawanya pergi menuju rumah sakit terdekat. Ia tidak mau terjadi hal yang lebih parah kepada putri kesayangannya.

***

"Gimana, Dok. Keadaan anak saya? Baik-baik saja kan?" tanya Amel kepada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan dimana Dirra di periksa.
    
Dokter yang menangani Dirra itu menggelengkan kepalanya, pertanda akan ada informasi yang kurang baik yang akan disampaikannya. "Gini, Bu. Saya hanay manusia biasa dan saya sudah memeriksa anak ibu beberapa kali, ternyata anak ibu menderita kanker otak stadium akhir."
    
Mendengar penjelasan dari dokter yang menangani anaknya, Amel tersentak kaget mendengar anak kesayangannya menderita penyakit yang begitu parah. Ia tidak tahu selama ini kalau anaknya itu memiliki penyakit di tubuhnya.
    
"Astaga, Dirra sayang. Mama nggak tahu kalau kamu terkena kangker, Nak?" Amel mematung sembari menutupi mulutnya. Lalu ia duduk kembali di kursi.
    
"Mungkin, waktu hidup sodari Dirra tidak anak lama lagi?" jelas Dokter itu lagi.

Lagi, Amel terkejut mendengarnya. Ia tidak bisa menahan tangisannya. Benar-benar ia melepaskan air matanya untuk jatuh membasahi pipinya. "Maafkan, Mama nak. Mama nggak bisa jadi ibu yang baik buat kamu."

Setelah kepergian dokter yang menangani Dirra, Amel bergegas memasuki di mana Dirra berada.

Masih Dirra masih belum sadarkan diri, masih terbujur lemas di atas brankar. Wanita parubaya itu menggapai lengan Dirra dan menciumi punggung tangan gadis itu yang masih terbaring.
    
"Sayang, ini Mama? Bangun sayang, Mama nggak mau kehilangan kamu. Mama mohon kamu bertahan demi Mama?"
    
Benar-benar Amel tidak bisa menahan tangisannya, ia menumpahkan semuanya di hadapan sang anak yang masih belum tersadar. Ia terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri atas penyakit yang di derita Dirra. Padahal kalau dipikir-pikir ini sudah jalannya dari tuhan.


🐢🐢🐢

Udah segini dulu ya bab ini,
Gimana suka gak?
Kalau suka jangan lupa komen dan vote yah....

Kalau misal ada typo jangan malu untuk mengoreksi...
Author lebih senang kalau ada yang berani memberi masukan.

Salam kenal, saya s.a.j Kim
 

Senja terakhir bersama Nadirra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang