Empat tahun yang lalu...
"Putus, aku mau kita putus."
Lelaki itu menajamkan netranya saat mendengar kalimat yang selama ini tak ingin ia dengar yang baru saja keluar dari mulut sang kekasih. Ia berusaha tak peduli, ia sibuk meracik berbagai pallete warna sebelum menyapukan kuasnya kembali di atas kanvas.
"Aku mau putus!"
Lelaki itu tak menanggapi, ia masih fokus pada lukisan yang sedang ia buat.
"Regan! Denger ga sih aku ngomong?"
"Ga, aku ga denger." jawabnya tanpa mengalihkan tatapan dari kanvas.
Gadis itu menggeram kesal. Sudah cukup berbagai masalah terus menghujamnya hari ke hari, ia tak ingin membuang waktunya lagi dengan terus berdebat dengan lelaki yang ada di hadapannya ini.
"Terserah." decih gadis itu. "Pokoknya sekarang status kita udah bukan lagi sepasang kekasih. Terserah kamu mau marah atau ga terima, aku ga peduli. Yang penting, kita-putus." tekannya yang membuat lelaki itu refleks menghentikan pergerakannya kemudian menatap gadis itu lekat.
"Kenapa?"
"Kenapa apa?"
Lelaki itu menggeleng pelan. "Kenapa harus putus?"
"Kamu tau aku habis diperkosa. Aku kotor, aku jijik sama diri aku sendiri. Kamu ga liat orang-orang jadi nyalahin kamu? Aku ga bisa liat kamu dibawa-bawa." nafas Jeah memburu. Ia menatap Regan yang sama sekali tidak memberi reaksi apa-apa. "Dan aku juga udah ga pantes buat kam-"
BRUK.
PRANG.
Lelaki itu berdiri kemudian menendang kanvas yang ada di hadapannya hingga kaki penyangganya patah dan kuas-kuas beserta catnya pun jatuh berserakan.
Ia berjalan mendekati gadis itu. Manik matanya menggelap, menandakan kemarahannya sudah mencapai titik yang paling tinggi, sudah memenuhi ubun-ubun yang membuat kepalanya pening seketika. Ia menatap gadis itu yang sama sekali tak memberikan reaksi apapun padanya.
"Mau marah?" tantang gadis itu, tak ada sedikitpun ketakutan di wajahnya. "Coba aja. Ga menutup kenyataan kalo kita udah ga ada hubungan apa-apa."
Regan mengacak rambutnya frustasi. "Aku udah bilang, aku ga peduli sama kejadian itu. Mau gimanapun kamu, kamu tetap kekasihku, Jeah."
"Tapi.. aku ga bisa.."
"Jangan putus, aku ga mau." ujarnya dengan suara rendah. Sorot mata tajamnya seketika meneduh, ia lelah.
"Aku udah ga pantes, Regan."
"Aku ga bisa lepasin kamu." ujarnya sekali lagi, lelaki itu mengabaikan perkataan sang gadis.
"Kalo gitu biar aku yang lepasin kamu." balas gadis itu lagi.
Flashback off.
Kini perempuan itu menatap kosong buku tulis yang ada di hadapannya. Sudah sangat lama, namun bayang-bayang di masa itu terus saja menghantuinya. Rasa bersalah, penyesalan, kecewa dengan diri sendiri, tercampur aduk di dalam sanubarinya yang selalu dihantam badai berkali-kali.
Tak lagi ada alasan yang membuat hidupnya bahagia. Keluarga, percintaan, harga diri, kehormatan, kekayaan, semuanya sudah rusak dan hancur, lenyap tak bersisa. Lalu untuk apa lagi ia bertahan hidup? Kadang ia bertanya-tanya, kenapa ia tak memilih mati saja saat itu, tapi disisi lain ia berpikir mati bukanlah jalan keluar. Ia dilema, perempuan itu benar-benar sudah kehilangan arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Guardian Angel (on going)
Teen Fiction"Ga mau balikan sama aku? Kita masih sama-sama cinta, kan?" Perempuan itu melipat kedua bibirnya, ia masih enggan membuka suara. Ia hanya diam memainkan sendok dan garpunya. Melihat sang mantan kekasih yang masih ia cintai itu sejak tadi bungkam, me...