Setelah empat tahun lamanya, baru kali ini lah Jeah kembali menapakkan kakinya di rumah Regan. Tempat terakhir yang ia datangi sebelum berakhirnya hubungannya dengan lelaki itu.
Jeah menatap sekeliling. Tak banyak yang berubah dari rumah ini, hanya saja terlihat sedikit lebih suram dan hampa. Jeah baru sadar kalau kedua orangtua Regan sudah tiada sejak tiga tahun yang lalu.
Terakhir kali Jeah bertemu dengan Ibu dan Ayahnya Regan saat ia masih berpacaran dengan lelaki itu. Jeah cukup dekat dengan kedua orangtua Regan, terlebih lagi dengan Ibunya. Dan saat mengetahui fakta bahwa mereka sudah tiada, membuat Jeah sedikit sesak dan turut merasa kehilangan.
Jeah mengikuti langkah kaki Regan menuju lantai atas, lelaki itu berjalan sambil menggendong Leo yang tampaknya bersemangat sekali.
Regan menatap Jeah bingung. "Kenapa berenti? Ayo masuk."
Jeah menyerngit heran saat Regan malah membawanya masuk ke kamarnya, bukannya ke ruangan yang biasa lelaki itu pakai untuk melukis.
"Woah, banyak gambal!" seru Leo yang masih berada di gendongan Regan.
Regan terkekeh menatap Leo. "Leo suka, ga?"
"Uka banget, Om! Leo anti mau bikin itu!"
Belum sempat Jeah membuka suara, namun pemandangan di depannya ini seakan sudah menjawab semua pertanyaan yang bersarang di otaknya. Jadi, sekarang Regan melukis di kamarnya sendiri? Pikirnya.
"Kenapa pindah?" Jeah menatap sekeliling kamar Regan yang sudah dipenuhi dengan lukisan-lukisannya.
"Pengen aja."
"Jadi studio lukis yang dulu ga kepake lagi dong?"
Regan menggeleng.
"Kenapa?"
"Nyimpen kenangan pahit."
Jeah hanya mengangguk-angguk mengerti, seolah tak tau dengan apa yang pernah terjadi di sana. Mungkin ia sudah lupa, atau pura-pura lupa?
"Lo ga ada niat mau lelang? Ini harganya bisa tembus ratusan juta loh."
Regan terkekeh. "Ada sih, kepikiran. Tapi nanti deh kalo lagi butuh duit."
Jeah memukul pelan lengan Regan. Namun setelah itu pandangannya tertuju pada lukisan berukuran besar yang menghadap langsung ke arah ranjang.
Lukisan seorang perempuan yang tampak begitu menawan.
Jeah tak ingin ge-er, tapi wajah perempuan itu begitu mirip dengan dirinya. Apa perasaannya saja?
"Siapa?" Jeah duduk di tepi ranjang tanpa mengalihkan pandangannya dari lukisan itu.
"Calon istri." Regan ikut memperhatikan lukisan itu, ia menurunkan Leo dari gendongannya dan bocah itu pun langsung berlari kesana kemari melihat-lihat seisi kamar.
"Cantik, ya. Selera lo bagus juga."
Regan terkekeh. "Iya, cantik. Tapi galak."
Sementara itu Jeah berusaha menahan diri agar tidak salah tingkah. Sudah jelas kalau itu adalah lukisan dirinya. Hasil tangan Regan begitu detail dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi dengan objek referensi. Terlebih lagi tertera inisial namanya di bawah lukisan itu, J.
"Woah, kenapa ada banyak gambal moma?!" seru Leo saat ia melihat deretan lukisan yang dipajang di dekat balkon. Bocah itu memperhatikan satu persatu dengan antusias.
Jeah pun menatap Regan dengan raut wajah juteknya. Sedangkan Regan yang sedang ditatap hanya bisa tersenyum tengil. Lelaki itu kemudian ikut mendudukkan tubuhnya di sebelah Jeah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Guardian Angel (on going)
Teen Fiction"Ga mau balikan sama aku? Kita masih sama-sama cinta, kan?" Perempuan itu melipat kedua bibirnya, ia masih enggan membuka suara. Ia hanya diam memainkan sendok dan garpunya. Melihat sang mantan kekasih yang masih ia cintai itu sejak tadi bungkam, me...